Bagian Tujuh

18 1 0
                                    

Malam ini aku sedang dalam perjalanan menuju tempat dimana aku menghabiskan masa remajaku dengan seragam putih abu-abu. Dengan diantar oleh Armand, aku mengutuk diriku sendiri yang dengan beraninya pergi sendiri tanpa pasangan. Tch, benar-benar menyedihkan.

Karena dress code yang digunakan adalah warna pastel, jadi aku memutuskan untuk mengenakan dress chiffon elegant berwarna peach apricot selutut dengan leher O yang sedikit memperihatkan tulang selangkaku. Selain itu, dress ini berbentuk A line, berdekorasi bordir dengan bentuk bunga sakura berukuran kecil yg tersebar di seluruh gaun, serta memiliki lengan yang panjangnya 1 cm dibawah siku. Untuk sentuhan terakhir sebagai pemanis, aku mengenakan Brian atwood gold stiletto pumps dengan heels 5 cm, serta handbags clutch berukuran sedang dari Kate Spade. Malam ini aku benar-benar menjelma menjadi seorang feminine.

"Have fun kak!" Seru Armand ketika kami sudah sampai ditempat tujuan.

Menghembuskan nafas pelan, kini aku bersiap untuk memberanikan diri untuk kembali bernostalgia bersama teman-teman SMA ku. Semoga saja Sima sudah datang.

Aku memasuki hall utama sekolah, dimana lapangan yang biasa digunakan sebagai tempat upacara siswa kini telah disulap menjadi sebuah garden party untuk para alumni. Mataku masih terus melihat, mencari orang-orang yang kukenal ketika SMA.

"Hai Sha!" Tubuhku sontak berbalik ketika mendapati sebuah suara yang memanggil namaku. Woah, mereka adalah Kak Diana, kak Amel, dan kak Yuni. Para senior serta temanku semasa dulu kami menjadi anggota OSIS.

"Kak apa kabar?" Salam khas wanita pun kami sematkan satu persatu (read: cipika cipiki).

"Baik, kamu sendiri gimana? Datang sama siapa?"

"Baik juga kak Alhamdulillah. Aku datang sendiri nih." Kataku berusaha menutupi raut wajah sedihku. Sudah kuduga jika hal pertama yang akan dibahas adalah dengan siapa aku datang.

"Kok sendiri? Mana gandengannya?" Aku hanya mampu tersenyum kecut menanggapi ocehan kak Amel.

"Gitu deh, kakak sendiri datang dengan siapa?"

"Tuh sama suami, dia lagi ambil minuman untuk kita." Kita disini ku asumsikan sebagai Kak Diana, kak Amel, dan kak Yuni. Mereka bertiga memang dikenal sebagai trio alias geng yang memiliki tiga member sewaktu SMA dulu.

"Udah gausah ngomongin gandengan. Gue juga datang sendiri kok. Biasa ya Sha kalo kita punya pacar sibuk ya kayak begini." Lagi-lagi aku hanya tersenyum menanggapi lontaran dari kak Yuni. Pacar sedang sibuk sih lebih baik ketimbang sama sekali tidak memiliki kekasih. Tsk, nasib gadis yang belum move on memang begini!

"Kamu belum menikah 'kan?" Menggeleng pasti adalah jawaban yang kuberikan pada kak Amel.

"Iya gausah nikah dulu, masih muda juga. Nikmatilah masa-masa menjadi wanita karir. Jangan seperti aku yang menikah muda dan menjadi tahanan rumah karena harus mengurus buah hati dan suami."

"Biasa Sha, Mahmud lagi curhat." Pungkas kak Diana.

"Mahmud?" Merasa tidak mengerti dengan kata itu, aku pun membeo ucapan kak Diana.

"Mamah muda, ah kamu gitu aja gak tahu."

"Oh ha ha ha."

"Kamu kerja dimana sekarang?"

"Aku kerja di Sekolah Bunda Pelita."

"Jadi guru ya? disekolah internasional pula. Hebat kamu Sha."

"Gimana tuh guru-guru disana? Pasti banyak bulenya ya?"

Dan begitulah suasana reuni mulai mencair ketika kami sudah mulai membahas topic tentang karir dan lain sebagainya. Untuk saat ini aku begitu menikmati acara dan mulai saling bernostalgia ketika mengingat masa-masa nakal kami sebagai remaja. Hingga pada akhirnya Sima datang dan menggantikan posisi trio kakak kelas ku itu. Sima datang bersama Riko, kekasihnya. Melihat hal ini memuatku sedikit tidak leluasa karena harus bertegur sapa dengan si playboy cap belalang ini. Sekedar informasi saja jika aku sedikit tidak suka dengan kekasih sahabatku ini. Alasannya? You must be knew lah.

RemorseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang