Jani menyesap kembali hot chocolate yang sudah mulai dingin. Melirik jam di pojok laptop. Dasar jam karet, ujarnya dalam hati. Beginilah kebiasaan buruk Citra yang tak pernah berubah sejak mereka kuliah dulu, tak pernah tepat waktu. Anehnya si perempuan jam karet itu sangat hebat mengelola waktu semua model dan anak buahnya. Tangan Jani kembali bermain di atas mouse, meneliti setiap foto yang belum sempat diseleksinya. Ribuan foto yang harus dipilih ini adalah hasil dari pekerjaan terakhirnya di Belanda kemarin, sebelum dia terpaksa kembali ke tanah air. Ujung mata Jani menangkap kehadiran seseorang. Akhirnya datang juga.
"Sorrryyyyyy bangettt.... Rempong abis tadi gue di kantor, belom lagi jalanan Cipete tuh macetnya nggak tau sopan santun gara-gara pembangunan jalur monorail," cerocos Citra sambil melemparkan tasnya ke kursi dengan sembarangan.
"No need to sorry. I know you too well, Cit," ucap Jani dengan nada meledek.
"Ah reseeee deh...!" sahut Citra sambil meraih Jani ke dalam pelukannya. "Anjir kangen banget gue sama lo."
"Kelamaan ya gue perginya?" tanya Jani sambil tertawa.
"Bukan lagiiiii.... Gue kira lo pulang-pulang udah dapet laki londo." Citra menghempaskan tubuhnya ke kursi seberang meja Jani. Meraih menu dan mengangkat tangannya memanggil pelayan. "Lo mau pesen makanan nggak ? Di sini semuanya enak loh. Saya pesan Red velvet-nya yang slice, trus minumnya Vanilla Berry Marmalade, ya."
"Saya tambah sparkling water aja. Terima kasih," sambung Jani.
"Yee.. aer putih banget?" tanya Citra sambil mendorong laptop Jani hingga menutup.
"Biar sehat," sahutnya yang kemudian dibalas Citra dengan tawanya yang khas.
Citra memiliki pembawaan yang supel. Tak heran jika dia begitu sukses dengan pekerjaannya sebagai Manager sebuah agensi model. Jauh berbeda bila dibandingkan dengan Jani yang introver. Jani memandangi Citra yang sibuk dengan hpnya sambil sesekali memperbaiki letak kacamatanya yang melorot. Jani mengambil kameranya dan memotret Citra.
"Eh ya kali gue difoto. Gue manajer model, bukan modelnya," Citra tergelak saat menyadari Jani sedang memotretnya.
"Emang nggak boleh ya manajernya model difoto?" ledek Jani.
"Coba sini liat," Citra meraih kamera Jani dan melihat-lihat hasil fotonya. "Hasil foto lo makin keren."
"Nggak sia-sia dong berarti gue sekolah jauh-jauh," sahutnya.
"Indeed! Boleh lah lo fotoin model-model gue awal tahun buat portofolio baru kantor gue," ujar Citra. "Terussss lo sekarang tinggal di mana?"
"Sementara masih di hotel, sampe gue dapet kost atau apartemen yang affordable." Jani mematikan kameranya dan memasukannya kembali ke tas.
"Hedon ya hidup lo sekarang, tinggalnya aja di hotel," kelakar Citra.
"Makanya lo cariin gue kerjaan biar gue bisa bayar hotel. Or even better, sewa apartemen," balas Jani.
"Gampang itu," sahut Citra. "Eh bentar ya, gue angkat telepon dulu nih klien gue."
Citra berbicara sekilas di telepon. Memberitahu lawan bicaranya bahwa dia sedang berada di Union. Jani memperhatikan gerak-gerik Citra yang mendadak resah dan salah tingkah setelah menutup telepon tadi.
"Kenapa, Cit?" tanya Jani.
"Ini klien gue rese banget. Ribet banget nyari cewek nggak ada yang cocok." Citra meletakan handphone dan kembali menyendok Red Velvetnya.
"Nyari cewek buat jadi model perusahaannya?" tanya Jani lagi.
"Bukan...," Ucapan Citra terpotong ketika seorang pria menghampiri mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady Escort [TELAH TERBIT]
Romance(((SUDAH TERBIT))) Jani tak pernah menyangka bahwa keputusannya untuk kembali ke Indonesia justru mendorongnya untuk terjun ke profesi yang tak pernah ia bayangkan. Meski awalnya hendak menolak, namun pesona pria itu justru membuat Jani setuju untuk...