Lelaki itu membawaku ke sudut gedung itu, di bawah tangga. Bisa ku dengar suara hujan yang jatuh dengan deras membasahi bumi, menghantam tanah dan tumbuhan disekitarnya, suara airnya yang jatuh dari pipa saluran air dengan deras kini menjadi backsound untuk keadaanku sekarang. Samar-samar aku juga dapat mendengar nyanyian nyaring segerombolan katak.
Ku lihat jam tangan menunjukkan pukul 3 pm KST. Waktu memang cepat berlalu.
"Yeseol." Lelaki didepanku menyebut namaku, membuatku menoleh ke arahnya. Ia menyembunyikan kedua tangannya di saku jaket hoodienya yang tidak ia kancing, memperlihatkan kaus putih oblongnya yang terlihat kusut. Aku bisa melihat dengan jelas, kantung matanya yang sedikit gelap. Ia memandangiku seperti seseorang--apa ya, kekasih? Seperti ada kerinduan disana. Tapi aku berharap aku salah menebaknya.
Aku teringat dengan lagu yang ia mainkan barusan di ruangan tanpa nama itu. Aku ingin menanyakannya, tapi bibirku tiba-tiba tidak mau bergerak. Sebenarnya, ada banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan kepadanya, tapi kubiarkan tetap terpenjara di otakku.
"Kau tahu lagu tadi?"
Wow. Pertanyaan yang baru saja terlintas dibenakku, dengan secepat kilat keluar dari mulutnya. Dia pandai telepati ya?
Wajahnya terlihat cemas, tapi masih memandangiku.
Ekspresinya sungguh tidak terduga. Belum lama aku melihat ekspresi seriusnya, tiba-tiba ia sudah terlihat cemas, kemudian ia sudah terlihat dengan wajah datar. Lalu kembali memasang wajah serius.
Aku mengangguk, mengiyakan pertanyaannya. Aku memalingkan mata melihat koridor sepi, menjauhi tatapan matanya. "Aku tidak tahu kau tahu lagu itu. Ku kira tidak ad--"
"Itu laguku." Potongnya.
Aku mengejapkan mataku tanpa memandangnya. Aku bisa merasakan ia masih memandangku disana. Firasatku berkata demikian.
Lagunya, dia bilang. Bagaimana bisa lagu miliknya ada di ponselku? Aku bahkan tidak mengenalnya. Sebenarnya apa hubunganku dengannya? Pertanyaan baru kini mulai membanjiri otakku yang sudah penuh dengan pertanyaan dan tugas.
Tiba-tiba dadaku sesak. Aku memegang dadaku, mencoba bernafas normal. Bagaimana bisa aku sesak, sedangkan aku tidak mempunyai sejarah penyakit asma? Kemudian kepalaku terasa pusing. Tanganku yang di dada kini memijit dahiku. Pandangan di depanku kini berbayang dan terlihat berlipat ganda. Mungkin ada yang memasukkan obat-obatan terlarang dimakananku tadi. Aku pun mengingat makanan apa yang aku makan dari pagi, dan bodohnya aku baru teringat belum makan apa pun.
Sepasang tangan memegang lengan atasku. Berusaha menopang badanku agar tidak terjatuh.
Tetapi anehnya, sebuah memori atau gambaran terbersit di depanku. Seperti sebuah film lama yang terputar kembali. Seperti memori yang telah ku lupakan. Memori yang sengaja atau tidak sengaja terhapus dari sejarah kehidupanku. Sebagian dari mimpiku semalam terlintas dibenakku. Wajah hangat lelaki yang ada di mimpiku memang terlihat tidak asing. Wajahnya mengingatku pada seseorang yang kurindukan. Rindu yang sangat mendalam. Rindu yang tidak bisa kujelaskan dengan rangkaian kata-kata dan susunan kalimat indah penuh makna kerinduan dengan majas hiperbola. Tetapi entah mengapa aku sangat merindukannya.
"Hei. Kau tidak apa-apa?" Pemilik suara berat itu berusaha memfokuskan diriku. Aku tahu pemilik suara itu, lelaki cabul di depanku--oke, mungkin aku sedikit keterlaluan sekarang dengan memanggilnya dengan sebutan cabul.
Kemudian gelap.
###
Apa yang sudah kulupakan selama ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
sinking - ✔️
Fanfiction(fin) Saat bola hitam dimatanya fokus hanya pada dirimu. © arestea, 2017