SATU

41.7K 3.2K 58
                                    

PASTA

|•|

Selalu dan selalu, Kinan berharap jika dirinya tidak akan dipertemukan dengan Bam— mantan suaminya—oleh takdir Tuhan. Tapi pada kenyataannya, ini memang hanya sia-sia. Bohong jika Kinan sudah tidak memiliki rasa terhadap Bam lagi, karena Kinan bukan manusia munafik. Jika cinta dia akan mengatakan cinta, jika sayang maka dia akan mengatakan sayang. Namun, bukan berarti jika dia merasakan semua itu, maka Kinan akan dengan bodohnya bertahan.

"Kana... yang ngasih tau kamu?" tanya Kinan yang sengaja membawa Bam menuju halaman belakang rumah Gina. Dia ingin berbicara agar tidak ada kesalahpahaman. Gina mengira jika Kinan akan gegabah dan membuat adegan dramatis akan kekecewaannya pada Bam, tapi tidak! Kinan tidak se-kekanakan Gina.

"Bukan." Terlalu singkat. Sebab Bam tidak ingin banyak bicara, Bam hanya ingin menatap wajah wanita berharganya lebih lama dan hikmat.

"Kamu nyari?" tanya Kinan kembali, dan diangguki oleh Bam. "Buat apa?"

"Untuk memastikan keadaan kamu baik-baik aja. Begitu juga... anak kita."

Bagai digerus hingga melebur hancur, Kinan mendapatkan fakta bahwa mantan suaminya mencemaskan keadaan Kinan—sang mantan istri.

"Hum... kami baik. Kalo kamu berpikir saya akan mencelakakan anak saya, itu nggak akan terjadi."

Kinan membatasi diri, dengan panggilan yang lebih kaku. Kinan tidak lagi menyebut aku, tetapi hanya saya.

"Kamu berubah?"

Kinan mengernyit. "Pertanyaan kamu kenapa terdengar seperti pernyataan, ya? Saya nggak bisa jawab."

"Kenapa harus mengubah panggilan?"

"Karena harus ada batasan, sebagai mantan. Kamu dan saya harus ada pembatasnya," Kinan menjeda sebentar. Melihat Bam akan menyanggah, maka Kinan terlebih dulu menyahut. "Tapi saya nggak akan membatasi intensitas kamu bertemu Kanu. Bagaimana pun, Kanu harus tau siapa ayah kandungnya."

Bam tidak percaya ini, meski terlihat jelas banyak kekecewaan Kinan terhadap diri lelaki itu, Kinan tetap bisa mengendalikan diri. Usia Bam bahkan lebih dewasa dibanding Kinan, tapi Kinan mampu lebih bijak menghadapi kenyataan.

"Mau ketemu Kanu sekarang?" tawar Kinan yang tidak ingin lebih lama lagi diperhatikan oleh manik Bam.

"Kalo diperbolehkan," jawab Bam.

"Kita masuk kalo gitu."

Langkah Kinan mendahului, menuntun Bam yang ada di belakangnya. Acara ulang tahun tersebut khusus mengundang anak-anak. Gina beserta keluarga kecilnya tidak terlihat di mana, sedangkan Kanu sedang bermain. Kanu memang anak yang lebih pasif, bukan berarti tidak suka bergaul, Kanu mewarisi sifat Bam yang memilih diam ketimbang banyak bicara dan ulah.

Di dekat kolam ikan—Gina dan Kana memang membuat kolam ikan kecil dekat dapur kotor mereka. Kanu sedang memberi makanan pada ikan-ikan, waktu terasa lebih berarti bagi Kinan ketika melihat putranya bahagia dengan caranya sendiri.

"Hai, Mas! Seru ngasih makan ikan nya?" Kinan membuat Kanu tersenyum, dan senyuman itu pula yang membuat hidup Kinan lebih cerah.

PASTA (BACA LENGKAP DI DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang