Mellody terbaring di atas ranjangnya. Matanya tertutup dan napasnya terdengar teratur. Ia tertidur dengan nyenyaknya, merasa tak ada sedikitpun beban di pundaknya.
Lagu dengan genre ballad mengiringi malam panjang Mellody. Membuat alam bawah sadarnya mengarungi luasnya dunia mimpi.
Sinar mentari menyambut pagi Mellody. Gadis itu segera bersiap ke sekolah agar tidak terlambat karena kota Jakarta saat pagi itu seperti neraka. Panas dan padat.
"Pagi, Nes!" Mellody menepuk pelan punggung Vanessa ketika ia sampai di depan kelasnya, kebetulan Vanessa juga baru saja datang. Pagi ini Mellody sungguh ringan, ia menyapa setiap teman sekelasnya dengan senyuman.
Mellody duduk di kursinya dengan gusar. Ia menengok ke belakang dan didapatinya Kevin yang sedang menelungkupan wajahnya di atas meja. Pasti bangun kepagian tuh anak. Mellody terkekeh kecil dan kembali menghadap ke depan.
Bel berbunyi tiga menit yang lalu. Para murid segera masuk ke kelasnya masing-masing membuat koridor perlahan mulai sepi. Begitupun Mellody, ia segera merapikan barang-barangnya dan berjalan ke ruang musik 3.
"Sebagaimana contoh yang saya tunjukkan tadi, kalian harus membuat satu lagu dengan lirik dan aransemen kalian sendiri. Minggu depan kalian presentasikan." Semua murid 11-2 terbelalak akan tugas dadakan ini. Kecuali satu yang terlihat tidak peduli, Kevin. Ia hanya memandang kosong ke luar jendela, entah apa yang dipikirkannya.
Senyuman Mellody yang selalu terpajang sepanjang hari ini lenyap tertelan bumi. Hilang begitu saja. Ia sungguh tak pernah membuat lagu seutuhnya, benar-benar dari nol.
Kelas baru saja dibubarkan dan tak lama bel usai pelajaran berbunyi. Mellody yang sudah merapikan barangnya sejak tadi bergegas menuju perpustakaan. Mencari bahan pembelajaran untuk membuat lagu.
Ia sungguh terkejut saat Pak Retno menugaskan hal sesulit itu. Ini masih bulan keduanya di Kadensa SHS dan ia masih awam dalam membuat musik. Mellody hanya suka mendengarkan lagu, bukan membuat lagu.
Mellody duduk di sudut perpustakaan mencari tempat yang sekiranya cukup sepi. Buku-buku tertumpuk di hadapan Mellody. Gadis itu mengambil buku pada tumpukan teratas dan mulai membacanya saksama.
Lama berkutat dengan buku-buku di perpustakaan membuat Mellody jengah. Tak ia dapatkan satupun ilham atau mukjizat. Mellody kembali merapikan buku-bukunya dan bergegas pulang.
🎶
Malam hari di daerah Kebayoran Baru sangatlah ramai. Dan disinilah Mellody berada, di sebuah kafe ramai pengunjung dengan headphone yang terpasang kokoh di kepalanya. Mellody melanjutkan ekspedisinya dalam mencari keajaiban untuk membuat lagu. Ia terus memutar isi kepalanya mencari inspirasi.
Bel pintu kafe berbunyi dan menampilkan seorang cowok berparas tampan dan postur tinggi memasuki area kafe. Mata cowok itu menjalar mencari kursi kosong untuk ditempatinya. Tak lama, ia tersenyum melihat seorang cewek dengan headphonenya tengah tertunduk menulis sesuatu sendirian. Ia berjalan mendekati meja yang ditempati Mellody.
Mellody mengangkat wajahnya mendengar suara tarikan kursi di depannya. Mellody terperangah mendapati Kevin tengah duduk di depannya. Sungguh hal yang tak pernah Mellody bayangkan.
"Lo lagi cari referensi tugasnya Pak Retno, ya?" tanya Kevin sambil meminum bubble tea milik Mellody tanpa rasa bersalah.
"Ah, eh, iya." Mellody menjawab sekenanya, bingung harus merespon bagaimana. Hatinya kembali berdesir seperti saat ia memegang tangan Kevin untuk pertama kalinya. Ada sesuatu yang menggelitik di dalam dadanya dan Mellody tak mengerti hal itu.
YOU ARE READING
MELLODY
Teen FictionMellody, si cewek yang cuma tau musik otodidak tanpa pengalaman, tiba-tiba dikejutkan dengan kehidupan 'dunia musik' yang sebenarnya. Dibantu dengan teman-temannya, Mellody bertekad melangkah jauh ke depan untuk membuat 'melodi'nya sendiri.