"Aku akan menjadi ayah untuk anakmu, dik"
.
.
KOIBITO
.
.
Wanita itu terduduk direrumputan, mengusap sayang sebuah batu nisan dihadapannya. Iris mata wanita itu memancar rindu. Menatap sendu sebuah kramik bertuliskan nama seseorang yang sangat disayanginya.
"Okaa-san, siapa ini?"
seorang anak perempuan dalam pangkuannya bertanya, gadis kecil memiliki kemiripan dengannya. Hanya saja iris mata yang dimiliki gadis kecil itu berwarna hitam kelam. Ia menatap kramik yang diusap sang ibu, lalu ikut membelai kramik tersebut tanpa tahu untuk apa.
"Hyuuga Neji?" tanya gadis kecil itu membaca perlahan tulisan yang terpampang disana. Sang ibu mengangguk lalu membelai surai indigo buah hatinya itu sambil tersenyum.
"Dia pamanmu, yang selalu menunggu mu walau umurnya tak sampai," ujar wanita itu sendu.
"Paman..."
.
.
Malam itu Hinata mengurung dirinya dikamar. Menjauhkan dirinya dari sebuah alat dengan bentuk memanjang, dengan dua garis yang nampak disana. Ia tak bisa menahan air matanya. Hancur sudah segala yang Ia pertahankan selama ini.
Kehormatannya direnggut oleh seorang lelaki tak bertanggung jawab dari golongan kelas borjuis. Seorang sulung dari keluarga kaya raya. Dasar orang kaya, setelah mendapat manis, Ia dibuang begitu saja, disuap oleh satu koper uang dan ancaman menakutkan agar tak menyebarkan berita ini kemuka masyarakat.
Sekarang apa yang Hinata dapatkan? seorang anak dari pria itu. Yang sudah pasti enggan untuk mengaku ketika bayi tak berdosa itu lahir kedunia ini. Salah Hinata pula beraninya memasuki kehidupan gemerlap kalangan borjuis dengan menjadi sekretaris pribadi pria itu.
Niat membantu sang kakak mengais rejeki, Ia justru mendapat sebuah musibah yang menenggelamkannya kedalam sebuah kesengsaraan tak berujung.
"Hinata buka pintunya!"
Pria bersurai cokelat itu terus mengetuk pintu kamar sang adik, tatapannya cemas, nada suaranya begitu khawatir. Dari semenjak Ia pulang kantor, belum sekalipun melihat Hinata keluar dari kamarnya. Entah sejak kapan sang adik mengurung dirinya dikamar.
"Hinata, kumohon buka pintunya. Katakan ada apa?"
Neji masih sabar menunggu sang adik didepan pintu kamarnya, Ia tak ingin seorang pun melukai permata hatinya itu. Sejak Neji menduduki bangku SMU Ia harus mendapat beban berat merawat Hinata seorang diri. Kecelakaan beruntun itu merenggut nyawa kedua orang tua mereka.
Neji menyayangi Hinata lebih dari apapun didunia ini, Jikalau pun harus Ia tukar nyawanya demi Hinata, sudah pasti Ia lakukan. Pernah sekali waktu mereka tak bisa makan akibat uang yang diperoleh Neji dari hasil mengantar koran pagi dipakai untuk biaya sewa rumah mereka. Hinata jatuh sakit akibat tidak memakan apapun selama hampir satu minggu. Neji memutar otak dengan menjual arloji warisan sang ayah untuk membeli obat dan makanan sang adik.
Sekarang Ia bekerja disebuah perusahaan yang memang tak cukup besar dibanding perusahaan tempat Hinata bekerja dulu, milik seorang pria yang kini membuat Hinata mengandung anaknya.
"N-Neji Nii-san ... Aku minta maaf."
Terdengar suara parau yang terdengar lirih dari balik pintu. Neji semakin cemas dibuatnya. Ia benar-benar ingin tahu ada apa. Apa yang terjadi sehingga Hinata jadi seperti ini. Rapuh dan menyedihkan.
YOU ARE READING
Koibito
Fanfiction[ Sorry buat yang requestnya gak terpenuhi, Koibito Close Request karna Authornya minta ditabok:( ] Tak ada yang tahu seperti apa masa depan, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah hari ini. Setiap manusia memiliki suratan takdirnya masi...