Ellena mencebikkan bibir dan masuk ke dalam toilet dengan perasaan yang luar biasa kesal. Dia mematut diri di depan cermin dan mendapati bayangan dirinya yang sedang berwajah kecut berada disana. Ellena benar-benar sangat kesal hari ini. Ucapan Melvern tadi benar-benar menyindirnya.
"Sekecil apa pun perusahaan ini, kamu tetaplah karyawan di sini. Kamu yang harus mengikuti peraturan perusahaan, bukan perusahaan ini yang mengikuti peraturan kamu. Mengerti?"
Ellena tahu kalau dia memang karyawan baru dan meminta kas bon di muka benar-benar tidak pantas. Memang salahnya yang terlalu berani untuk mengusik Melvern. Dia terlalu memandang rendah seorang Melvern Wijaya Hantara.
Karena Melvern selalu baik terhadap setiap karyawannya dan membiarkannya bebas asal tanggung jawab mereka dipenuhi, Ellena mengira meminjam uang pada Melvern pastilah semudah makan saat lapar. Tapi ia lupa, bahwa di sini ia sedang berbicara terhadap seorang atasan. Kebaikan dan keramahan Melvern membuatnya lupa diri. Sebaik dan seramah apa pun Melvern terhadap semua karyawannya, ternyata dia punya batasan. Dan terhadap karyawan yang mulai melunjak seperti Ellena, Melvern benar-benar menunjukkan secara terang-terangan setebal apa batasan diantara mereka berdua.
"Beli yang kamu butuhkan, bukan yang kamu inginkan."
"..."
"Saya merasa saya sudah cukup baik terhadap kamu, jadi sekarang saatnya kamu membalas saya dengan kinerja yang baik."
"Saya akan menunjukkan kinerja yang baik jika anda mau meminjamkan uang pada saya."
Melvern menggeleng. "Saya butuh bukti, bukan janji." Tukasnya.
"Tapi, Pak?"
"Tidak ada tapi-tapian Ellena," Melvern menatap Ellena. "Untuk mendapatkan sesuatu kamu harus berusaha. Berhutang tidak akan membuatmu hidup lebih baik, melainkan membuat hidupmu makin sengsara."
Ellena hendak menyela, namun Melvern tidak memberikan kesempatan untuknya untuk bicara. Dan perkataan terakhir Melvern, menjadi akhir pembicaraan mereka sore itu.
"Di sini saya yang membuat aturan, dan tugas kamu mematuhinya. Bukan yang lain." Tegasnya.
Meskipun semua perkataan Melvern memang benar adanya, Ellena yang masih emosional dan kekanakan menganggap semua itu hanya alasan Melvern untuk menyudutkannya saja. Dan mendapat kritikan dari Melvern membuat Ellena harus berpikir ulang untuk menjadikan pria itu sebagai pohon uang.
Meminjam saja tidak boleh, apalagi jika meminta?
***
Sore harinya, Ellena menghabiskan waktunya membongkar tiga buah filling cabinet demi mencari bukti arsip dari faktur penjualan dua bulan lalu. Ada ketidaksesuaian yang tertera di data pemesanan customer dan faktur penjualan perusahaan, sehingga ketika Mike – salah satu sales penjualan menagih pembayaran yang sudah jatuh tempo, customer yang bersangkutan menolak untuk membayar.
Benar-benar menyusahkan, batin Ellena. Bukan aku yang melakukan kesalahan, tapi karena aku yang menggantikan admin terdahulu, aku yang harus bertanggung jawab atas kesalahannya.
Sepuluh menit yang lalu, bos culun itu memintanya untuk mencari bukti penjualan yang kemudian dituruti Ellena dengan setengah hati. Dia punya dua alasan mengapa dia jadi enggan disuruh-suruh sekarang.
Pertama, karena kekeliruan faktur penjualan bukan salahnya. Ellena adalah tipe yang egois. Meski sekarang bagian keuangan adalah tanggung jawabnya, dia tetap merasa keberatan harus mengurus sesuatu yang dimulai oleh orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MONEY TREE (TELAH DITERBITKAN)
ChickLitEllena Reinadeth Sridjaja, shopaholic sejati yang tidak bisa hidup sehari tanpa belanja. Hobinya menghabiskan uang. Cita-citanya pun hanya ada satu, yaitu menikahi pria kaya dan hidup bahagia selama-lamanya. Terobsesi untuk mencari "pohon uang", a...