Chapter 2

13.9K 794 1
                                        



   Tidak ada hari yang membuat dunia bergetar karena suara teriakannya yang melengking, seperti sekarang di tengah malam dengan hawa yang panas mengingat bulan ini bulan kemarau yang panasnya luar biasa. Di ruangan tengah terlihat Dai dan Uta berebutan sekotak es krim yang tinggal satu-satunya di kulkas, Dai tidak ingin berbagi karena dia menemuinya terlebih dahulu begitu juga dengan Uta ia tidak mau mengalah karena yang membeli es krimnya adalah dirinya sendiri.

  "Lo datang-datang rese banget sih! Ini es krim gue yang beli, lo nggak ada hak buat makannya, tahu diri dong." Dai menjambak rambut adiknya kencang membuat pria yang berbeda lima tahun dengannya itu mengaduh kesakitan.

"Bibit mercon!! Mulut lo nggak sopan banget!! Gue ini kakak lo, KAKAK LO!"

"Yang nggak tau diri." ujarnya sarkas dan mengambil paksa es krim itu dan menjaga jarak, mereka tetap saja mengomel satu sama lain membuat wanita paru baya yang kian rentan itu datang dengan tergopoh-gopoh dan menjewer kedua telinga cucu nya.

"Kalian mau oma cepat mati ya!! Kalian berisik! Ini sudah jam berapa?! Ahhhhh Dai ikut oma." perintah wanita yang telah berambut putih itu, membuat Dai dengan malas beranjak dengan Uta yang meleletkan lidahnya.

Dai membalas dengan gerakan memotong leher dan lidah yang keluar, masih saja mereka. Dai menuntun oma nya yang hendak ingin ke kamar beliau, setelah membantunya Dai duduk disisi tempat tidur dan memijat pelan kaki wanita tua itu.   "Kamu sudah dewasa, umur kamu sudah matang bahkan kamu pantas untuk menikah. Tapi, lihat tingkah kamu sama adik kamu tadi oma nggak yakin kamu bisa membangun rumah tangga. Dengan sifat kekanakan kamu, sampai kapan kamu bertahan sama sikap kamu? Sampai kedua orang tua kamu meninggal? Bahkan mereka pantas bahagia di masa tuanya ngumpul dengan anak-anaknya serta cucu-cucunya, jangan kecewakan mereka—"

"Maaf Oma, tapi Dai belum siap untuk itu semua. Tapi, oma nggak usah khawatir Dai akan menikah kok pasti."

"Ya kapan, Nduk? Kamu udah punya calon buat di nikahi? — nggak adakan? Lihat kamu ini cantik, pintar hanya saja tingkah kamu kekanakan sekali. Mungkin kalau kamu dapat martua, yakin martua kamu malu punya menantu seperti ini. Oma aja malu tau punya cucu kayak kamu, untung aja cantik." Kekeh oma nya membuatnya cemberut.

"Ikh oma ngeselin, oma sama aja kayak mama ngebet banget buat aku nikah."

"Karena umur kamu sudah matang ,Nduk. Kamu ini di bilangin ngeyel. Kalau nggak oma jodohin kamu sama cucu teman oma—"

"Jodohi?" Potongnya nya cepat, apa yang ia pikiri ternyata benar saja.

"Dai nggak mau oma, ini bukan di zaman Siti Nurbayah yang ada perjodohan segala. Pokoknya Dai nggak mau, kalau oma maksa aku akan mengajukan nama mama buat di jodohkan."

Wanita yang telah berambut putih itu menjitak cucunya gemes, kalau ngomong nggak pernah di filter. "Mama kamu udah nikah sama papa kamu, nggak mungkin oma jodohin sama mama kamu. Kamu ada-ada aja."

"Ya nggak apa-apa, hitung-hitung buat nambahin daftar menantu heheh, juga menambah ekono-Aduhh." rintihnya saat tangan keriput itu mencubitnya kuat, jangan tanya kan lagi tenaga oma masih kuat bahkan mencubit bibir Dai ia masih bisa.

"Kamu ini ya kalau ngomong-"

"Suka bener." Kekeh Dai dan ia hendak menghindar cubitan omanya, tetapi ia malah tertabrak sama Uta yang baru saja masuk.

"Aish punya adik nggak bener mulu." Keluhnya, deheman oma membuatnya diam seketika Uta menghampiri omanya tidak peduli gerutuan dari kakaknya.

"Ini oma obatnya, minum dulu."

"Dai." Perempuan itu masih berdiri di dekat pintu, ia melihat omanya yang saat ini memanggilnya.

"Besok malam, ada pertemuan dandan yang cantik. Kalau bisa ubah gaya kamu, cewek sedikit. Ini bikin oma sakit mata."

I Love You[Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang