5

36 3 0
                                    

Sesampai dihotel, aku sadar perjalanan yang aku lalui pagi sampai sore tadi cukup panjang. Berjalan kaki, menaiki taksi, menaiki kereta dan berjalan lagi. Demi siapa? Ya aku akan jawab, Anjani seorang.

"Ad, apa maksudmu membawaku kesini?", matanya melotot dan wajahnya berubah seperti mama beruang yang marah.
Aku turun dari taksi dan membukakan pintu untuknya.
Sejak kapan aku berlagak sok romantis seperti ini?

"An, aku rasa kau buang saja pikiran kotormu itu. Jangan sampai malu sendiri", aku tertawa geli.
Dia melirikku dengan tajam sampai aku terdiam.
"Oke, sebentar kau duduk saja di lobby aku akan ke atas", jelaskan dengan singkat.
"Baiklah, aku tidak akan kemana-mana", Anjani mulai menurutiku.

Lama aku berbincang dengan dokter Bima. Ya, rekan kerja sekaligus sahabatku sejak masuk dunia perkuliahan. Aku menjelaskan kepadanya bahwa aku akan tetap dengan pesan chatku tadi, aku akan tinggal beberapa hari lagi disini.
"Apa 3 hari tidak cukup bagimu Ad", tanya Bima.
Aku tersenyum, "Iya Bim. Haha", lalu aku tertawa. "Tidak, tidak maksudku aku bertemu dengan Anjani. Aku harus menggunakan kesempatan ini Bim", ku jelas kan dengan nada serius.
"Tapi, Anjani itu siapa?", tanya Bima.
Aku menepuk bahunya, "Anjani Maheswari yang pernah aku ceritakan sewaktu kita masih kuliah. Sahabatku yang hilang dan taunya dia di India", aku mulai mendramatisir.
Bima mulai mengerutkan keningnya, mungkin mencoba mengingat kembali.
"Ah sudahlah Bim. Tolong bawakan barangku dan akan ku perkenalkan kau kepada Anjani", kami pun beranjak dari kamar ke lobby.

Dari kejauhan Anjani sepertinya sangat tenang duduk di sebuah sofa coklat di lobby hotel. Ya, lantainya yang seperti kaca membuatku selalu melihat kebawah. Apakah penampilanku masih oke-oke saja.
"Baiklah Bim. Ini Anjani"
"Anjani ini Bima", aku mempersilahkan mereka bersalaman.

"Hai Anjani", sapa Bima.
Anjani melengkungkan garis bibirnya dan oh dia manis sekali. "Hai juga Bima"
Kami berbincang-bincang sebentar dengan menyerup segelas teh wangi. Seperti wangi teh Indonesia.
Anjani menjelaskan bahwa dia sekarang guru les menari untuk anak-anak. Gaya bicaranya sedikit berubah apalagi sejak 8 tahun tinggal di India.
Saat bicara sesekali mata kami berkontak lagi. Dan begitu berkontak dia mulai mengarah ke bawah seperti tersipu malu.
Oh mata coklat yang indah, sepertinya aku mulai jatuh...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heart meterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang