Bagian Tiga

10 1 0
                                    


Orang bilang jika kita melakukan pekerjaan sesuai dengan hobi, rasanya akan berkali-kali lebih nikmat. Terlebih jika hobi kita bisa mencetak pudi-pundi rupiah. Menanggapi pendapat tersebut, tentu aku sangat setuju akan hal itu. Pekerjaanku memang seorang guru, tapi disatu sisi aku adalah seorang penulis amatir yang gemar memposting berbagai cerita di blog pribadiku. Awalnya aku hanya suka membaca dan entah mendapatkan dorongan serta keberanian dari mana, aku mulai bermain dengan blog dan mencurahkan semua imajinasi kedalam sebuah tulisan.

Walaupun tidak mendapatkan pundi-pundi rupiah, setidaknya aku cukup merasakan kepuasaan karena apresiasi pengunjung blog yang terang-terangan menikmati dan menyukai karya tulisku dalam bentuk komentar-komentar positif yang telah mereka kirim.

Membaca setiap komentar para pembaca yang begitu menghibur, sungguh membuatku bahagia. Ada pembaca yang merasa penasaran dengan kelanjutan ceritaku ada juga yang merasa gemas karena sifat dari para karakter yang kubuat. Well, that's so funny to read it. Komentar-komentar mereka sangat membantu untuk menumbuhkan mood booster ku untuk terus bermain dengan tulisan.

"Miss Myesha monggo dicicipi kue buatan saya." Pandanganku terarah pada sosok Bu Agni, sang guru Biologi yang kini menyodorkan setoples kue kering hasil buatannya. Wanita berusia 33 tahun ini memang dikenal hobi bereksperimen dengan resep-resep kue. Aku yakin jika anak dan suaminya sangat betah tinggal dirumah karena setiap saat selalu disuguhi kue-kue enak. Mengingat masak memasak, aku jadi teringat mama dirumah. Wanita yang sangat kusayangi itu sangat pandai di dapur. Aku saja merasa malu memiliki ibu yang pandai memasak tapi tidak demikian denganku.

"Kue apa nih bu? Kayaknya enak." Kuambil sebuah kue kering berbentuk bulat pipih nan tipis ini.

"Kue kacang. Iseng-iseng bikin lantaran suamiku minta dibuatkan." Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya seraya memasukan kue kacang ini ke dalam mulut.

"Bikin apa toh miss? Materi buat anak-anak ya?" Sontak ku minimize tampilan Microsoft word ini secepat kilat. Aku akan merasa sangat malu jika ketahuan sedang menulis cerita fiksi ditengah-tengah jam istirahat. Sejujurnya aku belum merasa percaya diri jika harus memperlihatkan tulisanku kepada orang-orang yang kukenal.

"Bukan apa-apa bu." Tersenyum ala kuda, itulah yang saat ini kusuguhkan pada bu Agni. Setelahnya aku mendengar bunyi bel masuk. Oke saatnya kembali mengajar.

Semua guru yang mendapatkan jam ajar setelah istirahat sudah berbondong-bondong melangkah menuju kelas tujuan mereka. Bisa kulihat dari sini, masih banyak anak-anak yang berlalu lalang dan berlari ketika melihat guru mata pelajaran mereka tengah bersiap untuk memulai pelajaran kembali.

Sesampainya dikelas, aku harus dikejutkan dengan keributan murid-muridku. Mereka terlihat berkumpul dan mengerubungi sesuatu didepan meja guru. Aku sangat yakin ada sesuatu yang tidak beres disini.

"Class what's on earth?" Aku meletakan buku dan beberapa peralatan mengajarku secepat mungkin keatas meja dan mulai memasuki kerumunan.

"Irgi!!!!!" Mataku seolah lepas dari tempatnya ketika melihat salah satu muridku tengah meringkuk diatas lantai, mengaduh seraya memegang perutnya kuat-kuat. Ia terlihat begitu kesakitan. Dan hebatnya teman-temannya tidak ada yang menolong. Mereka justru hanya melihat kesakitan Irgi, seolah hal ini adalah pemandangan menarik bagi mereka.

"Kenapa kalian diam saja melihat Irgi kesakitan seperti ini?"

"Kami sudah berusaha membawa Irgi ke UKS tapi dia sulit bangun miss." Jadi itu alasan kenapa mereka tetap menonton Irgi dan tidak membawanya langsung ke UKS.

"Irgi, ayo kita ke ruang UKS. Kita obati sakit kamu disana." Ucapku pelan dan berusaha untuk membangunkannya. Disisi lain, Irgi hanya menggelengkan kepala dan tetap mencengkram kuat perutnya. Aku tidak tega melihatnya seperti ini, keringat dingin sudah bercucuran disekitar dahinya dan dia begitu terlihat kesakitan.

RemorseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang