Malam itu disebuah cafe terdapat seorang pemuda yang kira-kira masih berumur 22 tahun, sedang duduk menunggu seseorang yang belum kelihatan batang hidungnya. Tiba-tiba dari arah depan ada yang memanggil namanya.
"Arva."
Sesosok wanita menghampirinya. Dengan senyum yang mengembang dibibir indahnya, wanita itu duduk dihadapan Arva.
"Kamu udah lama nunggu ya? Aduh sorry banget, soalnya macet tadi. Kamu kan tahu sendiri Jakarta macetnya kayak apa." Sesal wanita itu yang diketahui bernama Nadia. Yakni pacar Arva.
"Ya, nggak apa-apa kok." Ucap Arva datar.
Nadia hanya tersenyum.
"Oh ya kamu udah pesan apa?" tanya Nadia lembut dengan senyum yang masih mengembang dibibirnya.
"Nggak. Emm..." balasnya masih dengan wajah datar.
"Oh ya udah aku pesanin ya?" Nadia memanggil Waitress.
Seorang Waitress pun datang menghampiri mereka. "Silahkan Nona, mau pesan apa?"
Nadia melihat daftar menu makanan dan minuman sambil menimbang-nimbang makanan apa yang akan ia pesan. Tiba-tiba tangan Arva sudah merebut daftar menu tersebut dan mengembalikannya kepada Waitress yang lagi menunggu.
Arva berdecak kesal. "Maaf Mbak kami nggak pesan apa-apa."
"Loh, kok..." Nadia terkejut atas ucapan Arva.
Sedangkan Waitress tersebut masih berada ditempatnya berdiri.
"Mbak nggak dengar saya ngomong apa?! Kami nggak pesan apa-apa. Jadi tolong tinggalkan kami!" Ucap Arva lagi setengah berteriak.
Sontak semua pengunjung melihat ke arah mereka dengan tatapan tidak suka, bingung, dan masih banyak lagi.
"Ba... baik Tuan. Permisi." Waitress itu melangkah pergi.
Nadia hanya memandang punggung Waitress yang mulai menghilang ditikungan yang membatasi dapur, dan Arva bergantian dengan ekspresi yang sangat kecewa.
"Arva kamu kenapa sih? Aku kan mau..."
Belum sempat Nadia manyelesaikan omongannya, Arva sudah memotongnya. "Gue ke sini mau ngomong sama lo. Bukan mau makan!"
"Ya seenggaknya kamu bersikap sedikit lebih sopan kepada Waitress tadi. Bagaimana pun dia lebih tua dari kamu..." Nadia menghela nafas panjang. "Aku udah sabar, bahkan sangat sangat sabar untuk ngehadepin sikap kamu yang dingin itu, Arva. Tolong kamu ubah sedikii...tt aja sikap kamu yang..."
"Kita putus!"
Kata itu. Kata itu yang membuat Nadia berhenti berbicara. Kata itu yang membuat jantung Nadia seakan berhenti berdetak. Kata itu yang membuat air mata Nadia sudah berada dipelupuk mata.
"Arva kamu bercanda kan? Are you kidding me, right?" Ucapnya lirih berusaha menghibur diri.
"Nope . I'm not kidding you. I'm serious!" jawab Arva tegas.
Mata Arva tidak berani menatap mata Nadia, karena dia tidak mau melihat air mata Nadia. Terang saja, air mata Nadia sudah membanjiri pipi mulusya.
Sudah satu menit berlalu mereka melewati keheningan dengan air mata Nadia yang bercucuran. Akhirnya Nadia angkat suara. "Jadi ini... jadi ini yang kamu mau omongin ke aku?"
Arva hanya diam seraya memandang taman bunga yang ada diluar. Kebetulan cafe ini berinterior kaca disetiap dindingnya.
"Kenapa?" suara Nadia hampir tak terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
Teen FictionFelitha adalah seorang gadis yang baru masuk kuliah. Ia seorang gadis yang banyak penggemar sehingga sering di teror oleh penggmarnya itu. Tapi gimana kalau seorang Felitha yang cantik, banyak cowok yang suka padanya, tidak memiliki pacar hingga ia...