Hari ini merupakan akhir musim dingin. Cuaca lumayan hangat dan beberapa tanaman mulai bermekaran.
Gumpalan salju sisa kemarin terlihat mencair dan membasahi trotoar di depan apartemenku.
Seperti hari-hari biasanya, aku tidak tertarik dan menyematkan earphone-ku, membiarkan dentuman piano yang membuatku fokus pagi itu.
Perkenalan?
Mungkin tidak perlu. Aku bukan gadis periang, pintar, apalagi jago menari. Aku bukan termasuk kumpulan gadis populer di kampus. Aku hanya gadis--mahasiswi 20 tahun biasa yang menjalani hari-harinya dengan biasa-biasa saja dan mempunyai impian memiliki kemampuan super dapat menghilang dan dapat mendapat pekerjaan tetap setelah lulus.
Seperti biasa dihari senin pukul 10 pagi aku tidak memiliki jadwal kuliah dan bekerja part-time di sebuah toko buku--atau lebih tepatnya perpustakaan tapi skalanya lebih kecil. Letaknya hanya 3 blok dari kampusku di daerah Hongdae.
Aku mengikat rambut sebahuku yang sebelumnya aku biarkan tergerai sambil membuka pintu toko tempatku bekerja.
Aku memberi salam kepada pemilik toko--Tuan Nam--dan memakai jas kemudian mulai menaruh buku yang sudah dikembalikan, ke rak semula.
Walaupun gajinya tidak besar, aku lebih senang bekerja disini daripada di sebuah cafe dan rumah makan. Aku lebih menyukai tempat tenang dan dapat membaca buku-buku ini secara gratis sambil mendengarkan dentuman nyaman piano yang keluar lewat pengeras suara toko.
Namun, ada satu yang mengganguku. Akhir-akhir ini ada seorang lelaki dengan topi bisbol hitam dan masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya sering datang ke toko buku tempatku berkerja.
Bukannya aku berprasangka buruk atau apa, tapi ia terlihat mencurigakan. Tidak seperti pelanggan lain yang hanya mencari beberapa buku dengan waktu yang singkat, ia pernah keluar saat toko buku ini mau tutup.
Ah, sudahlah. Mungkin ini hanya pikiranku saja yang terlalu banyak menonton film kriminal.
Hari ini yang datang sedikit dan aku bisa menghabiskan waktuku dengan membaca komik serial detektif jepang yang populer.
Kulihat jam dipergelangan tanganku yang sudah menunjukkan pukul 5 petang.
"Yeseol, aku pulang duluan. Kau kunci toko ini seperti biasa ya?" Perintah Tuan Nam, sambil tersenyum yang memperlihatkan gigi taring bawahnya.
Aku membalasnya dengan anggukan.
Aku mengambil buku di meja pengembalian dan mulai menaruh buku tersebut di raknya. Sampai listrik tiba-tiba padam.
Aku terdiam di salah satu rak buku paling pojok tempat dimana genre fiksi romansa bertempat. Gelap. Aku mengingat kembali telah mengunci pintu depan dan menutup kaca depan dengan tirai.
Ya. Aku takut gelap. Lebih tepatnya ruangan gelap dan sempit.
Aku tidak dapat bergerak jika disekitarku gelap. Walaupun mataku kemudian bisa melihat samar-samar.
"Siapa?" Tanyaku parau.
Entah itu imajinasiku saja atau bukan, tapi aku barusan mendengar langkah dibelakangku. Suara langkahan itu semakin mendekat.
Aku berusaha mengangkat kakiku, namun terasa berat. Sampai sebuah tangan menyentuh bahuku dan membalikkan badanku.
Aku dapat merasakan tangan dibahuku tadi, kini sudah hilang dan sepasang tangan--kasar--kini menempel di kedua rahangku. Aku dapat merasakan nafas pemilik tangan berada tepat didepanku.
Aku mengejapkan mata, saat sebuah bibir tiba-tiba sudah menempel di bibir milikku. Kecupan? Bukan. Itu bukan sekedar kecupan. Bibir itu melumat lembut bibirku. Tangan miliknya--si pencium-- kini mengusap lembut rambutku yang ikatannya sudah ia lepas.
Aku ingin melepaskan kecupan itu dengan mendorong tubuhnya menggunakan tanganku yang masih memegang buku. Tapi tangan kanannya yang tadi mengelus rambutku kini malah jatuh dipunggungku. Ia melepas lumatannya dan aku dapat merasakan tubuhku kini tak dapat berkutik dipeluk olehnya.
"Kau tahu siapa aku." Bisikan suaranya yang sedikit berat terasa geli di telingaku.
Ia kembali melanjutkan ciumannya, membuatku berusaha mendorongnya tubuhnya dan berharap listrik kembali menyala.
Ting!
Akhirnya menyala!
Dengan sekuat tenaga yang tersisa, aku mendorong tubuhnya.
Seorang laki-laki dengan kulitnya yang putih dan sebuah topi bisbol hitam yang ia pakai terbalik menutupi rambut hitamnya. Sebersit kemudian aku teringat ia orang yang selama ini aku curigai.
"Kau!" Sambil mengacungkan tangan kiriku kehadapannya dan tanganku yang satu lagi menutup bibirku saat teringat dengan apa yang baru saja ia lakukan kepadaku.
"Aku sudah lama ingin menciummu, namun waktunya sangat tidak tepat." Ujarnya santai, ia menatap mataku.
"Kau siapa?"
Ia menatap mataku, begitu juga aku. Namun ada sebuah kekecewaan dimatanya saat aku menanyakan siapa dirinya. Seperti, sedih?
Tbc.
Sebelumnya maaf, cerita sebelumnya saya delete dan ini sebagai penggantinya.
Mudah-mudahan ini ff ga jelas pertama yang bisa selesai dengan mulus. {wkwk}
Ga berharap banyak yang dibaca juga sih, tapi kalau ada yang baca super sekali. {wkwk :v}
Mohon di vote atau ga di comment ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
sinking - ✔️
Fanfic(fin) Saat bola hitam dimatanya fokus hanya pada dirimu. © arestea, 2017