Chapter 3: Kertas yang Berisi Sebuah Nama

177 9 0
                                    


28 Februari 2019 – Tokyo, Jepang

Ada beberapa hal yang haru aku seesaikan sebelum dapat naik ke atas burung besi untuk mencapai negeri sakura ini. Aku bisa merasakan atmosfer yang berbeda dari Amerika. Wajah khas orang Asia yang terkadang dapat aku temui di Amerika, sekarang aku bahkan tidak dapat menemukan orang-orang dengan wajah yang mirip denganku. Hanya satu yang aku harapkan, aku bisa di sini hanya dengan modal bahasa Jepang seperti "Arigatou", "Gomennasai" dan sebagainya.

Untungnya salah seorang anak buah Hudson akan datang untuk menjemputku di Bandara. Hudson mengatakan bahwa anak buahnya itu bernama Chan Maxwell, warga negara Singapura yang telah dua tahun menempuh pendidikan untuk jenjang magister di Jepang. Aku sudah keluar dari pintu kedatangan luar negeri. Aku mengedarkan pandanganku, mencari nama Clark Redder yang seharusnya ditulis di sebuah kertas putih, sebuah hal yang umum jika kita ditunggu di bandara oleh seseorang yang belum pernah kita temui sebelumnya.

Ada banyak orang yang menunggu di depan pintu. Setengah dari mereka mebawa kertas bertuliskan nama orang yang hendak dia jemput. Mulai dari Robbert, Keyli, Xianji, Lanker, bahkan ada juga yang bernama Chan, seperti nama orang yang akan menjemputku, aku melihatnya sekilas barusan.

Kurang lebih sepuluh menit aku berputar-putar di sana, tapi aku tidak menemukan namaku tertulis di kertas mana pun. Tidak ada orang yang sedang menungguku. Apa mungkin bocah itu telat datang? Sial! Seharusnya aku menanyakan nomor teleponnya pada Hudson.

Aku menunggu lagi untuk sepuluh menit berikutnya, tapi tidak ada orang yang datang dengan membawa kertas berisi namaku. Sampai-sampai seorang porter datang, menawarkan dirinya untuk membawa barangku.

"Do you come from America, sir? Would you mind if I bring your stuffs?" tanya porter tersebut padaku pelan-pelan. Sepertinya bahasa Inggrisnya tidak terlalu baik.

"No problem. I can bring it by myself," jawabku, dengan bahasa Inggris yang tidak kalah lambat supaya dia mengerti apa yang aku ucapkan.

Hampir setengah jam dan masih belum ada kabar. Aku mulai berpikir, apa mungkin dia sudah datang dan tidak membawa penanda apa pun supaya aku mengenalinya? Kalau begitu, bagaimana caranya mengenaliku? Apa Hudson memberikan fotoku padanya? That's not his way. It's too dangerous, memberikan foto kepada orang lain bukanlah cara Hudson. Aku mulai bangkit dari salah satu kursi panjang yang tersebar di berbagai penjuru bandara, mencoba untuk melakukan sedikit pencarian terhadap sosok yang mungkin adalah Chan.

Masih banyak orang yang menunggu di depan pintu kedatangan luar negeri, aku mencoba melakukan eleminasi terhadap mereka yang membawa kertas, karena tidak ada orang yang membawa kertas dengan namaku di sana. Aku kembali memilah antara laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, aku melihat wajah mereka. Nama Chan berarti dia orang asli Asia. Aku tinggal mencari mereka yang terlihat seperti keturunan Asia Timur. Terlebih, sebagian besar penduduk Singapura juga merupakan keturunan Cina. Selanjutnya umur, mahasiswa yang sedang menjalankan studi untuk jenjang magister kemungkinan besar berumur antara 23 hingga 28 tahun.

Alhasil ada dua orang yang berhasil menarik perhatianku. Perlahan aku mencoba mendekati orang pertama. Postur tubuhnya sama tinggi denganku, tubuhnya sangat besar, tambun, dan berkacamata. Dia terus menerus mengedarkan pandanganya ke hadapan pintu bandara. Seingatku laki-laki ini tidak ada saat aku datang tadi.

Laki-laki kedua adalah seorang pria berotot dan berwajah seperti artis korea. Dia memakai kaos dan membawa tas gandeng yang sepertinya cukup mahal, tapi dia tidak seperti kebanyakan orang lain yang menunggu. Dia bolak balik berdiri di depan pintu, dan terkadang duduk di salah satu kursi di dekatnya. Laki-laki ini sudah berada di Bandara sedari aku datang tadi. Aku mulai dipusingkan oleh sosok Chan Maxwell. Haruskah aku langsung bertanya? Sepertinya kurang menarik.

"Sir, can I help you to bring your stuff?" Seorang porter lainnya datang padaku menawarkan bantuannya. Kali ini menggunakan bahasa Inggris yang tidak sesopan porter sebelumnya. Mungkin dia melihatku kebingungan berkeliling membawa sebuah koper dan sebuah tas gandeng yang besar.

"No, no. I can handle it by myself. I'm wating for my friend," jawabku sembari mengangkat tangan kananku, berusaha menolak tawarannya.

Aku lanjut berpikir. Ada sesuatu yang salah. Orang pertama, si laki-laki gendut itu tidak tampak seperti seorang yang sedang menunggu temannya datang. Dia memang tampak menunggu kenalannya, mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru pintu bandara, tapi anehnya dia tidak melihat jam tangannya sedari tadi. Seseorang yang sedang menunggu, terlebih sampai setengah jam lebih, pasti akan sibuk melihat jam tangannya dan memeriksa ponselnya. Kalau dia Chan, kemungkinan dia akan menghubungi Hudson sebisa mungkin karena belum mendapat kabar dariku. Jadi, apa yang laki-laki itu sedang lakukan?

Yang kedua, laki-laki seperti artis korea tadi. Dia memang terlihat seperti seseorang yang sedang menunggu temannya. Bahkan, dia beberapa kali menelepon temannya. Aku mencoba mendekatinya, mendengar pembicaraannya saat dia kembali, setelah dia berulang kali melakukannya, menempelkan ponsel ke telinganya.

Bahasa itu, aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Satu hal yang pasti, kemungkinan itu adalah bahasa Cina, atau bahasa Korea. Aku tidak terlalu mengerti bahasa Asia, yang pasti itu bukan bahasa Jepang. Kalau dia menelepon Hudson sedari tadi, apa mungkin dia akan berbicara dengan Hudson menggunakan bahasa Asia? I think no. There is something wrong in here.

Aku kembali duduk di salah satu kursi di dekat sana. Berpikir, berusaha mengerahkan seluruh sel otakku. Aku beusaha mengingat semua hal yang telah aku lalui sejak aku tiba di Namira International Airport sampai sekarang. Tidak ada hal yang aneh, kedua tersangka yang aku curigai sebagai Chan juga tidak terlihat seperti Chan, kecuali...

Ada sesuatu yang mengganjal di kepalaku. Sebuah hal yang tampak sepele, tidak penting, tapi mungkin merupakan kunci penyelesaian masalahku ini. Aku berjalan ke deretan paling depan orang-orang yang sedang menunggu itu. Aku melihat satu-satu dari mereka yang membawa kertas berisi kan nama, sampai aku tiba pada suatu kertas dengan nama yang tidak asing bagiku tertulis di sana. Bukan tidak asing, nama itu adalah nama seseorang yang sedang aku cari dan tunggu dari tadi. Chan! Chan Maxwell.

"Hei kamu! Kamu Chan Maxwell?" Aku bertanya pada anak muda itu, dengan ciri-ciri yang sama seperti dua orang yang aku selidiki tadi. Laki-laki berumur dua puluh tahunan serta merupakan keturunan China.

"Iya, saya Chan Maxwell. Seperti yang tertulis di kertas ini. Anda Mr. Clark Redder?"

Aku menepuk kepalaku seketika. Tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk menghilangkan rasa kesal ini. Bocah itu... dia menungguku di sini, di bandara, sembari membawa sebuah kertas putih berisikan namanya. Namanya! Jelas-jelas dia menuliskan nama Chan Maxwell di sana! Kenapa bukan namaku?

"Kenapa kamu menuliskan namamu di kertas ini?"

"Agar Anda mengetahui yang mana saya. Bukannya begtu? Biasanya orang-orang menuliskan nama mereka di sebuah kertas supaya orang yang mereka tunggu mengenalinya? Apalagi kalau mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Ngomong-ngomong, senang bertemu nama Anda!" jelasnya, sembari menyodorkan tangannya padaku, hendak berjabat tangan denganku.

Logika dari mana itu? Apa dia belum pernah menjemput seseorang di bandara sebelumnya? Aku tidak menyangka bahwa orang yang ditugaskan oleh Hudson adalah orang seperti ini. Aku pun menjabat tangannya, dengan segala amarah yang aku miliki, aku menggenggam tangannya lebih kuat dari yang orang-orang lakukan pada umumnya. Aku tahu dia merasa sedikit kesakitan.

"Urgh, jabatan tangan Anda cukup keras ya, Mr. Clark."

"Yaa, begitulah." jawabku singkat.

Saat hendak meninggalkan bandara, aku melihat kalau lak-laki gemuk tadi berjalan dengan seorang pramugari. Ternyata yang dia tunggu adalah pramugari, pantas saja dia tidak terlalu mengkhawatirkan waktu dan tidak melihat jam tangannya atau mengusik ponsel miliknya. Selain itu, laki-laki seperti artis korea tadi juga terlihat bersama dengan seorang perempuan yang juga sama-sama keturunan Cina. Aku ingat perempuan itu! Dia perempuan yang kehilangan barang bawaannya saat hendak mengambil barangnya di dalam gedung bandara. Ternyata daya analisisku sudah mulai menurun. Aku harus lebih teliti lagi ke depannya.

Murid Sang DetektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang