Home #3

4.6K 669 21
                                    

15:08

Seoul, 19 Februari 2017.

.
.
.

Harusnya sekarang Chanyeol sudah tiba di Seoul, tapi sampai saat ini, pria jangkung itu belum menghubungiku sama sekali. Apa dia lupa dengan janjinya hari ini?

Kencan. Kencan kami setelah sekian lama.

Aku sudah merencanakan untuk mengajaknya pergi menonton film dan mengunjungi banyak tempat lucu malam ini.

Apa ia melupakannya?

Ah, pikiranku meracau setiap kali mengharapkan kehadiran Chanyeol. Aku takut dia berhalangan dan membatalkan janji kami hari ini. Aku tidak mau ia membatalkan kencan kali ini. Tidak mau. Setiap harinya, dia sudah menjadi Chanyeol-nya banyak orang. Tidak bisakah setidaknya untuk malam ini saja dia membagi sedikit waktunya untukku?

Egois?

Ah, bukan maksudku untuk bertindak egois, sama sekali bukan!

Aku hanya ingin memastikan secara langsung apa pria itu baik-baik saja. Dia kelihatan sangat sibuk akhir-akhir ini.

..Aku juga hanya ingin ada seseorang yang menemaniku pergi jalan malam ini. Kau tahu kan tinggal seorang diri disebuah kota besar seperti Seoul kadang membuatku bosan.

Sungguh. Hanya itu alasanku.

Dan juga,
.
.
.
Aku "hanya" merindukannya.

***

Sudah sekitar 30 menit aku duduk di sofa ruang tengah sambil sesekali memainkan tombol remote televisi. Televisi disore hari selalu dipenuhi oleh acara promosi peralatan rumah tangga dari home shopping. Aku menghadap ke arah televisi, tapi sebenarnya pandanganku menerawang.

Aku lalu memperhatikan kaos putih kebesaran yang kukenakan saat ini.
Ah, Seharusnya aku bersiap mandi dan menata rambutku saat ini, tapi entah mengapa aku merasa amat malas. Untuk apa bersiap kalau Chanyeol saja belum tentu menjemputku?

Aku menunggu kabar.

Memutuskan untuk dandan saat ini rasanya seperti ketika aku ingin memesan menu makanan tanpa mengetahui berapa uang yang kubawa di dalam dompetku dan si pelayan tengah berdiri di samping mejaku menunggu menu apa yang akan kupesan.

Perasaan yang kemarin bersorak "aku tak sabar dia datang" kini terdengar seperti rengutan "aku tidak yakin dia datang. "

Menyedihkan

Aku pun menghela nafas panjang. Park Chanyeol. Kemana dia? Kenapa belum mengabariku? Aku sudah mencoba untuk menghubunginya tapi hasilnya nihil.

Ponselnya bahkan tidak aktif.

Aku mulai merasa cemas, takut-takut sesuatu yang buruk menimpanya. Aku menggigit bibir bagian bawahku dan mencoba untuk berpikir rasional.

"Tenang y/n. Jika sampai -jangan sampai- sesuatu yang buruk menimpa Chanyeol sekalipun, media akan terlebih dulu berkoar menyebarkan beritanya. Dia, Park Chanyeol. Dia pasti baik-baik saja." ujarku pada diriku sendiri.

Curang rasanya karena sampai saat ini selalu aku yang dibuatnya khawatir. Apa semua pria memang rata-rata seperti itu?

Aku mengacak rambutku frustasi lalu bangkit dari sofa, mengambil handuk tebal bewarna biru langit lalu pergi menuju ke arah kamar mandi. "Dia datang atau tidak, aku akan pergi bersenang-senang malam ini-walau hanya sendiri juga 'tidak apa-apa'!" batinku sambil menghentakkan langkah kakiku.

Padahal ada suara dalam diriku yang tak henti-hentinya berbisik,

"Bergegaslah. Park Chanyeol akan menjemputmu nanti. Ia akan menepati janjinya."

HOME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang