Hai, saya kembali dengan revisian setelah sekian lama! Enjoy! :)
-Fey-
***
Ada pepatah yang mengatakan, mulutmu adalah harimaumu.
Ellena sama sekali tidak menyangka bahwa ucapannya saat emosi direspon serius oleh mamanya. Ia memang sempat berunjuk rasa dengan mogok makan dan merengek mamanya untuk mencarikan jodoh, tapi kan ketika itu ia tengah putus asa mengejar Melvern. Sekarang semangat juangnya sudah kembali. Tapi mengapa ketika ia ingin memperjuangkan perasaannya, mamanya justru mengabulkan permintaannya untuk menjodohkannya dengan pria kaya? Pertanyaannya, KENAPA TIDAK DARI DULU???
Ellena menolak mentah-mentah perjodohan itu pada Irena dan bisa dibayangkan apa respon mamanya itu? Dengan mata berkilat-kilat marah seolah bisa mengeluarkan laser, Irena mengomelinya habis-habisan. Memang dasar Ellena, tidak dituruti salah, dituruti malah melunjak.
Hari itu hari minggu siang yang cerah, ia melangkah masuk ke dalam sebuah kafe bergaya minimalis yang terletak di pusat kota. Hari itu Ellena mengenakan gaun cantik berwarna hijau tua dengan tas dan heels Channel berwarna senada.
Hari itu Ellena benar-benar kembali ke Ellena yang dulu. Ellena yang keren, glamour, dan juga fashionable. Rambut coklat bergelombang miliknya dibiarkan tergerai begitu saja.
Tidak ada lagi bau keringat karena pengapnya suasana di metromini , tidak ada riasan make up yang luntur , karena hari ini Irena mengijinkan putrinya membawa mobil. Irena bilang ia tidak punya pilihan lain selainkan mencarikan putrinya jodoh yang sepadan karena mengira putrinya serius ingin mengundurkan diri dari perusahaan Melvern. Ia sampai mencari mak comblang yang notabene adalah salah satu teman arisannya yang akhirnya menawarkan putranya untuk menjadi menantu Irena setelah mendengar promosi yang spektakuler dari calon besan bahwa putranya itu tampan, model papan atas, rajin menabung, tidak sombong, dan hanya sedikit angkuh.
Saat itu Irena pikir apanya yang tidak sombong kalau calon mantunya itu ternyata sedikit angkuh? Bedanya sombong sama angkuh apa coba? Tidak ada perbedaan yang berarti. Tapi setelah ia pikir-pikir lagi, lebih baik ia biarkan putrinya bertemu dengan calonnya dulu, toh sifat putrinya jauh lebih hancur lagi. Irena justru agak merasa kasihan dengan calon menantunya kelak.
Kembali ke masa kini, Ellena memilih meja yang berada di pojok ruangan dan duduk di sudut sana. Seorang pelayan datang menanyakan pesanannya dan Ellena menjawab bahwa dia akan memesannya nanti jika temannya nanti tiba. Teman? Siapa pula yang dia sebut teman? Dia bahkan tidak pernah bertemu dengan orang itu sebelumnya.
Ellena datang kemari hanya ingin tahu seperti apa calon yang dipilih oleh mamanya, sekaligus menguji seberapa tinggi selera seorang Irena Sridjaja dalam ajang mencari calon mantu yang ideal.
Ia mengikuti permintaan mamanya ini dengan setengah hati karena sadar ini akibat karena ia tidak bisa mengontrol emosinya sendiri. Tapi aneh. Meskipun ia sudah memutuskan untuk memperjuangkan Melvern, bukankah seharusnya ia merasa senang karena akhirnya cita-citanya untuk memperoleh pohon uang akan terwujud sebentar lagi? Tapi mengapa ia justru merasa ada sesuatu yang kurang?
Ya, ada yang kurang dan yang kurang itu Melvern. Sekaya apa pun pria yang dicarikan mama Ellena, sudah tidak ada artinya lagi kalau 'jodohnya' bukan Melvern. Tapi masalahnya sekarang, kalau Ellena mau menerima Melvern apa adanya, memangnya Melvern mau sama Ellena?
Pertanyaan itu sukses mengembalikan Ellena kembali ke dunia nyata. Untuk pertama kali seumur hidupnya ia takut ditolak apalagi jika ia ditolak oleh seorang calon duda. Perasaannya campur aduk dan rasa minder mulai menghinggapi dirinya yang dulunya adalah wanita yang penuh dengan percaya diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MONEY TREE (TELAH DITERBITKAN)
Literatura KobiecaEllena Reinadeth Sridjaja, shopaholic sejati yang tidak bisa hidup sehari tanpa belanja. Hobinya menghabiskan uang. Cita-citanya pun hanya ada satu, yaitu menikahi pria kaya dan hidup bahagia selama-lamanya. Terobsesi untuk mencari "pohon uang", a...