4 - KELAHIRANKU
Eyang memulai ceritanya dengan menceritakan kondisi perkawinan Ayah dan Ibu. Setelah menikah Ayah dan Ibu tinggal bersama Eyang. Waktu itu aku masih di kandungan dan Eyang masih menempati rumah di bilangan Suryowijayan. Rumah yang ditempati pada waktu itu bukan seperti tipe rumah modern jaman sekarang. Rumah itu model rumah lama dengan tipe kamar mandi yang masih berada di luar. Tidak ada pompa air seperti masa sekarang. Hanya ada sumur di belakang rumah sebagai tempat mengambil air untuk keperluan sehari-hari, termasuk cuci dan mandi.
Ayah dan Ibu menikah ketika Ibu masih belum menyelesaikan kuliah nya di fakultas Teknik Sipil UGM. Saat kandungan Ibu memasuki usia 7 bulan, saat itu pula Ibu harus mengikuti ujian skripsi. Ternyata Ayahku dengan tegas melarang Ibu untuk sidang dengan alasan lebih baik meminta dispensasi agar bisa ikut sidang setelah melahirkan. Ayah agak khawatir dengan kandungan Ibu. Ibu yang dilarang sedemikian rupa malah tersinggung dan marah kepada Ayah. Mereka bertengkar hebat.
Ibu yang sedang bertengkar dengan Ayah menolak bantuan Ayah menimba kan air di sumur untuk mandi sore. Ibu nekat menimba air sendiri. Rupanya kandungan Ibu otot rahimnya tertarik, dan ketuban nya pecah. Namun karena hati Ibu dilanda emosi, Ibu tidak memperdulikan ketuban nya yang pecah dan tetap melakukan aktifitas seperti biasa sampai waktu tidur.
Malam hari sekitar pukul 03:00 dinihari Eyang terbangun karena mendengar suara rintihan Ibu. Rupanya karena sore tadi bertengkar Ibu tidur sendirian di kamar. Sedangkan Ayah memilih tidur di sofa ruang tamu. Tanpa mengetuk kamar, Eyang langsung masuk ke kamar Ibu. Ibu sudah bersimbah darah. Kasurnya basah oleh campuran darah dan air ketuban. Eyang menggambarkan, waktu itu wajah Ibu sudah pucat karena kekurangan darah.
Ibu segera dilarikan ke klinik bersalin yang ada di dekat rumah. Dokter klinik yang menangani mengatakan usia kandungan Ibu jauh dari ideal untuk melahirkan. Kemungkinan lahir selamat hanya 50:50. Pukul 04:50 aku dilahirkan. Tepat weton Kamis Pahing. Seluruh anggota keluarga begitu gembira dan bersyukur waktu itu. Namun ternyata kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Aku yang baru lahir mulai mengalami sesak napas dan mulai membiru. Dokter yang menanganiku berusaha semampu nya untuk menyelamatkan nyawaku. Keluargaku semua langsung cemas. Semua berdoa agar keadaan ku membaik. Ternyata pukul 05:45, aku dinyatakan meninggal oleh dokter. Denyut nadi dan jantungku tidak ada reaksi. Tanda-tanda kehidupan menghilang dari tubuh mungil ku.
Ibu menangis sejadi-jadi nya. Memeluk tubuhku sambil meminta ku untuk bangun atau bergerak kembali. Dokter meminta suster untuk menulis laporan kematianku. Eyang dan Ayah pada waktu itu berusaha tabah menerima kenyataan. Pukul 07:30 jasad ku akhirnya dipersiapkan untuk dimandikan. Eyang dan Ayah bersiap untuk memandikan jenazah ku. Saat memandikan, baru guyuran pertama tiba-tiba tubuhku bergetar dan menyentak sedemikian rupa, lalu menangis sejadi-jadinya. Aku hidup kembali.
Ayah dengan sigap lalu membungkus ku dengan kain yang sudah dipersiapkan untuk menghangatkan ku. Secepatnya aku dibawa ke klinik bersalin untuk mendapat pertolongan dan dimasukkan ke inkubator. Hari itu juga ternyata surat kematianku dibatalkan. Aku hidup sampai dengan saat ini.
Mendengar cerita Eyang, aku benar-benar kehabisan kata. Ternyata diriku pernah mengalami mati suri. Dari situ kah kemampuan indigo ku berasal? Eyang yang melihat ku seperti orang bingung lalu memegang pundak ku.
"Yus, kamu harus tahu kalau ini semua sudah digariskan. Mau kamu menolak atau setengah mati tidak mau menerima, kemampuan kamu itu bakal tetap ada. Pahami itu, dan terima diri kamu. Kalau memang sekarang kamu tidak menemukan jawaban yang kamu inginkan, teruslah kamu cari sampai kamu menemukan".
Kata-kata Eyang sedikit memberi kesejukan. Memberi ku keyakinan untuk terus berusaha mencari solusi terbaik, dari keadaan ku ini. Walaupun hari ini aku belum menemukannya, tetapi setidaknya aku tetap merasa harapan itu ada. Aku merasa hanya Eyang yang bisa mengerti keadaan ku. Lebih mengerti daripada Ayah dan Ibu.
"Lalu apa yang harus Yus lakukan Eyang?".
Eyang lalu memberi 3 nasihat :
1. Jangan berkomunikasi dengan "mereka"
2. Jangan meminta sesuatu dari "mereka"
3. Jangan berkonfrontasi atau menantang "mereka"
Baiklah, setidaknya saat ini aku memiliki panduan sementara sebagai seorang Indigo Interdimensional.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY MATA INDIGO - THE BEGINNING
HorrorKetika mata ini bisa melihat yang tidak bisa dilihat orang biasa, maka yang ada hanya mimpi buruk yang berkepanjangan Pilihan itu selalu ada. Apakah ingin berusaha menghapus kemampuan itu, atau tetap mempertahankannya tanpa mengetahui apakah sem...