4. Strategi (b)

121K 13.9K 1.2K
                                    

Aldo terdiam. Menatap di kejauhan Key menahan pergerakan seorang pemuda. Tidak biasanya Key bersikap agresif selain pada pria yang sudah jadi suaminya. Penasaran tentang yang mereka bicarakan, tanpa menimbulkan suara langkah kaki, sulung Giofardo mendekat.

"Sebastian Michaelis, 'kan? Iya, 'kan?!" Key tampak bersemangat. Pemuda di depannya meringis.

"Bukan. Nama gue Mikail Sebastian."

"SEBASTIAN MICHAELIS!!!" dasar keras kepala. Sudah diberitahu masih saja keukeuh tidak mau percaya. Aldo memerhatikan sosok pemuda itu lekat.

Gayanya, memang seperti husbando Key versi 2D itu. Tapi kalau wajah dan perawakan, jelas masih sempurnaan Aldo ke mana-mana keleeus. Aldo mulai narsis. Dia menyorot tajam Mikail membuat sosok yang ditatapnya merinding ngeri.

"Pengen jabat tangan dong!" Binar di mata Key tidak sanggup ditolak. Mikail mengulurkan tangan, lagi-lagi mengukir senyuman karena wajah polos di depannya yang menatapnya memukau. Dia melirik ke arah belakang Key, bergidik saat Aldo sedikit memiringkan kepala. Manik kelabu itu menyorot hampa, perlahan bibirnya mengukir seringaian keji.

Cepat-cepat Mikail melepaskan jabat tangannya dengan Key. Setan macam apa yang berdiri tidak jauh darinya itu?

"Mau foto. Ayo kita foto bareng. Sekali aja. Gue ngefans banget sama Sebastian." Key cepat-cepat merogoh tasnya, mengambil ponsel mahal dengan kamera spek tertinggi yang biasanya dia pakai untuk menguntit sang suami. "Mau, ya?"

"Bol-" kata-kata Mikail tersendat. Seringaian Aldo kian melebar. Ibu jari Aldo terangkat, melakukan gerakan menggores leher kalau sampai Mikail berani menerima tawaran sang istri. "Sori. Kapan-kapan aja. Gue agak buru-buru."

"Tapi sekali aja. Janji sekali aja!" Key tidak dihiraukan. Cepat-cepat Mikail mengambil arah memutar tidak ingin berpapasan dengan Aldo lagi.

Key mendesah kecewa. Dia menatap ponselnya kemudian menggerutu. Jarang sekali bertemu orang yang perawakannya cocok dengan Sebastian Michaelis. Apalagi model rambutnya benar-benar pas. Kenapa dimintai foto saja tidak mau, ya?

Dia tidak punya niat yang aneh-aneh kok.

Mungkin itu juga.

"Key, ayo kita pulang." Aldo mendekat. Dia tersenyum kecil mengambil alih atensi sang istri. Dipelototi Key, Aldo mengangkat sebelah alis heran.

"Gue mau pulang sendiri. Dasar KW!!!" Lalu kabur dengan tidak tahu diri.

Aldo tercenung. Dia menunduk dalam membuat juntaian poninya menghalau mata. Terlihat tenang, namun tembok di sisinya langsung berlubang saat Aldo memukulnya dengan sisi kepalan tangan. Dia meluruskan pandangan sambil mendesis, "KW?"

***

"Jadi, setelah nyaris setahun lo gak perlu minum obat penenang. Hari ini lo dateng lagi cuma gara-gara Key ngatain lo Sebastian KW?" Ivan menggeleng tidak habis pikir. "Lo kok baperan banget, Al?"

Aldo rebahan di ranjang. Dia masih sangat-sangat kesal.

"Selama ini di mata dia gue yang paling ganteng. Di dunia ini, gak bakalan ada cowok yang lebih perfect daripada gue. Bisa-bisanya dia ngajak cowok lain foto bareng cuma gara-gara poninya belah dua? Gak tau diri."

TOLOOONG!!! Kalau terus senarsis ini, Aldo memang akan jadi pasien Ivan yang paling abadi. Kasus Aldo jauh lebih lama ditangani bahkan melewati seorang yang mengidap skizofrenia. Entah apalagi yang harus Ivan lakukan untuk sang sahabat?

"Mungkin itu sebatas tertarik sementara doang." Ivan memberi saran. "Gue gak bakalan ngasih obat dulu. Yang lo butuhin itu sebenernya tidur. Sehari lo cuma tidur 1-3 jam doang, 'kan? Sekarang lo masih sehat, efeknya belum kerasa. Tapi manusia gak selamanya fit. Lo butuh istirahat."

My Dere-Dere (SUDAH DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang