PERCOBAAN

739 18 0
                                    



3 - PERCOBAAN DARI EYANG

Eyang Kakung waktu itu berusia 76 Tahun. Badannya masih sehat. Walaupun tidak bisa dikatakan tegap lagi. Posturnya yang tinggi menjadi ciri khasnya. Raut mukanya tegas, meskipun tanpa cambang atau kumis di wajah nya. Setiap pagi Eyang masih rutin melakukan jalan pagi keliling kompleks. Mulai subuh jam 5 sampai jam 6 pagi. Langkahnya juga masih mantap. Ingatan nya masih baik. Bicaranya lancar dan sangat tertata. Eyang bekas pensiunan Kepala Bandara. Terakhir menjadi Kepala Bandara Sam Ratulangi, sebelum akhirnya menghabiskan masa pensiun nya di Yogya.

Aku menemui Eyang saat libur panjang kelulusan SMP, sambil mempertimbangkan untuk meneruskan SMA ku di Yogya. Kuberanikan diri untuk menceritakan apa yang selama ini sulit kuceritakan pada orang lain. Raut muka Eyang menatapku dengan serius. Agak lama Aku menunggu responnya.

"Kita tes dulu ya Yus, kamu tunggu di sini sebentar",

Eyang lalu beranjak dari duduknya lalu masuk ke dalam kamarnya. Aku bisa mendengar dari luar suara lemari di buka. Tak berapa lama kemudian Eyang keluar sambil membawa sebuah cincin akik, sebilah keris dan satu pak kartu remi. Pertama Eyang membuka bungkus kartu remi. Dia mengocok kartu remi itu lalu mengambil tiga buah kartu. Tiga kartu di jejerkan nya di hadapanku dengan keadaan terbalik, tanpa aku bisa melihat kartu apa itu.

"Coba kamu pilih, ambil menurut kamu kartu mana dari tiga itu yang nilainya paling kecil".

Wajahku semakin bingung. Tes apa ini? Apakah ini tes untuk menjadi dewa judi? Aku malah ingat sebuah adegan di film lama berjudul God of Gambler yang diperankan Stephen Chow. Lama aku hanya terdiam dan bingung memilih.

"Kamu konsentrasi, ambil saja yang menurut kamu kecil itu yang mana?" Eyang sekali lagi mengingatkan.

Aku menghela napas, lalu mencoba mengikuti perintahnya. Aku ambil kartu yang paling kanan. Ternyata 5 hati. Eyang membuka sisa kartu yang tertutup, ternyata King Wajik dan 10 Keriting.

"Kita coba sekali lagi ya?", Eyang kembali meletakkan 3 buah kartu.

Kali ini pilihan ku masih benar. Aku ambil kartu yang tengah yang ternyata 3 Wajik, sedangkan sisanya 8 hati dan 5 sekop. Percobaan itu diulang sampai 6 kali, dan aku hanya sekali melakukan kesalahan. Eyang lalu membereskan kartu remi dan beralih ke keris nya.

" Kamu pegang keris ini, kamu coba gambarkan apa sosok yang muncul dalam pikiranmu". Aku lalu mencoba memegang keris itu.

Awalnya tidak ada gambaran apa-apa. Tetapi saat berkonsentrasi aku melihat gambaran seperti kepala singa mengaum-ngaum dan menyeringai galak ke arahku. Membuatku terkejut sampai hampir saja menjatuhkan keris itu dari gengamanku. Apa yang aku lihat aku sampaikan ke Eyang. Eyang tidak menjawab lalu beralih ke cincin akik yang tadi di bawanya.

"Sekarang cincin ini, apa yang kamu lihat?". Aku kembali mencoba berkonsentrasi.

Bayangan yang muncul adalah seperti sesosok wanita berpakaian seperti pengantin basahan dengan pundak terbuka dan mengenakan kemben, namun kepala nya bukan kepala wanita melainkan kepala kuda. Kepala kuda itu terus meringkik dan menjulur-julurkan lidahnya. Aku agak bergidik karena geli melihatnya.

"Wanita berkepala kuda", jawabku pendek. Eyang menghela napas. Kepala nya sedikit menggeleng-geleng. Seperti antara puas dan kagum.

"Keris yang kamu pegang tadi namanya Singa Lodra. Asal kamu tahu, Eyang tidak pernah memberi tahu siapa pun nama keris ini. Eyang dapatkan ini dari teman Eyang yang memiliki kemampuan daya linuwih. Katanya keris ini cocok untuk Eyang. Bisa meningkatkan wibawa dan sebagai pelindung". Aku cuma melongo mendengarnya. Jadi maksudnya apa dan bagaimana ,aku masih belum bisa menangkap.

Eyang melanjutkan ke cincin akik nya. Cincin itu berwara biru tua dengan sedikit gradasi warna putih di tengahnya.

" Cincin ini, ini cincin pengasihan. Namanya akik jaran goyang. Sama seperti keris tadi, Eyang tidak pernah menceritakan kepada siapa pun tentang akik ini"

"Jadi maksudnya apa Eyang?", tanyaku pada Eyang. Aku masih belum mengerti. Rasanya begitu penasaran dan tidak sabar. Eyang lalu tersenyum ke arahku. "Kamu sepertinya memang punya kemampuan Indra Keenam Yus"

Ucapan itu memberi sedikit kelegaan bagiku. Eyang lebih terbuka dengan kondisi yang kualami. Tidak ada penolakan yang kurasakan. Aku jadi punya sedikit harapan Eyang bisa membantu ku menghadapi keadaan ini.

"Apakah Eyang juga punya kemampuan Indra Keenam? Apakah ini memang kemampuan turunan dari Eyang?", tanyaku dengan nada tidak sabar.

"Tidak", Eyang menggeleng. "Eyang tidak punya itu, Indra keenam kamu itu bukan keturunan atau pemberian dari siapa-siapa?".

Mendengar kata-kata Eyang aku jadi kembali risau. Muncul kekhawatiran, tidak ada yang bisa menolong ku terbebas dari kemampuan terkutuk ini.

"Lalu ini semua dari mana Eyang? Kenapa Yus bisa jadi seperti ini?".

Aku lihat Eyang membenarkan posisi duduknya. Punggungnya bersandar dengan tegak pada sandaran kursi. Matanya menerawang ke atas. Memandang langit yang cerah di atasnya. "Mungkin ada hubungannya dengan kejadian waktu kami lahir Yus".

Aku menatap Eyang seakan tidak percaya. Ternyata ada sesuatu yang tidak kuketahui tentang kelahiranku.

DIARY MATA INDIGO - THE BEGINNINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang