Dalam semua foto studio itu berdiri seorang perempuan; rambut hingga kakinya diselimuti cahaya kemerahan serupa api yang menjilat-jilat. Wajahnya juga merah, dan aku tahu pasti karena begitu jelas di sana, karena ia nyata, senyata mimpi buruk, perempuan merah itu tengah tertawa.
Semilir angin lewat di depan hidungku, membawa aroma khas yang tak kubayangkan sebelumnya. Kukira itu wangi sedap malam. Tapi tidak. Itu bau daging panggang, amis, gurih, terbungkus asap yang mengebul-ngebul.
***