Jumat, 5 Mei 1995
Pria berseragam SMP itu bergegas menuju kearah sebuah meja didalam kamarnya. Cat berwarna biru tua menambah susasana hening dalam pikirannya. Yang ada dipikirannya hanyalah seseorang yang ada didalam ruang tamu dirumahnya sekarang.
Hatinya sangat tidak tenang dengan keberadaan seorang pria berbaju serba putih dirumahnya itu.
"Aidan kesini!"
Hal yang tidak Aidan inginkan pun akhirnya terjadi, Aidan tahu, ia pasti akan dipanggil oleh ibunya tersebut.
Kakinya sangat sulit untuk melangkah, bahkan untuk membuka pintu kamarnya saja, tangannya bergetar hebat.
Wajah Aidan tidak seperti biasanya, padahal ia baru saja pulang sekolah, bermain bersama teman-teman.
Senyum, senyum manis yang biasanya ia pancarkan itu hilang, hilang begitu saja bagai ditelan bumi.
Hingga tiba, Aidan melihat seorang wanita yang ia sayangi menangis.
Tubuh wanita tersebut segera memeluk anak laki-lakinya dengan air mata yang sudah sangat sulit untuk dibendung.
"Kenapa mah?" Tanya Aidan khawatir.
"Ay...ayah." Aidan mengerti maksud dari perkataan ibunya tersebut.
Aidan diam tanpa kata, mencoba untuk menahan air mata yang sudah sulit untuk ditahan. Sakit hatinya mendengar suara ibunya tersebut.
...
Pagi tadi, sosok ayah itu masih ada, tersenyum manis kearah Aidan, memakai kaos berwarna abu-abu, celana berwarna hitam dan jam berwarna hitam, duduk manis didepan meja makan.
"Aidan, kamu masih smp." Ucap pria itu.
"Aidan udah gede yah." Suara yang cukup keras Aidan lontarkan kepada ayahnya tersebut.
"Gabisa, kamu gabisa bawa motor kesekolah." Tegas pria itu.
"Terserah, Aidan berangkat."
Langkah kaki Aidan menuju keluar rumah tidak diikuti dengan mencium punggung tangan ayahnya yang biasa ia lakukan, ia tidak peduli dengan keberadaan pria itu.
Pria itu hanya bisa melihat kepergian Aidan saat itu. Air mata mulai ia rasakan, diikuti dengan senyuman manis dibibirnya.
Sia-sia, Aidan tidak bisa merasakan apa yang pria itu rasakan saat ini.
Apakah Aidan tidak tahu? Pria itu tidak mau hal yang ia rasakan menimpa Aidan, ia tidak mau anaknya kehilangan sebagian besar memori di masa SMP.
...
Menyesal, Aidan merasakan perasaan itu, air mata terus mengalir diwajah Aidan, tanpa sedikit pun suara keluar dari mulutnya itu.
Sekuat apapun seorang pria, ia tidak bisa dikatakan pria yang kuat jika ia tidak pernah mengangis.
"Mau kerumah sakit mah." Suara Aidan memecahkan keheningan pada saat itu.
"Gaperlu kesana, ayah kamu udah tenang."
Aidan melepaskan pelukan ibunya tersebut, ia bergegas menuju keluar rumah, menuju tempat terakhir ayahnya tersebut.
Langkah kakinya semakin cepat, mencari kuburan yang masih baru, dengan bunga-bunga diatasnya.
Aidan melihatnya.
Air mata semakin ia rasakan diwajahnya, ia melihat, sangat jelas tertuliskan nama ayahnya.
Ia memeluk batu nisan itu, sakit rasanya mengatahui kejadian tadi pagi adalah pertengkaran terakhirnya dengan sosok ayah didalam hidupnya.
Detik, menit, jam yang udah berlalu, mau gimana juga bakal jadi sebuah kenangan, indah ataupun engga, jadi jangan pernah ngeremehin arti kebersamaan sebelum waktu ngajarin kamu arti sebuah kehilangan.
...
Hola! Minta vote sama comment nya dungg wkwk.
Btw ini tuh bab khusus flashback nya Aidan, jadi maaf kalo pendekk wkwk.
Minta sarannya juga yaak💘
p.s percayalah~ 1 vote dari kalian sgt berharga wkwkw [apalagi banyak]
KAMU SEDANG MEMBACA
1998
Teen Fictioncalon anak nakal -deira kamu, calon aidan -anak nakal ... "Jangan ganggu." "Engga, maunya ganggu." "Engga boleh." "Kenapa?" "Engga tau, pikir aja sendiri." "Kalo aku sendiri, kamu sama siapa? Kan kamu udah sengaja disepaketin di dunia ini, sama aku...