"HAH?! Masukin dia ke universitas negeri?! Gak, gak, gak mungkin lah! Ayolah, Bi, Bibi tau sendiri itu gak mungkin. Lagian, Rey juga sibuk ngurusin kuliah."
Seorang wanita paruh baya menghela napas, mengatupkan pelan mata yang terbingkai benda dengan 2 lensa yang bertengger di pangkal hidungnya. Ia menatap fokus pemuda yang duduk di kursi depan.
"Gak ada yang gak mungkin Rey. Apa alasan dia gak mungkin masuk universitas negeri?"
"Ya kan beda, Bi. Dia itu- arrgghh! Dia aja gak pantes disebut siswi sekolahan!" Rey mengerang frustasi.
Memikirkan gadis yang menjadi topik perbincangannya, membuat ia berpikir ngeri."Lagian, kamu jangan bohongin Bibi ya," wanita paruh baya menyipitkan matanya.
"Bibi tau minggu depan sampai 3 bulan yang akan datang kamu kan libur panjang, daripada kamu ngelakuin hal-hal gak penting mending bantuin dia." Bibi Yun menyeruput latte-nya perlahan.
"Emang harus dia? Kan masih banyak anak temen-temen Bibi gitu, tapi kenapa harus dia?" Rey tetap gigih dengan penolakannya.
"Eit, ini bukan Bibi yang minta, ini permintaan ibu kamu. Satu tahun lalu sebelum Dik Via pergi ke Amerika bareng ayah kamu, dia berpesan untuk meminta kamu menjadi tutor Raina agar dia bisa masuk universitas negeri. Lebih bagus lagi kalau dia bisa masuk universitas kayak kamu.
Kamu tau sendiri kan, mamahnya Raina itu sahabat kecilnya ibu kamu sampai sekarang. Dia aja uda anggep Raina kayak anak sendiri."
Jeda.
"Apa salahnya bantu dia? Yah, mungkin dia memang sedikit berbeda dengan cewek-cewek biasanya. Nah itu kan juga tugas kamu, gimana kamu bisa ngerubah dia."
Rey menghela napas pelan sambil memijit pelipisnya
"Tenang aja, sebagai tutor kamu juga digaji kok. Tapi, beda,"
Sambil tersenyum misterius, wanita itu menggantungakan kalimatnya membuat Rey penasaran dengan apa yang dibalik senyum itu.
"Apa?"
"Dalam selang waktu 3 bulan, apapun caranya kamu harus bisa bikin Raina berubah dan bisa masuk universitas bagus. Kalau kamu berhasil..." Bibi Yun sengaja menjeda kalimat beberapa saat, membuat Rey semakin gencar ingin tau lebih lengkapnya.
"...kamu boleh pergi ke Jepang buat liburan dan bebas mau apapun di sana."
Bagai bunga sakura telah mekar di hati pemuda ini. Dia diam tak mampu berucap apa-apa.
Jepang.
Dia selalu berharap untuk pergi ke sana. Namun, ayah dan ibunya selalu melarang. Dan mendadak ada kesempatan untuk mewujudkan mimpinya? Itu suatu keberuntungan.
"Ha? Bibi gak bohong, kan? Ke Jepang?" Rey menanggapinya dengan tawa dan senyuman bahagia.
"Raina bakal masuk ke universitas yang bagus pokoknya!" dengan kalimat ini pun Rey telah menyepakati apa yang Bibi Yun sampaikan sebelumnya.
Sedangkan, wanita itu menampilkan senyum kesekian kalinya. Ia senang permintaannya telah terkabul. Bukan hanya itu, ponakannya juga terlihat sangat bahagia dengan iming-imingnya.
"Ok, berarti uda clear, kan?" Bibi Yun mulai bangkit dari duduknya dan berdiri.
"Hhh ... kalau kamu berhasil, meskipun kamu dibebaskan di Jepang, kamu harus tetap jaga sikap disana, ok? Ya uda, kamu boleh pergi kalau uda mau balik atau mau temuin Raina, mungkin? Kenalan dulu, eh tapi kayaknya kalian uda saling kenal, ya? Bibi masih ada urusan mau pergi, bye sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tutor in Mission
Roman pour AdolescentsKalimat pinta yang diucapkan Bibi Yun terdengar begitu tidak masuk nalar di telinga Rey, seorang pemuda dengan otak encernya. Ia diminta menjadi seorang tutor sementara untuk gadis bernama Raina. Raina, Bad Girl yang berusaha membalas dendam para h...