Dor!! Dor!! Dor!!
Sejak pagi tadi kediaman Ardian telah diisi dengan keributan Ibu Mellody yang tengah membangunkan Mellody dari luar kamar. Ibunya sudah naik pitam karena Mellody belum juga bangun.
Keluarga Ardian memang kental akan kedisiplinan. Semua anggota keluarga harus sudah bangun pagi sekali agar rejeki tidak dipatok ayam, begitulah prinsip keluarga dengan 4 orang tersebut.
Keluar dari prinsip Ibu Mellody, Mellody justru masih meringkalkan tubuhnya di atas ranjang sementara jam telah menunjukan pukul sembilan. Sungguh disiplin yang menyimpang.
"Melo, astaga! Mama udah seribu kali bangunin kamu, kapan mau bangun? Ayam saja sudah keliling komplek jam segini!" Memang kuasa seorang ibu, Mellody akhirnya membuka matanya.
Semalam saat ia kembali ke rumah, ia langsung memasuki kamarnya dan tertidur pulas di atas ranjangnya. Semangatnya terkuras habis semalaman bersama Kevin. Ia sangat lelah.
"Iya, Ma. Melo udah bangun kok." Leher putih Mellody terlihat bergaris, menunjukan dirinya sedang berseru dengan nada tinggi. "Bawel banget, ah." Tentu saja kalimat tersebut tidak akan terdengar oleh ibu Mellody. Jika terdengar, sudah dipastikan telinga Mellody akan memerah pagi ini.
Mellody menyingkap selimutnya dan turun dari ranjangnya. Kakinya melangkah menuju kamar mandi. Meski ini hari minggu, Mellody tetap memandikan dirinya karena mandi merupakan kewajiban menurutnya. Tak heran Mellody memiliki kulit yang kencang dan bersih.
Setelah keluar dari kamar mandi, Mellody menyalakan music playernya dan membuat playlist yang terdiri dari lagu-lagu ternama.
Ia mendudukan dirinya di depan meja belajar, membuka buku dan mulai menggoreskan penanya ke dalam buku itu.
Bu Lasmi, pembantu rumah tangga keluarga Ardian datang dengan cemilan dan segelas minuman di atas nampan untuk Mellody karena pagi tadi ia tidak sarapan bersama.
"Makasih ya, Mba." Mellody mengambil nampan yang di bawa Bu Lasmi dan meletakkannya di atas nakas, Bu Lasmi keluar kamar Mellody setelahnya.
Mellody mendedikasikan hari minggunya untuk menulis lirik lagu. Pena yang digenggamnya diketukkan pelan ke kening Mellody. Ia sedang berpikir keras untuk tugasnya kali ini berbeda dengan tugas-tugas saat ia bersekolah di Nusa Dua.
Terlihat Mellody baru mendapatkan lirik untuk verse pertama dan prechorus saja. Ia harus memikirkan pitch di reffnya. Itu bukan hal mudah mengingat bagian chorus harus lebih menonjol dibanding bagian lainnya. Kepala Mellody mulai berasap. Sudah berjam-jam ia duduk di depan meja belajar namun hanya setengah halaman saja lirik yang berhasil ia buat.
Mellody bangkit dari kursinya dan merebahkan raganya diatas kasur empuk miliknya. Detik, menit dan jam berlalu. Napasnya teratur menandakan dirinya tengah terlelap.
Alam mimpi mengajak jiwanya kembali pada waktu ia berkencan dengan Kevin. Banyak hal indah yang dialami Mellody saat itu.
Jemari lentik Mellody sedikit tergerak diikuti matanya yang perahan membuka. Mellody mengganti posisi tidurnya menjadi duduk. Wajahnya terlihat bingung, namun sesaat kemudian ia tersadar bahwa ia telah kembali ke dunia.
Mellody tersenyum kecil dan bersemangat turun dari tempat tidurnya. Ia buka kembali buku berukuran A5 yang masih tergeletak di atas meja belajar.
Entah mengapa kepalanya begitu ringan sekarang. Bak mendapat wangsit dari mimpinya barusan, dengan lihai Mellody menggerakan penanya di atas buku. Taklama kemudian, senyum puas tergambar.
"AKHIRNYA!" Mellody meregangkan otot-ototnya. Tangannya tertarik ke atas dan kepalanya mendagak.
Sesaat ia merasa lega hingga ia teringat masih ada sesuatu yang kurang. Tangan kanan Mellody tergerak menepuk kencang dahinya. "Musiknya belum gue buat!"
YOU ARE READING
MELLODY
Teen FictionMellody, si cewek yang cuma tau musik otodidak tanpa pengalaman, tiba-tiba dikejutkan dengan kehidupan 'dunia musik' yang sebenarnya. Dibantu dengan teman-temannya, Mellody bertekad melangkah jauh ke depan untuk membuat 'melodi'nya sendiri.