Gue terbangun dari tidur lelep gue karena merasakan sinar matahari yang masuk dari celah-celah gorden.
Gue menggeliat lalu melihat jam yang menunjukan pukul 7 pagi. Gue memilih untuk mandi.
Setelah selesai mandi, gue keluar kamar. Gue berjalan menuju dapur, namun gue tak melihat tanda-tanda keberadaan Lara.
Tak terasa sudah hampir satu bulan gue tinggal bareng Lara.
Gue berjalan menuju kamarnya lalu mengetuk pintu kamarnya. Setelah menunggu beberapa saat, namun dia belum juga membuka pintunya. Rasa khawatir langsung muncul.
Dengan berani gue membuka pintu kamarnya lalu berjalan memasuki kamar ini.
Gue tak menemukan dirinya, tiba-tiba suara pintu kamar mandi terdengar terbuka dan gue melihat Lara yang hanya memakai tank top putih dan celana panjang jeans hitam yang baru keluar dari sana.
Dia terkejut saat melihat gue, lalu dengan cepat dia membalik tubuhnya.
Mata gue tertuju pada sesuatu yang berada pada punggungnya. Sebuah bekas luka cukup panjang yang terlihat sangat jelas berada pada punggungnya itu.
Lalu Lara berlari masuk ke dalam kamar mandi.
Gue langsung tersadar dari apa yang baru aja terjadi. “Maaf Lara, gue udah lancang masuk ke dalam kamar lo. Serius tadi gue udah mengetuk pintu tapi ga ada jawaban, jadinya gue khawatir dan langsung masuk ke sini deh. Sekali lagi maafin gue. Kalo gitu gue tunggu lo ya untuk sarapan.” Ucap gue lalu berjalan keluar dari kamar ini.
Pikiran gue masih melayang pada luka yang terdapat pada punggung Lara.
Dari mana dia mendapatkan luka seperti itu? Gue yakin kalau itu bukan luka yang biasa. Apa gue harus menanyakan padanya? Ah tidak-tidak, ini bukan urusan gue.
>>>>>>>>>>
Saat ini kami sedang berada di dalam mobil. Gue merasakan rasa canggung yang terpancar dari diri kami berdua.
iPhone gue bergetar, tanda ada pesan masuk.
From: Kelly
Hari ini ayah ngajak lo makan malem di rumah gue. Lo bisa ga?
To: Kelly
Bisa. Tapi gue boleh bawa temen ga?
From: Kelly
Boleh. Jam berapa lo kesini?
To: Kelly
Mungkin jam 7 lewat, gue baru sampai sana. Ga apa-apa nih?
From: Kelly
Yup, santai aja.
Gue berdeham pelan. “Ehem.. Lara, malem ini lo bisa nemenin gue?”
Dia menengokan kepalanya untuk melihat gue. ‘Kemana?’
“Ke rumah temen gue.” Jawab gue.
‘Acara makan malam?’
“Yup. Lo mau kan nemenin gue?”
‘Aku kan bekerja sampai jam 8 malam, jadi aku tak bisa nemenin kamu. Maaf Tristan.’
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Rasa
RomanceBisa mencintai seseorang bukankah anugerah yang sangat luar biasa? Apalagi kalau cinta ini disambut juga oleh orang yang kita cintai, maka perasaan kita pasti akan sangat bahagia bukan? Tetapi berbeda dengan kisah gue. Gue gagal memilikinya, gue gag...