Sepeninggal Melvern, Miranda masuk ke dalam ruangan menghampiri Ellena. "Mau makan siang bersama?" Tawarnya ramah.
Ellena menatap uang pemberian Melvern sekilas, kemudian beralih menatap Miranda. Dia masih bingung akan makan apa siang itu.
"Memangnya mau makan di mana?" Tanyanya ragu. "Restoran padang?" Tanya Ellena lagi.
"Apa maksudmu?" Tanya Miranda. "Jika setiap hari makan nasi padang, bisa-bisa gaji sebulan langsung habis dalam sekejap." Miranda tertawa.
"Lalu kita mau makan apa?" Tanya Ellena.
"Makan AW." Jawab Miranda santai.
"Oh, AW? Ayo kalau begitu," Ellena kemudian bangkit berdiri dan melenggang keluar dari dalam ruangan diikuti Miranda di belakang.
Ellena pikir Miranda akan mengajaknya makan di restoran ayam goreng cepat saji, tapi ternyata kenyataannya berbeda. Sesampainya mereka di tempat tujuan yang ternyata masih satu kompleks dengan kantor, Ellena kontan ternganga.
"Apa ini, Mira?" Tanya Ellena sambil menunjuk sebuah warung kecil dengan tenda biru di depan terasnya.
Miranda menjawab santai, "Seperti yang kamu lihat. Ini Warteg. Warung Tegal."
"Bukankah tadi kau bilang mau mengajakku makan di AW? Kenapa justru membawaku ke tempat seperti ini?"
"Apa maksudmu tempat seperti ini?" Miranda menatap Ellena heran. "AW itu singkatan dari Aneka Warteg. Ayo masuk!" Ajaknya.
Kontan saja Ellena langsung menatap warung di depannya dengan tatapan jijik. Seumur hidupnya, Ellena tidak pernah makan di warteg.
Alasan pertama, karena selama ini hidup Ellena tergolong hidup enak, dan alasan kedua adalah Ellena tidak bisa makan sembarangan, terakhir kali saat dia makan sembarangan adalah saat dia masih duduk di bangku SMP.
Saat itu Ellena tergoda dengan bubur abang-abang pinggir jalan, namun setelah makan bubur tersebut dia langsung sakit perut sampai terkena typhus. Sejak saat itulah Ellena tidak pernah makan sembarangan lagi apalagi menginjakkan kaki di warteg yang tak jelas asal usulnya.
Miranda masuk ke dalam warteg dan hendak mengantri. Ketika dia menyadari Ellena masih mematung di tempatnya, dia langsung berbalik dan memberi isyarat agar Ellena cepat masuk, namun Ellena menolak.
Tak sabar menunggu Ellena, Miranda akhirnya berinisiatif menariknya masuk ke dalam warteg.
"Aku tidak biasa makan warteg, Mira." Tolak Ellena sambil berusaha menarik tangannya dari Miranda.
"Jadi kamu lebih memilih kelaparan sampai sore, begitu?" Tanya Miranda.
"Aku bisa pesan delivery," tukasnya.
"Dan ketika makananmu sampai, jam makan siang sudah berakhir." Jawab Miranda.
Mau segencar apa pun bujuk rayu yang digunakan Miranda agar Ellena sudi masuk ke dalam warteg, wanita satu itu tetap keras kepala. Miranda mendesah, teringat akan ucapan Melvern tadi pagi tentang karyawan baru ini.
"Anak baru kali ini sudah terbiasa dengan gaya hidup di Singapura, jika terkadang sikapnya terkesan arogan, maklumi saja dan perkenalkan gaya hidup sederhana di Jakarta padanya."
Saat Miranda masih mencoba membujuk Ellena, Melvern yang sudah sejak tadi berada di dalam warteg pun keluar ketika mendengar dua suara familiar dari luar warteg.
"Ellena? Miranda? Sedang apa kalian di luar?"
Ellena dan Miranda yang sedang tarik menarik pun langsung menghentikan aksinya. Ellena tampak kaget dengan kemunculan Melvern dari dalam warteg.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MONEY TREE (TELAH DITERBITKAN)
ChickLitEllena Reinadeth Sridjaja, shopaholic sejati yang tidak bisa hidup sehari tanpa belanja. Hobinya menghabiskan uang. Cita-citanya pun hanya ada satu, yaitu menikahi pria kaya dan hidup bahagia selama-lamanya. Terobsesi untuk mencari "pohon uang", a...