1346 mdpl Rinduku

32 6 0
                                    

Karya : sehae_

Aku bergeming mematungi gelap dan dingin. Hari sudah malam, aku dan teman-teman berteduh di gubuk. Setelah perjalanan yang melelahkan pagi tadi hingga sekarang kami masih setengah mendaki. Rasanya cukup letih kakiku. Belum sampai puncak aku kelelahan, teman ku Puput di jemput Ayahnya sebab ia mendadak sakit. Berkuranglah satu orang di grup mendaki kami.

Aku keluar dari gubuk. Mendekati kakak-kakak yang sedang sibuk mendirikan tenda. Aku hanya terdiam, sebab tak tahu apa yang aku lakukan. Aku tak pandai memasang tenda. Aku tak ahli dalam hal itu. Aku bertanya dan Aku putuskan untuk membuat beberapa kopi untuk menghangatkan tubuh. Aku berjalan menuju warung. Aku heran, ternyata di pertengan gunung pun ada warung. Jelas, ini adalah jalur yang sudah ditentukan. Mereka memanfaatkan itu untuk mencari nafkah. Aku berjalan dengan sangat hati-hati, karena jalanan sedikit licin akibat gunung dilanda hujan yang cukup lebat tadi sore. Sambil mengarahkan senter ke jalan, aku mengusap lengan ku sesekali, berharap dingin hilang meski hanya sekejap.

Aku sudah sampai di warung. Aku memesan kopi hangat lima cangkir dan empat susu putih hangat. Teman ku ada delapan orang, lima pria dan tiga wanita, diantara laki-laki semua adalah kakak alumni. Aku memesan kopi hanya untuk kakak alumni, sedangkan susu hangat untuk teman sebaya. Aku sempat heran, dimana mereka dapat air hangat? Aku bertanya, katanya air itu di ambil dari mata air gunung ini. Lalu mereka merebusnya sendiri.

Aku duduk dibangku berbahan bambu. Udara masih dingin, sesekali ku usap kedua tanganku. Aku menghela napas panjang. Ini kali pertama aku merasakan udara pegunungan di malam hari. Aku tersenyum memanjatkan syukur. Entah rasa senang, takut, gembira. Yang terpenting aku disini bersama teman teman ku dan juga kakak itu, orang yang kukagumi.

Ajeng, temanku tiba-tiba datang. Ia bilang tenda sudah selesai dibangun. Ia menagih susu hangat. Aku menunjuk-nunjuk ke arah dimana banyak sekali gelas berjejeran. Aku sudah memegang satu cangkir susu hangat. Dan itu adalah bagian untuk mereka yang belum dapat. Ajeng duduk di sebelahku, sambil berkata bahwa ia sangat senang semoga bisa seperti ini lagi di hari mendatang. Aku hanya mengangguk, setuju atas apa yang Ajeng katakan. Kakak-kakak itu mulai berdatangan tanpa meminta langsung mengambil secangkir kopi yang sudah tersuguh.

"Buat adek-adek jangan tidur malam-malam ya. Tenda udah selesai dibangun, yang wanita kalian bisa tidur di tenda. Kami tidur digubuk ini." ucap Kak Yudi. Kakak alumni yang aku kagumi. Ia menjelaskan sambil menujuk-nunjuk gubuk yang ada di depan warung. Aku dan teman-teman wanitaku hanya mengangguk. Kami megikuti apa kata orang dewasa bilang saja.

"Tunggu, satu lagi. Kalian besok bangun jam 4. Kita usahakan besok merapikan tenda jangan buang-buang waktu. Memulai perjalanan jam 4 lewat. Tiba di atas sekitar jam 6, itupun kalau kalian tidak ngaret." ucap Kak Apandi, sambil menyeruput kopi. Ia adalah ketua, bisa dibilang ia orang yang mengusulkan acara mendaki ini.

"Kak masih jam 8 nih, gimana kalau kita bikin api unggun dulu." seru Ajeng. Ada benarnya juga. Sayang kalau momen seperti ini dilewatkan hanya untuk tidur. Aku dan Ajeng menyimpan cangkir susu dan membayar kepada pemilik warung. Tiba-tiba saja pemilik warung berkata bahwa disini tidak diperbolehkan untuk bakar-bakar. Aku menghela napas panjang. Terlihat jelas udara keluar dari mulutku seperti asap-asap rokok.

"Kita memasak mie saja dan nasi, kalian pasti lapar." Kak Arfan berseru, aku dan yang lain mengangguk setuju dan kami mulai berjalan menuju belakang tenda.

Kak Arfan membenarkan kompor portable, yang agak susah untuk dinyalakan. Sedangkan Ajeng mencuci nasi di aliran air yang mengalir dari atas gunung. Aku membuka bungkusan mie. Semuanya benar-benar alami, aku merasa seperti menyatu dengan alam. Aku sesekali mengadah ke atas, bintang tidak terlihat tertutup pohon gelap dan tinggi. Aku tersentak ketika Kak Yudi membentakku untuk tidak melihat kesekeliling atas dan menceramahiku supaya pandanganku tidak kosong. Aku terdiam kemudian mengangguk pelan.

2nd ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang