Chapter 4: 170 km/jam

138 8 0
                                    


Aku duduk di cafe yang terletak di lantai dasar hotel. Sebuah latte hangat serta sebuah koran berbahasa Jepang menemaniku. Aku tidak mengerti huruf-huruf yang ada di koran tersebut, jadi aku hanya melihat gambarnya. Ada banyak gambar, seperti atlet sepak bola, tenis, gadget, bahkan ada gambar dua orang berwajah Asia sedang berjabat tangan. Pertemuan antara pejabat penting.

Sekilas aku masih mengingat kebodohan Chan kemarin. Dia benar-benar membuatku marah besar. Memang aku tidak menunjukkan amarahku di hadapannya, tapi secara tidak langsung aku tak pernah bersikap hangat padanya.

Pagi tadi dia juga datang ke kamarku, bahkan sebelum pukul tujuh pagi. Dia hendak mengantarku ke kampus untuk mengurus beberapa berkas administrasi sebelum aku dapat menjadi dosen di sana selama tiga minggu. Berbagai macam hal telah diurus oleh Hudson untuk menjadikan aku yang tidak memiliki pengalaman mengajar ini menjadi dosen di sebuah universitas di Shizuoka. Aku memintanya untuk menungguku mandi. Begitu aku selesai mandi, aku memintanya lagi untuk menungguku sarapan di cafe yang terletak di lantai dasar hotel. Dia berkali-kali melihat arloji di tangan kirinya. Aku tahu dia sedang terburu-buru, dan aku tidak peduli akannya.

"Mr. Clarck, bisakah kita berangkat sekarang?" tanya Chan. Ini sudah yang ketiga kalinya ketika aku sedang duduk di Cafe bernama Latte Break ini. Aku akan tinggal di hotel selama dua hari sebelum pindah ke sebuah rumah sewaan yang terletak di dekat kampus. Sementara Chan akan menjadi tukang antar jemputku, walau aku tidak menginginkannya.

"Sabar! Kamu tidak lihat kalau aku sedang sarapan?" kataku dengan nada suara yang ditinggikan. Aku melanjutkannya dengan meneguk kopiku, mencoba membuatnya semakin kesal.

"Tapi Mr. Clarck, saya ada jadwal bertemu dosen pembimbing saya jam setengah sembilan pagi. Kalau saya telat, beliau bisa marah. Tinggal sepuluh menit lagi sebelum jam setengah sembilan.

Aku meliriknya sebentar, mencoba mengingat lokasi kampus yang kulihat di internet kemarin, lalu berkalkulasi. Aku yakin dengan waktu sepuluh menit pun kita tidak akan sempat untuk mencapai kampus. Aku menghabiskan seluruh kopiku, lalu menyantap omelletku beberapa suap, dan lalu bangkit. "Ayo!" kataku dengan semangat. Ini seperti sebuah pembalasan dendam sendiri bagiku.

Chan sangat panik, dia menyuruhku untuk bergerak cepat. Secara tidak langsung aku pun mengikuti langkah cepatnya. Dia langsung naik ke sedan putih miliknya. Mobil yang sangat bersih, menurutku.

"Kenakan sabuk pengaman Anda, Mr. Clark. Kita akan bergerak cepat," kata Chan sembari memasang sabuk pengamannya.

"Kamu mau ngebut?" tanyaku keheranan. Aku tidak yakin dia punya nyali.

"Ada alasan tersendiri kenapa HW memilih saya," jawabnya. Nama Hudson disebutnya menggunakan sebuah singkatan. Aku tidak tahu apakah seperti itu memang Hudson menyuruhnya, atau itu hanya inisiatifnya sendiri.

Beberapa detik kemudian, setelah Chan menarik rem tangan mobilnya, dia langsung mengendarai mobil ini dengan cara yang tidak kuduga. Laju mobil semakin cepat. Akselerasinya bahkan bertambah setiap detik. Dia mengendarai mobil tersebut sangat cepat!

Sampai di sebuah perempatan, mobil berbelok ke arah kanan dengan drift, seperti yang biasa ada di film-film. Chan yang biasa terlihat seperti seorang kutu buku sekarang lebih tampak seperti seorang pembalap jalanan professional. Aku berpegangan pada bagian dalam mobil yang dapat aku jangkau. Tidak berpikir Chan akan melakukan aksi senekad ini.

"Tidak bisakah kamu mengendarainya lebih pelan lagi?" kataku padanya. Jujur, aku memang sangat takut, terlebih di usia setua ini.

"Karena Anda tidak mau diajak pergi cepat, jadi aku harus mengendarainya seperti ini." Kurang ajar! Dia benar-benar membuatku marah. Dua hari berturut-turut. Hudson mengirimkan anak buahnya yang tidak cocok denganku.

Sampai di persimpangan lainnya, jalanan di depan kami agak sepi. Chan melihat jam tangannya, sesuatu yang belum dia lakukan selama berada di dalam mobil. Dengan nekad, bocah itu melajukan mobilnya di arah berlawanan. Memang tidak ada mobil, tapi aksi nekadnya belum berakhir sampai di situ. Dia naik ke atas trotoar dan langsung berbelok ke kiri, ke sebuah lorong sempit yang masih dapat dilewati mobil.

"Kau gila bocah?" teriakku pada Chan, tapi dia tidak mendengarkan.

Mobil melaju sangat cepat di lorong tersebut. Apakah bocah ini tidak takut akan ada orang yang tiba-tiba lewat di sana. Sampai di ujung lorong, Chan membunyikan klakson mobilnya. Menggema di lorong sempit ini dan sangat keras. Keluar lorong, melewati sebuah jalan, dan masuk ke lorong lainnya. Aku melihat saat melewati jalan tersebut, mobil dari dua arah berhenti. Sepertinya karena mendengar suara klakson mobil ini.

Aku melihat jam tanganku. Empat menit lagi.

"Apakah sempat?" tanyaku pada Chan.

"Aku sudah mengatakan pada Anda bukan, Mr. Clark, bahwa HW tidak akan memilih saya tanpa alasan yang kuat.

Mobil kembali berada di sebuah jalan raya. Kali ini jalan yang besar, bisa dilalui empat mobil yang saling berbaris. Laju mobil semakin cepat, lalu mobil berputar arah. Kembali lagi Chan menunjukkan kemampuan driftingnya padaku. Tanpa kusadari, aku tersenyum. Tidak tahu kenapa aku mulai menikmati perjalanan ini. Kecepatan mobil mencapai 170 km/jam ketika kami berada di sebuah jalan layang. Bocah gila ini benar-benar melakukan segala hal supaya dia tidak telat sampai ke kampus.

"Saya akan langsung pergi ke ruangan pembimbing akademikku. Anda cari saja ruangan yang ingin Anda kunjungi sendirian. Maaf, saya tidak dapat menemani Anda," jelasnya padaku.

Aku tidak menjawab, tidak bersuara tepatnya, tapi aku mengangguk. Aku masih berpegangan erat pada apa pun yang dapat aku pegang. Jantungku berdebar sangat cepat tanpa irama yang teratur. Dan kemudian...

Aku bahkan tidak sadar, mobil sudah berhenti, dan suara pintu tertutup menjadi sebuah simfoni indah tersendiri pagi ini. Chan sudah berjalan cepat meninggalkan mobil, dia berlari masuk ke dalam gedung kampus. Aku lalu keluar dari mobil, mengambil kunci mobilnya. Aku rasa aku harus memberikan kunci ini kepadanya terlebih dahulu. Aku sudah bersalah padanya.

Murid Sang DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang