"Pak Yo, tolong siapkan mobil ya, saya mau keluar sama Kinanti," ucap Tama sebelum turun dari mobil.
"Ndak saya anter saja, Den?" sahut Pak Yo.
"Nggak usah, Bapak bisa istirahat setelah saya berangkat. Mobil yang camry aja ya, Pak."
"Baik, Den"
Tama masuk ke rumah dan mencari Jani di kamarnya. Setelah beberapa kali ketukan pintu tidak ada yang menjawab Tama memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Jani. Kosong, tak ada tanda-tanda Jani di sana. Tidak juga kamera dan laptop yang biasa diletakannya di atas meja. Tama mengecek kamar mandi, juga tidak ada Jani disana, meski masih ada barang-barang pribadinya tergeletak di dekat westafel.
"Bi Ami! BI AMI!"
Tama kembali menuruni tangga dengan terburu-buru sambil terus berteriak. Bi Ami yang mendengar teriakan langsung meninggalkan pekerjaannya dan tergopoh-gopoh menuju sumber suara.
"Injih, Den. Ada apa?" sahut Bi Ami.
"Kinanti mana, Bi? Tadi saya ke kamarnya kosong, laptop dan kameranya juga ga ada? Dia pergi?" tanya Tama.
"Ohwalah dalah, Den. Bibi kira ada apa," Bi Ami menghela nafas sambil mengusap dadanya, "itu Non Jani, eh Non Kinanti ada di belakang sama Ibu."
"Sama Ibu? Ibu siapa?"
"Loh, ya Ibunya Den Tama. Emang ibunya siapa lagi."
"HAH! Sejak kapan ibu dateng? Kok ibu ga hubungin saya?" Tama terkejut.
"Sudah dari siang, Den. Tadi Ibu makan siang bareng Non Kinanti, lalu pindah ke belakang foto-foto."
"Ya sudah, saya lihat ke belakang dulu."
Tama berjalan ke halaman belakang rumahnya dan melihat Jani dan Ibu sedang tertawa, keduanya sedang memandangi gambar-gambar di laptop milik Jani. Tama mendekati ibunya dan Jani.
"Kenapa kamu tadi teriak-teriak? Sampai kedengeran keluar sini," Ibu menengok ke arah Tama, "takut calon istrimu ini hilang?"
"Ibu ini." Tama memperhatikan rona merah pada pipi Jani yang tersipu.
"Sudah lama, Bu? Kok ga telfon saya?" Tama mencium tangan ibunya.
"Sudah dari siang. Tadi ibu mau hubungi kamu, tapi ibu pikir toh Jani pasti ada di rumah, jadi ya ibu langsung saja kesini." Sri Muliya Tjitro membelai wajah putranya, "coba ini kamu lihat. Tadi ibu difoto sama Jani. Bagus-bagus sekali loh, nanti mau ibu cetak."
"Biar saya saja nanti yang cetak, Bu," sahut Jani.
"Kalian ini pacaran sudah lama tapi nggak pernah bilang ke Ibu. Kalau Ibu tau kan kita bisa sekali-kali mengunjungi Jani di Belanda. Kasihan kan dia hampir 3 tahun di Belanda sendirian."
"Itu memang saya yang minta, Bu. Saya mau konsentrasi ke studi saya." sahut Jani sambil melirik kearah Tama.
Tama hanya mengangguk seolah membenarkan kata-kata Jani. "Ibu tadi diantar siapa? Kok nggak ada mobil ibu diluar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady Escort [TELAH TERBIT]
Romans(((SUDAH TERBIT))) Jani tak pernah menyangka bahwa keputusannya untuk kembali ke Indonesia justru mendorongnya untuk terjun ke profesi yang tak pernah ia bayangkan. Meski awalnya hendak menolak, namun pesona pria itu justru membuat Jani setuju untuk...