Dalam gerimis,
sajak-sajak petualang berdatangan
berebut mencatat namamu di setiap
gugur daun, helai tanah, dan udara.
Padahal telah lebih dulu kuungsikan
jejak langkahmu di ranjang tua
tempat kita khatamkan bait terakhir
dari asmara yang kelelahan.
Katamu, kita butuh ruang lapang
jika tak ingin irama hujan kehilangan
tarian di tengah-tengah derainya,
hingga kuputuskan menjadi savana
yang mampu merayakan hujan sepanjang
musim-musim kesepian datang.
Yang pada akhirnya tak kumengerti,
mengapa kau tetap putuskan pergi.
Memilih menyemai rinai
di bawah sebatang ilalang
di tengah padang lainnya.
15 Desember 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
SAJAK-SAJAK HUJAN
PoetryDi atas kertas, tintaku gemetar mendekap sajak-sajak basah sehabis tertikam hujan seharian. Kata-kata gigil, terbata mengeja aksara yang kadung beku membiru. Lalu, satu dua huruf bertanggalan terlalu lama kedinginan. "Siapa nanti yang akan membaca k...