"Terkadang hal-hal kecil yang kamu ucapkan padaku sering membuatku baper."Happy reading~
————————————
"Nyebellinnn!!!" Pekik Ota sambil bermain ayunan yang ada di taman dekat sekolahnya. Ia masih kesal dengan cewek konyol super kepo yang tiba-tiba nongol di kamarnya saat ia tengah-tengah depresi.
Ia yakin bahwa si cewek asiatis itu bakalan gak bisa ngerjain PR matematika miliknya dalam sehari. Ota saja yang melihat sampul PR nya saja sudah mual tak karuan. Apalagi Si Laina, Ota yakin pasti ia tak bisa mengerjakan semuanya.
Semua pada kemana sih? Batin Ota dalam hati. Sebenarnya Ota datang ke sini karena tempat ini tempat berkumpul teman-temannya untuk bermain bersama dan hal itu bisa menjadi pelipur lara hatinya saat ini.
Sudah hampir satu jam Ota menunggu teman-temannya untuk bermain bersama disini. Tapi tidak ada satu pun yang datang. Mungkin semuanya sedang sibuk? Hm, mungkin.
Akhirnya dengan langkah gontai, Ota memutuskan untuk pulang sambil mendekap bola basket miliknya. Mungkin besok semuanya bakalan datang? Semoga saja sih. Ota tak ingin mengisi hari-hari liburan terakhirnya dengan mengisi PR matematikanya yang benar-benar membuat dirinya muak.
Baru beberapa saja ia melangkah tiba-tiba terdengar suara langkah orang berlari mendekatinya. Dilihatnya ke belakang.
Laina.
Gadis itu berlarian mendekat tanpa mempedulikan rambutnya sudah berubah model macam kuntilanak ditinggal pocong.
Dasar!!! Umpat Ota lagi dalam hati. Saat ini ia sama sekali tak ingin melihat wajah cewek itu atau cengiran khas miliknya yang selalu bikin bulu kuduk berdiri.
"Otaaa!!!" Gadis itu berteriak.
Please jangan panggil aku Ota... batin Ota sambil menggeleng-geleng kepalanya. Ia sangat benci dengan nama panggilan itu. Bisa-bisa nanti depresinya bertambah. Dan siapa juga nanti yang susah? Ya tentu aja Ota dong! Kalo bukan Ota siapa lagi?
"Ota!!! Nih, PR kamu udah aku kerjain semuanya. Aku jamin semua bener deh!!" Ucapnya yakin sambil menyodorkan buku PR bersampul merah itu. Dengan kasar Ota mengambil PR miliknya. Satu persatu ia membuka halaman buku PR itu. Semuanya sudah dikerjakan. Tapi ia malah merasa punya firasat jika Laina mengerjakannya dengan asal-asalan.
"Kamu ngerjain ini asal-asalan kan?" Tuduh Ota pada Laina yang bercucuran keringat karena habis berlarian tadi.
"Enggak kok! Aku kerjain dengan sungguh-sungguh! Kalo Ota gak percaya, Ota boleh kok nyium pipi Laina! Tapi cuma sekali doang ya!" Jawab Laina dengan pedenya. Ota yang mendengar itu seketika ingin muntah. Mana mungkin ia bakalan mencium pipi Laina? No! seumur hidup Ota bakalan gak akan nyium dia! Ota bersumpah demi langit dan bumi ia tak akan melakukan hal menjijikan seperti itu!
"Idihhh!!!!! Gak mau!!!!" Ketus Ota yang ilfeel dengan cewek asiatis itu. Gadis itu hanya mengangkat bahunya pertanda ia tak peduli dengan jawaban Ota. Toh, ia juga tak memerlukan kecupan di pipi dari Ota. Lagi pun Bunda yang selalu mencium pipi dan keningnya sebelum tidur.
"Ya udah, aku gak maksa kok!" Ujar Laina sambil melirik bola basket yang tengah dibawa Ota"Kalo aku nantangi kamu main basket dan aku menang kamu percaya gak kalo PR yang aku kerjain itu benar semua?" Pancing Laina yang semenjak perjalanan naik pesawat ia sudah bosan dan ia sangat ingin main sesuatu entah apa pun itu yang penting seru.
"Gak mau!" Jawab Ota ketus. Ia tak ingin menghabiskan waktu berharganya untuk melakukan hal bodoh bersama Laina.
"Ah.... kamu pasti takut kalahkan nerima tantangan dari aku? Ngaku aja deh kalo kamu gak jago main basket..." remeh Laina. Mendengar hal itu kuping Ota serasa panas. Masa anak cowok kalah sama anak cewek? No, no, no! Itu gak boleh dibiarin!
"Oke, aku tantang kamu main basket! Kalo kalah jangan nangis ya" ujar Ota sambil memperlihatkan seringaian miliknya.
♛♕♛
Laina menghentikan larinya. Ia melihat sekeliling. Kok rasanya dia kayak pernah udah kesini ya? Jungkat-jungkit, ayunan, kolam air mancur kecil, dan... ring basket?
Ah! Laina ingat! Ini adalah tempat dimana ia menemukan Ota yang waktu itu marah dan menyuruhnya untuk mengerjakan PR sampai selesai. Laina masih ingat dengan gaya Ota yang masih payah untuk men-dribble bola basket dengan benar. Sumpah siapa saja yang ngeliat ekspresi Ota pas waktu itu dijamin langsung ngakak abis deh...
"Laina!!!!" Pekik seseorang dari belakang disertai dengan derap langkah kakinya yang mulai mendekat. Dan yang tak lain adalah Ota.
Laina menengok ke belakang. Dilihatnya Ota sudah berdiri tegap sambil memperlihatkan wajah asem kecut-kecut gimana gitu? Tau ah.
"Apa?" Tanya Laina judes.
"Idih, jangan sok-sokkan judes deh... tadi ngapain juga lari-lari gak jelas gitu. Abis liat hantu ya?" Ota malah dengan santainya bertanya itu pada Laina yang saat ini tengah ngeh mengingat hal itu.
Tatapan mata orang itu. Lekak-lekuk wajah itu. Seringaian wajah itu. Benar-benar membuat keringat dingin bercucuran dari tubuh . Ah, sudahlah Laina tak ingin mengungkit-ungkit masalah itu lagi. Pokoknya Laina tak ingin bertemu dengan orang itu lagi. Titik.
"Apa sih? Biasa aja kali. Aku itu pengen tinggi makanya aku sengaja ninggalin kamu biar aku lebih tinggi dari kamu! Mentang-mentang punya wajah ganteng ama body pas-passan aja udah bangga! Kamu itu udah jauh banget sama...." Laina tak melanjutkan perkataannya tadi yang spontan bikin kekadaran kepedean Ota meningkat.
"Eits, tunggu dulu ya... tadi aku cuman tanya kenapa kamu kok lari-lari kayak gitu, and thanks banget lho udah mau muji aku ganteng ama keren... tapi, ngomong-ngomong ada yang lebih keren dari aku itu siapa sih?" Tanya Ota yang sekarang jadi kepo. Mendengar pertanyaan itu tiba-tiba langsung saja ada berbagai pikiran yang menyerbu Laina. Dan lidahnya terasa kelu. Susah deh kalo mau ngejelasin sekarang.
"Mampus deh lo Na, makan dah omongan lu sendiri!"
"Tau rasa deh, makanya kalo punya mulut dijaga"
"Elo sih, ngomong gak mikir-mikir dulu. Tau deh, sekarang Si Ota pasti udah kepo berat!"
"Apes bener dah lu lo Na!"
Mimpi apa Laina semalam? Bisa-bisanya ia keceplosan berbicara seperti tadi? Apes bener dah hari ini. Dan entah kenapa di telinga Laina bermunculan kalimat-kalimat seperti itu. Saat itu juga ekspresi wajah dirinya berubah pucat pasi. Rasanya Laina mau lenyap dari hadapan Ota ketimbang harus menjawab pertanyaan Ota.
Ditatapnya Ota dengan tatapan menyelidiki. Dari sorot matanya, Ota nampaknya serius. Tapi please, Laina benar-benar gak mood buat ngebahas hal itu.
"Pokoknya ada deh..." ujar Laina mengalihkan tatapannya pada ring basket yang letaknya tak begitu jauh dari tempatnya berdiri.
"Mau main basket?" Tawar Ota yang sadar ketika Laina sejak tadi memperhatikan ring basket yang umurnya sudah antik-antik banget.
"Boleh" jawab Laina sambil tetap memperhatikan ring basket tersebut.
"Oke, aku ambil dulu bolanya di rumah. Awas, jangan kemana-mana lho kamu!" Pinta Ota yang kemudian berlari menuju arah rumah.
Laina menatap punggung Ota yang samar-samar mulai menghilang di belokan gang. Setelah kepergian Si 'doraemon' , Laina bersyukur. Setidaknya itu bisa mengalihkan topik yang benar-benar tak ingin ia bahas untuk saat ini. Ia tak ingin mengingat hal itu, karena hal itu ada sangkut pautnya dengan masa lalunya yang pahit. Masa lalu yang tak akan pernah ia ulangi. Dan masa lalu yang saat ingin ia lupakan untuk selama-lamanya.
Bersambung....
Halo para readers... semoga sehat selalu ya, semoga kalian suka dengan chapterku kali ini. Dan oh iya, chapter depan nanti ada kejutan buat Laina 😘😍😍😄
Author aja yang ngedenger aja ikut seneng lho... apalagi kalian (bhakss)
Aku tunggu saran dan kritikan dari kalian karena itu membantu banget. And don't forget vote and comment oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Decision
Teen FictionAku tersenyum ketika negeri matahari terbit itu mulai menyambut diriku. Ketika orang lain menyebutku hanya sebuah arang kau malah menyebutku sebuah berlian. Ketika orang lain mencampakkanku kau malah memperhatikanku. Ketika orang lain memukuliku ka...