2

52 8 11
                                    

Lama kami saling bertatap. Anjani telah banyak berubah. Maksudnya bukan dulu dia tidak cantik, tapi rasanya tak habis kata-kataku memujinya dalam hati. Perempuan setengah darah India ini membuatku tak ingin berhenti melihatnya.

"Anjani?", tanyaku pelan sambil membantunya berdiri. Dia hanya diam menatapku juga. Seolah-olah dia ragu aku ini siapa.
"Kau lupa padaku?", mencoba untuk memulihkan sedikit ingatannya jika benar dia lupa.

"Addari Natan", jawabnya tegas.
Aku tersenyum malu. Ternyata dia benar mengingatku setelah 8 tahun tidak bertatap muka.

Benar sekali aku seperti kosong, aku bingung memulai darimana. Aku mulai keringat dingin, apakah yang aku rasakan ini?
"Hai. Apa kabar?", dengan bodohlah aku melontarkan pertanyaan itu.

Dia sedikit menunduk, "Baik. Aku rasa kau juga seperti dihadapanku, kau terlihat baik kecuali keringatmu seperti butiran jagung yang siap dijadikan popcorn".

"Astaga perempuan ini menertawakanku?"

Aku mulai mengatur nafas dan ku pandangi lekat-lekat kedua matanya. Bukankah dulu dia adalah sahabatku?  Mengapa ada kata canggung diantara kita?
"An, aku mau ngomong sesuatu", kataku dengan ligat.
"Disini? Aku rasa akan berantakan, sangat ramai", bola mata indahnya melihat sekeliling kami.
"Apa yang kau lakukan disini?", tanyaku.
Dia tersenyum manis, "Harusnya aku yang bertanya padamu, apa yang kau lakukan disini Ad?"
"Lalu sampai kapan kita akan berdebat seperti dulu?", lontarku dengan sinis.

Aku tau pertemuan kami saja dulu terbilang pahit, begitu juga perpisahannya ah aku sangat menyesalinya. Hari ini, aku bertemu dengannya lagi, aku ingin berbuah manis saja.

Heart meterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang