BAB 2 - BAGIAN 2

351 35 0
                                    

BAB O2, BAGIAN O2.

[ EDITED ]

Istirahat kedua, pukul dua belas, nyaris dihabiskan Valerie hanya dengan duduk di sekre fursal, berkutat dengan kertas-kertas yang tertuliskan nama, kelas, tempat tanggal lahir, atau biodata—you name it. Serta merta alasan mengapa para junior itu memilih futsal sebagai klub yang ingin mereka ikuti.

Sebagai manajer, memang itu tugas Valerie. Membaca satu persatu formulis yang terisi data lengkap masing-masing anak, menyortir, menyalinnya di catatan pribadi, sampai ke tugas pembagian kelompok. Yang mana akan berfungsi sebagai tugas awal para anggota baru untuk meloloskan diri mereka dari seleksi demi seleksi tim inti dan sebagainya.

Biasanya pembagian kelompok akan diberi tahu pihak manajer, yaitu Valerie pada pertemuan kedua. Yang mana selanjutnya, di minggu-minggu berikutnya, para anggota akan melangsungkan latihan per kelompok dengan pembimbing mereka masing-masing. Pembimbing tersebut adalah tak lain anggota inti dari klub futsal itu sendiri. Tapi, tetap saja. Tugas manajer yang paling banyak.

"Ibu manajer, biodatanya udah selesai belum?"

Suara itu membuat gadis yang rambutnya sedang diikat satu itu lantas mengalihkan pandangan dari kertas-kertas di tangannya. Ia menoleh ke sumber suara.

Regan, rupanya, sosok yang tiba-tiba muncul di ruangan tanpa ketuk terlebih dahulu. Valerie kemudian kembali sibuk membaca satu persatu kertas di tangannya, sembari menjawab, "Jangan panggil Ibu, ah. Masih imut gini, belum ibu-ibu kali."

"Najis." Refleks, Regan berucap. "Imutan juga gue."

Valerie gak kuat. Mau muntah aja, makanya ia langsung melupakan kertas-kertas di tangannya lalu menatap Regan tanpa minat, berkata, tentu dengan volume di atas rata-rata. "IDIH. NAJIS TRALALA. IMUTAN JUGA GUE, KALI."

"HEH. Berisik banget, sih. Cewek, tuh, kurang-kurangin berisiknya. Pantes jomblo terus sejak lahir."

Sekarang, rasanya Valerie ingin mengangkat semua kertas fomulir serta merta meja di bawahnya untuk dia hempaskan ke wajah Regan. Tapi, enggan. Valerie, kan, cewek baik-baik. Reputasi baik di sekolahnya ogah dia coret hanya karena membuat teman satu klubnya tewas karena ditimpuk meja yang besarnya nyaris menyaingi besar tubuhnya sendiri.

"Kesel, ya?" Regan bertanya hati-hati—tanpa menghilangkan nada menyebalkan dan cengar-cengirnya itu—sadar kalau Valerie tiba-tiba diam dan hidungnya kembang-kempis sedaritadi.

"BODO. SONO GIH, RE. GANGGU AJA."

"HAHAHAHAHA!" Regan tertawa lagi. Lalu menimpali, "yaudah, semangat ya, ibu manajer. Masih banyak, tuh, kayaknya yang belum lo sentuh sama sekali."

"Ya." Entah masih kesal atau gak pengin diganggu lebih lanjut, Valerie menjawab singkat. Lalu ikut melambaikan tangan saat Regan melakukan hal yang sama dua detik sebelumnya—pamit keluar duluan.

Belum sampai satu menit, pintu yang tadi baru saja tertutup kini terbuka lagi. Menampilkan wajah asli Indonesia milik Regan yang selalu memberi kesan hangat itu—melongok dari balik pintu. "Oh, ya, Val. Tadi katanya ada anak pindahan yang mau daftar futsal. Dibantu, ya."

Regan langsung menutup pintu kembali, tanpa memberi waktu Valerie untuk menjawab atau takut gadis itu meledak-meledak lagi karena diganggu terus.

2 menit berlalu. Dan, serius. Kali ini Valerie akan benar-benar marah kalau ketukan pintu yang tidak berhenti selama kurang lebih setengah menit itu adalah ulah Regan yang lagi-lagi berniat menggodanya, menguji kesabaran gadis tersebut.

MockingjayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang