"Deira!" Sapa pria itu sembari tersenyum kearah Deira.
Gadis itu melangkahkan kakinya dengan ragu, mengetahui siapa yang ia lihat didepannya saja sudah membuatnya susah untuk melangkah. Langkah kaki gadis itu penuh oleh keraguan.
Rasanya, sudah lama tidak berjumpa dengan sosok pria itu. Pria yang selalu menghantui pikirannya, yang selalu membuat Deira tersipu malu saat mendengar namanya, bukan sekarang ataupun dimasa yang akan datang tapi, dua tahun lalu.
"Arga." Gumam Deira pelan kepada dirinya.
Langkah pria itu mendekati Deira. Gadis itu hanya bisa terdiam melihatnya, tubuhnya kaku. Untuk melihat wajahnya saja sudah sangat sulit.
"Kenapa nunduk gitu?" Tanya pria yang diketahui bernama Arga.
"Gapapa." Deira menjawab Arga dengab penuh keraguan.
"Udah lama gak ketemu ya Ra, lu masih inget gue kan? Arga ha ha." Pria itu tertawa kecil kearah Deira.
Gadis itu diam. Rasa itu sudah hilang, perasaan tidak peduli mendengar namanya sudah mulai ia rasakan, walaupun belum sepenuhnya setidaknya ia bisa melupakan sosok pria itu, hal yang dulu sangat Deira inginkan. Tapi, kenapa? Disaat gadis itu sudah mencoba untuk melupakan, dia datang kembali, datang tanpa harus diperintah.
Keheningan mulai mereka rasakan, rasa canggung yang dulu pernah ada terulang kembali.
"Deira!"
Suara itu memecahkan keheningan, Deira mengenalnya.
"Aidan." Deira memalingkan wajahnya kebelakang, tersenyum manis kepada Aidan.
Aidan melangkahkan kakinya kearah Deira.
"Kenapa belum pulang?" Tanyanya.
"Siapa?" Pandangan Aidan teralihkan pada seseorang yang sedari tadi berbicara dengan Deira yang sekarang tepat berada didepannya.
"Gue pulang Ra." Arga menatap Deira yang diikuti dengan langkah kakinya menuju sebuah mobil hitam, yang terparkir tepat didepan gerbang sekolah.
"Siapa?" Tanya Aidan.
"Penyelamat, udah kaya super hero aja ih." Deira mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Siapa?" Pertanyaan yang sama Aidan ajukan kepada Deira.
"Temen, smp." Deira menjawabnya.
Aidan hanya tersenyum manis mendengar jawaban gadis itu. Hatinya sedikit lega mendengar kata teman yang terucap dari mulut Deira, walaupun Aidan sebenarnya tahu bahwa, jawaban bisa saja berbohong.
...
"Makasih dan." Ucap gadis itu sembari memberikan helm kepada Aidan.
"Gausah makasih, ini kewajiban." Ucap Aidan sembari tersenyum kearah Deira.
"Kewajiban?" Deira, selalu saja tidak mengerti apa yang dikatakan oleh pria itu.
"Kewajiban anter kamu sampai rumah tanpa ada tolakan dari non Deira nya he he." Aidan menjawabnya.
"Emangnya aku majikan kamu, hehe." Kata Deira sambil senyum, "Ja--"
"Jaketnya bawa aja dulu hehe." Ucap Aidan sembari merapihkan rambutnya ke arah kaca spion motornya, membuat dirinya terlihat rapi.
"Yaudah." Jawab Deira dengan tatapan bingungnnya.
"Hampir aja," Ucap Aidan, "Hampir aja mau meluk Deira, tapi keburu inget, belum muhrim."
Mata Deira membulat mendengar perkataan pria didepannya ini, baru pertama kali ia bertemu dengan sesosok pria seperti ini.
"Yaudah, masuk sana."
Ucapan Aidan membuat gadis itu melangkahkan kakinya kedalam rumah semakin cepat.
Mendengar perkataan tadi saja sudah membuat Deira merasa geli dengan Aidan. Tapi jujur, hatinya sedikit melayang, tadi.
Pria itu hanya tersenyum melihat Deira yang berjalan cepat kedalam rumah, cara berjalan cepat Deira membuatnya sedikit tertawa, seperti pinguin.
...
"Aidan kesini!" Suara seorang wanita paruh baya terdengar ditelinga Aidan. Iya, dia adalah ibu dari Aidan itu sendiri.
"Kenapa mah?" Langkah Aidan sembari bertanya dengan apa yang terjadi.
"Pot bunganya pecah, bunganya jadi ikut rusak."
Tanpa diberi tahu terlebih dahulu, Aidan mengetahui maksud dari ibunya tersebut, memang anak yang sangat peka.
"Yaudah, Aidan beli pot sama bunganya." Ucap Aidan sembari tersenyum kearah ibunya tersebut.
"Mending kamu telepon tokonya aja, bisa dianter, kamu engga usah kesana." Ucap ibu Aidan.
Aidan tersenyum. Pria itu melangkahkan kakinya kearah ruang tamu.
Ia segera membuka selembar demi selembar buku telepon.
Ibu Ratna [Bunga langganan]
Segera ia menekan satu persatu tombol di telepon rumah itu.
"Hi tante, saya anak dari Bu Lena, mau pesen bunga mawar, dua iket."
"..."
"Saya tunggu,"
"..."
"Makasih."
Tut tut
Aidan menutup sambungan telepon itu. Segera ia membaringkan tubuhnya yang lelah diatas sofa. Sejak pulang sekolah ia belum beristirahat sekalipun. Suasana hening mulai Aidan rasakan. Senyumnya mengambang mengingat seseorang didalam pikirannya.
Sudah lumayan lama ia berbaring, pikirannya tetap sama seperti tadi, tidak ada rasa bosan untuk terus memikirkan seseorang itu.
tok tok tok
Aidan mendengarnya, seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ia segera melangkahkan kakinya kearah pintu tersebut. Aidan tahu, itu pasti anak dari Ibu Ratna, mengantarkan bunga untuk ibunya.
Segera ia membuka pintu itu.
Matanya membulat melihat siapa yang berada didepan pintu, seorang gadis dengan senyum yang menghiasi wajahnya dan dua ikat bunga ditangannya."Deira?"
...
Holaa:(
Minta vote sama commentnya dungg, sama saran juga supaya dibacanya enak gituu hehe💘💘
maafkan belum dapet feel nyaa:(
p.s percayalah 1 vote dari kalian sgt berharga:v[apalagi banyak]
KAMU SEDANG MEMBACA
1998
Teen Fictioncalon anak nakal -deira kamu, calon aidan -anak nakal ... "Jangan ganggu." "Engga, maunya ganggu." "Engga boleh." "Kenapa?" "Engga tau, pikir aja sendiri." "Kalo aku sendiri, kamu sama siapa? Kan kamu udah sengaja disepaketin di dunia ini, sama aku...