AZKA
Setelah belasan atau puluhan kali aku tenggelam, dua kali sakit karena demam dan terus menerus gagal diselamatkan oleh gadis incaranku, akhirnya hari dimana aku menjadi juaranya datang. Aku ingat betul, itu hari kamis, 16 April 2015. Saat aku masih belajar gaya kodok, sedangkan semua anak baru sudah beralih ke gaya bebas.
Hari itu, dia baru datang ke kolam renang saat latihan anggota baru sudah selesai. Teman-temanku sudah bubar, jadi kolam renang agak sepi. Hanya ada beberapa senior yang masih berenang, tapi di pojokan yang jauh dariku. Dia baru saja memasukkan tubuhnya ke kolam renang, saat kemudian aku belajar menggunakan gaya kodokku, sengaja berenang mendekat ke arahnya. Seperti yang sudah kuprediksi, setelah lima meter meluncur, aku akan tenggelam. Dan gadis yang kusuka itu menarikku ke tepian.
Aku langsung memuntahkan air yang tertelan di mulutku, dan mengusap mataku yang banyak kemasukan air.
"Kamu tidak apa-apa, anak baru?" tanyanya, berlutut disampingku.
"Sepertinya aku butuh CPR,"
Gadis cantik itu memukul lenganku sambil tersenyum tipis. "Kamu nggak bisa berenang sama sekali?"
Aku menggeleng perlahan.
"Cowok harus bisa berenang. Setidaknya kamu harus tahu cara menyelamatkan pacarmu kalau dia tenggelam di laut,"
Dia kembali masuk ke dalam kolam renang.
"Jangan takut tenggelam, kamu seharusnya cukup menahan napas, tubuhmu akan mengambang sendiri. Coba lihat bagaimana aku melakukannya," dia mengambil nafas, lalu membenamkan dirinya ke bawah air. Lalu tubuhnya memang benar-benar mengambang sendiri beberapa saat kemudian.
"Ayo sini coba sendiri," ujarnya saat kepalanya kembali menyembul di permukaan air.
Akhirnya, aku dan dia berkenalan. Aku akhirnya tahu dia biasa dipanggil Aya, dan dia tahu nama anak baru yang dia ajari cara berenang sore itu adalah Azka. Sejak saat itu, aku sering menyapanya saat berpapasan di kantin, di perpustakaan, di lorong, di ruang guru, di parkiran, di gerbang sekolah, di kolam renang atau dimanapun kita tidak sengaja bertemu. Dan senyumnya selalu membuatku meleleh sampai lumer seperti ice cream yang tidak kunjung dimakan setelah satu jam keluar dari freezer.
Aku tahu dia hanya menganggapku anak ajaib, semacam menjadikanku adik kelasnya yang lucu. Dan selalu sebal karena aku tidak memanggilnya dengan sebutan kakak. Dia tidak pernah tahu apa yang kurasakan padanya, dan aku pun masih mengumpulkan keberanianku untuk mengatakan rasa itu padanya.
- - -
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape Plan
Teen FictionAya nekat melepaskan tiket kelulusannya di Jurusan Arsitektur ITS hanya karena tidak mau satu kampus dengan Rena. Ia merasa bersalah karena Rena yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri menuduhnya merebut Allen. Sejak Rena putus dengan Allen, ia j...