5

445 69 9
                                    


Author POV

Gerbong didepan gerbongnya, sangat dipenuhi orang. Sangat penuh sampai suhu di gerbong ini yang sangat panas, menurut Harry.

Tetapi, ada yang aneh.

Di gerbong ini, orang orang yang berada di gerbong ini, merupakan orang yang duduk segerbong dengan Harry.

Mengapa mereka pindah? Apakah gerbong itu tidak nyaman? Aku merasa enak saja, pikir Harry.

Ia dapat melihat Ibu yang sedang mengendong bayi. Ibu itu merupakan orang yang duduk di depan kursi Harry. Harry semakin tidak bisa berpikir dengan apa yang terjadi. Ini sangat aneh.

Ia berjalan menuju Ibu tersebut. Senyumnya terus mengembang. Sedangkan hatinya terus retak sedikit demi sedikit.

Harry tersenyum kepada ibu itu. Harry dapat melihat Ibu itu sedikit bingung dengan kedatangan Harry, tetapi ia tersenyum sehabis itu.

"Oh, kau anak yang duduk dibelakangku, betul?"

Harry hanya mengangguk pelan. Ia capek, frustasi, bingung, tidak tahan lagi. Apa yang akan orang orang itu lakukan kepada Louis? Pikiran Harry melayang kemana mana, sedangkan ibu itu hanya menatap Harry.

"Kau yang duduk bersama lelaki yang selalu mendorong kakinya ke kursiku, betul?" Ia tidak bisa berkata. Bibirnya mulai bergetar tanda ingin menangis. Matanya ia pejamkan sekeras mungkin agar tidak mengeluarkan air mata.

Ibu itu menyadari bahwa Harry ingin menangis, Harry duduk disebelah kursi ibu tersebut. Ibu itu mengelus punggung Harry perlahan.

"Aku tahu apa yang akan engkau tanyakan, tetapi aku tidak bisa menjawab. Maafkan aku." Ibu itu bagaikan bisa membaca pikiran Harry. Setitik demi setitik air mata jatuh di pipinya.

'Kau kemana Louis?'
'Apakah kau baik baik saja.'
'Aku butuh jawaban, Louis.'
'Aku berbicara sendiri seperti orang tolol.'

"Dengar Harry,"

Ibu itu tahu namanya. Harry menatap ibu itu dengan tatapan tajam. Ia ingin jawaban atas apa yang terjadi, atas kekacauan ini.

Harry dapat melihat ibu itu langsung menutup mulutnya pertanda ia mengeluarkan rahasia. Harry semakin menatap ibu itu dengan tatapan yang tidak pernah ia lakukan kepada orang.

Ibu itu memberikan bayinya kepada pria yang duduk disebelahnya. Harry dapat mendengar ia berkata 'Tolong pegang bayiku sebentar.'.

Dengan mata yang berkaca kaca, Harry mencoba untuk menahan air matanya. Ia tidak ingin dipandang lemah.

Dalam keadaan yang membingungkan ini, ibu itu memegang kerah baju Harry agar ia menatapnya. Tatapan mata itu tidak dapat diprediksi, takut, sedih, dan kasihan.

"Oke Harry, dengarkan baik baik kata kataku!" Ucapan ibu itu pelan, tetapi dengan nada tegas bagaikan Harry memiliki segudang dosa sehingga ia harus masuk neraka.

"Aku tidak tahu engkau, aku tidak tahu suamimu, dan aku tidak terlalu peduli. Yang aku inginkan adalah semua orang yang berada di kereta ini selamat."

Harry tidak bisa berpikir.

Pikirannya sudah diambil alih oleh halusinasinya dan setiap kata yang diucapkan ibu itu selalu terganti oleh pikirannya sendiri.

"Aku tidak mungkin menjawab pertanyaan yang kau tanyakan tadi, tetapi aku bisa menolong Louis, menolong suamimu."

Halusinasi sudah pergi. Harry dapat mendengarkan ucapan ibu itu dengan baik. Dengan Jelas.

"Aku tidak akan menjelaskan detail, tetapi aku ingin berbalik bertanya. Mengapa kau disini? Di gerbong ini?"

Matanya memanas. Ingin mengeluarkan sesuatu.

"Ak-- Aku hanya ingin mencarinya." Ucapan itu diterima baik oleh ibu itu. Ibu itu tersenyum puas dengan jawaban Harry.

Dalam beberapa detik senyumnya berubah menjadi kemarahan, bagaikan iblis menguasai dirinya. Harry panik, lebih tepatnya takut.

Ibu itu mendorong kepala Harry ke pegangan kursi. Dengan kencang. Pelipisnya mulai mengeluarkan aroma tidak sedap, cairan tidak memiliki tujuan.

"Mengapa kau pergi ke gerbong ini, bodoh! Apa kau tahu orang orang bodoh itu memberi kita sesuatu yang tidak kita inginkan agar kita semua pindah dari gerbong itu! Berpikir, Harry. Dunia bertambah kejam setiap engkau menangisi kebodohan itu. Apa gunanya aku mendorong kepalamu? Pasti engkau bertanya,"

"Untuk membuat sadar bahwa dunia bukan tempat untuk orang lemah sepertimu Harry."

Mengambil napas setelah mengeluarkan napas. Itu bodoh menurut Harry. Kenapa kau tidak mengambil napas saja sampai kau kehilangan diri.

"Aku bisa membaca pikiranmu Harry, jangan dungu."

Harry takut. Benar benar takut.

"Mengapa kau pergi ke gerbong ini? Mereka memindahkan kami semua karena mereka bilang ada akan ada sesuatu di lorong tersebut. Aku tidak bodoh, jadi aku mencari tahu, dan kejadian yang akan datang akan sangat konyol, percaya padaku."

Harry ingin kembali ke Doncaster dan memeluk si kembar. Keadaan seperti ini membuatnya ingin melupakan sesuatu. Melupakan semua ini bagai menghirup narkoba.

"Apa yang kau lakukan?! Menangis lagi?! Kau bukanlah anak kecil, Harry. Lihat apa yang ada di gerbong sebelah! Apa yang ingin mereka lakukan. Jika kau mati, kau harus bersyukur, karena kiamat akan mengambil alih."

Kata terakhir ibu itu membuatnya sangat ingin memuntahkan semua isi perutnya. Ia berlari ke kamar mandi dan menguncinya rapat rapat. Muntah dengan perasaan sedih dapat membantumu melupakan kesedihan.

Cermin menunjukkan pelipisnya yang robek. Robeknya dapat diperkirakan sepanjang jari telunjuknya. Darahnya masih terus bercucuran, tetapi ia tidak peduli lagi.

Ia langsung pergi menuju ke gerbongnya. Gerbong itu sepi. Bukanlah sepi berdasarkan orang, tetapi berdasarkan bunyi.

Di gerbong itu ada dua orang.

Yang pertama adalah pria yang menggunakan topeng di wajahnya yang Harry yakin ia menutupinya karena ada darah yang menutupi hampir seluruh wajahnya.

Dan satu lagi,

ada Louis yang sekarat.

Gak seru yha?

The train 🚃 larryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang