" Gara-gara lo, harga diri gue jatuh! "
" Maksudnya? "
" Seharusnya gue yang nanya begitu! Pusing itu di kepala, bukan di kaki bego. "
Dandel hanya tertawa mengabaikan ucapan Kartika. Seolah olah omongan Kartika hanya angin lalu.
Mereka berdua sedang berjalan menuju ke kelas. Seharusnya mereka bisa lebih lama bersantai di kantin, waktu istirahat juga masih 15 menit lagi.
Semuanya berawal dari Dandel yang mengucapkan mantra ajaibnya. Ya, Dandel si biang kerok. Kartika menariknya menjauh dari kantin dengan wajah merah padam. Kasihan sekali, kalau aku jadi Kartika, lebih baik tewas di tempat. The end.
" Lo aja yang ga ngerti selera humor gue Kar."
" Gue ngerti kok sekarang. Selera humor lo itu malu maluin! "
Dandel hanya cekikikan mendengar omelan Kartika, lalu mencolek colek dagu Kartika sambil memegangi perutnya yang sakit karena banyak tertawa.Mereka memiliki kelas yang berdekatan dengan UKS. Tempat yang terkenal seram karena ruangannya yang gelap. Padahal mereka hanya perlu menyalakan lampunya. Hey, sekolah ini tidak semiskin itu sampai tidak bisa membayar listrik.
" Del, del. Mutar aja ya, takut gue lewat sini. "
" Gapapa elah. Pena- "
Bruk
Ini hari apa yak? Kok kayaknya gue sial banget?
Dandel POV
Kami berdua berjalan menuju kelas. Sehabis peristiwa di kantin tadi, Kartika langsung menarikku menjauh dari kantin.
Sebenarnya kepalaku memang pusing sih, mungkin efek semalem kebanyakan nangis bombay liat boy udah ga ada.Dan entah setan apa yang nguasain kepala, tiba tiba aja terbesit di kepala buat ngerjain tu cebol satu. Kasian juga si ya. Ah, dikasi makan juga ntar baik lagi.
" Del, del. Mutar aja ya, takut gue lewat sini. " sahut Kartika sambil berpindah posisi ke belakangku.
Dengan sikap sok berani, aku menaruh kedua tanganku di pinggang, lalu mengangkat bahuku setinggi mungkin seakan aku yang paling berani disini.
" Gapapa elah. Pena- "
Bruk
Entah kenapa atau bagaimana, kejadian tadi pagi terulang kembali. Bedanya yang kutabrak ini manusia, bukan lantai ataupun tembok.
Apa manusia ini hanya punya satu mata? Apa kiamat sudah dekat? Ya tuhan, biarkan hambamu ini tobat dulu." Woy, kalau jalan liat-liat! " ucapku sambil mengusap usap dahi.
Anehnya, orang yang berada di hadapanku ini hanya diam saja, tidak ada niat untuk bicara sepatah katapun.
Ni anak budeg kali ya? sahutku dalam hati sambil terus mengusap-usap dahiku yang masih terasa sakit. Badannya benar benar sekeras baja. Apa jangan jangan dia siluman lelaki-setrika?
Ah, hilang sudah kesabaranku. Orang ini bahkan bergerak saja tidak, apalagi bersuara.
Karena lelah terus menunduk dan mengusap-usap dahi, aku memberanikan diri untuk mendongakkan kepala, melihat siapa orang yang kutabrak tadi." Lo kalo ditanya ja- Cowok buaya?! " ucapku kaget saat mendongak melihat wajah manusia siluman lelaki setrika tadi.
Cowo buaya? Ya, menurutku panggilan cowo buaya sangat cocok untuknya setelah apa yang dia lakukan di kantin tadi.
Benar, orang ini adalah orang tidak tahu diri yang lebih memilih berkelahi di kantin daripada di wc. Padahal di wc kan sepi, ga ada yang bakal ngeganggu.Seketika ia mengerutkan dahinya, terlihat tidak terima dengan ucapanku barusan.
Dari sekian banyak orang di sekolah ini, kenapa harus dia?!" Lo si kaki pusing kan? " Aku melongo mendengar ucapannya yang datar dan tiba tiba.
Krik krik
Shit, salah ambil langkah.
Ok, rencana A
Aku menengok ke arah Kartika, berharap mendapat pertolongan darinya.
Tapi yang kulihat hanya seorang perempuan yang menahan tawanya dan berkata ' mamam tu pusing ' berulang-ulang kali tanpa suara. Kartika benar benar terlihat seperti psikopat berdarah dingin yang berhasil menangkap mangsanya. Hih.Tidak ada jalan lain, ganti rencana B.
Lari!Aku berlari sekuat mungkin menjauh dari lelaki tadi. Bisa bisanya aku malu kepada seseorang yang bahkan belum ku kenal. Seharusnya aku bersikap biasa saja kan?
Kurasakan rasa panas menjalar ke seluruh wajahku. Ah, sial. Lenyapkan aku dari muka bumi!***
Normal POV
" Aku pulang "
Dandel memasuki rumahnya yang sudah seperti kapal pecah. Lantai penuh dengan pecahan kaca, Vas bunga yang pecah, buku buku yang berhamburan membuat rumah ini seperti tidak ada penghuninya.
" Lagi-lagi begini " gumam Dandel sambil mengambil buku buku yang berhamburan, lalu menaruhnya ke rak yang berada di sampingnya.
Dandel menaruh tasnya, lalu membersihkan semua kekacauan ini sendirian. Camkan, sendirian.
Setiap hari melihat pemandangan seperti ini tentu bukan hal yang menyenangkan.
Dia muak, muak dengan hidupnya, muak dengan keluarganya, muak dengan semuanya. Jika ia boleh memilih takdir, bolehkah ia berharap untuk mendapatkan yang lebih baik dari ini?Walaupun masih memiliki orang tua lengkap, kadang ia merasa lebih baik tinggal sendirian. Terdengar durhaka, memang. Tapi itu kenyataannya.
Dandel mengambil tasnya, lalu menaiki tangga yang menuju ke kamarnya.
Dia melempar tasnya asal, lalu membaringkan tubuhnya sambil menutup kedua matanya yang memerah.
Untuk kedua kalinya, bolehkah ia memilih takdir yang lebih baik dari ini?*********

YOU ARE READING
O n' B
أدب المراهقينDandel Alamanda, si penyuka Dandelion. Cewek freak yang terlalu percaya sama ramalan golongan darah. Lucu memang, tapi itu yang membuat dirinya menarik. Gera Pandurata, si penyuka anggrek hitam. Most Wanted sekolah yang memiliki wajah tidak kenal...