Chapter 4

3.4K 254 33
                                    

-

Ini adalah hari yang sangat spesial.

Erwin sedang duduk menunggu Anan selesai mengganti pakaiannya. Ia sedang serius memandang sesuatu di ponselnya saat secara tiba-tiba Yinza datang dan berdiri di depannya.

Yinza mengangkat kepalanya ke atas agar bisa dengan jelas melihat wajah pria di depannya itu.

"Paman.."

"Em?" Guman Erwin sambil melihat sosok seseorang yang berdiri di depannya.

"Paman melihat... apa?" Tanya Yinza sambil memiringkan wajahnya.

"Tak ada." Jawab Erwin kembali fokus dengan ponselnya.

"Oh.." Guman Yinza sambil memutar jarinya di paha Erwin. "Bolehkah Yinza ikut melihat?"

Erwin menatap datar bocah di depannya itu. Entah apa yang dipikirkan Erwin, yang jelas Dito yang tak sengaja melihat tatapan dingin itu sama sekali tak suka.

..

..

..

Anan sedang berdiri di depan cermin memandangi dirinya dengan hanya menggunakan celana dalam.

"Ah.. kau begitu tampan Anan." Anan memuji dirinya sendiri.

"Anan."

"Kenapa tak ada seorang pun yang bisa menandingi ketampananmu?" Lanjutnya bangga.

"Anan.."

"Sebentar lagi, Erwin pasti akan menjadi milikmu."

"Anan..."

"Ingat untuk tidak melakukan hal konyol. Jangan banyak bicara, jangan membuat keributan, hindari anak kecil, bersikap senormal mungkin dan yang paling penting, jangan menawarkan atau melakukan segala hal yang tidak disukai pria itu."

"Oi."

"..."

"Oi!"

"..."

"Anan!" Panggil Dito kesal.

Anan yang sedang asyik pun terpaksa berbalik menatap Dito yang terlihat berdiri di luar pintu.

"Apa?" Tanyanya malas. "Bisakah kau tidak mengganggu waktu di mana diriku mempersiapkan diri, hah?"

"Mau sampai kapan kau membuat pria itu menunggu? Kau sudah berkaca selama tiga puluh menit. Kau tahu!"

"Oh, benarkah?" Anan pura-pura terkejut. Ia mengambil sebuah wadah berisi bedak beraroma manis.

"Cepatlah bersiap dan segera pergi dari tokoku!"

"Ya tunggulah sebentar."

"Tidak! Pergilah sekarang."

"Biarkan saja pria itu menunggu. Selama ini aku selalu saja mengejarnya. Sudah saatnya aku membuatnya menunggu sedikit lebih lama."

"Kau mulai melonjak, ya."

Haha.

"Lagi pula, kenapa kau begitu peduli kepada pria itu?"

"Tidak-tidak. Bukannya aku peduli kepada pria itu. Hanya saja aku merasa tak nyaman saat dia berada di sini."

Anan menepuk wajahnya beberapa kali mencoba merapikan bedaknya.

"Ada apa denganmu, Dito? Tak biasanya kau bersikap seperti ini?"

"Aku rasa pria itu.." Dito terlihat ragu.

The Pursuit of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang