Hadir mu adalah senja. Keindahan yang lama ku tunggu namun begitu mudahnya hilang dalam sekejap mata.
***
Rintik berderai. Menciptakan tetes yang meriak digenangan air. Gadis itu berlari sembari air matanya berjatuhan, bersatu dengan basahnya hujan malam hari. Menyesali langkah demi langkah yang ia ambil untuk menjauhi cafe itu. Kenapa harus berlari? Terlalu melankolis. Hujan yang tak mau berhenti serta udara dingin yang menusuk memaksanya menepi di di depan pertokoan yang sudah tutup.
Kenapa sakit? Kenapa sakit sekali? Padahal ia hanya melihat senyumnya. Padahal orang itu adalah orang yang selama ini dirindukannya. Mengeratkan pelukannya dengan kedua lengan, gadis itu berusaha bangkit. Ia ingin pulang. Tapi kenapa hanya menggerakan kakinya saja terasa berat? Sial.
Sebuah jaket membungkus punggungnya saat ia mulai berjalan sembari perpegangan pada rolling door toko, rasa hangat tiba-tiba saja menyelimutinya diikuti dengan sepasang lengan yang memeluk tubuhnya. Gadis itu menoleh, mendapati seseorang yang beberapa hari ini tak jumpa.
"Raka"
Raka menoleh, tersenyum pada seseorang yang kini berada dalam pelukannya. Rambut hitamnya ditutupi topi, kaus putihnya sedikit basah karena jaket boomber yang tadinya ia gunakan sudah dihibahkan untuk melindungi gadis itu. Dadanya menghangat didalam sana, berawal dari bagian terkecil didasar hati kemudian merambat keseluruh tubuh. Hangat. Tapi kemudian, bukan kata-kata manis yang Raka ungkapkan.
"Jangan kayak bocahlah Fy!"
Seperti tersentak oleh kata-katanya, Ify menginjak kaki Raka kuat-kuat mendorongnya menjauh dari dirinya. Masa bodo dengan ringisannya yang terdengar memilukan.
"Lo kalo cuma mau ngatain gue mending gausah kesini! Gausah sok-sok peduli!!"
Kesal. Ify pun menjauhi Raka, jalan terlebih dulu dengan langkah kaki yang sengaja dihentak.
"Fy! Tunggu!!!"
Raka mengejar. Hampir terpelesat jika saja ia tak berpegangan pada tembok.
Raka harus bersyukur karena ia memiliki kaki yang panjang, jadi dengan mudah ia bisa menyusul Ify didepan sana. Sembari memegang pergelangan tangan Ify, Raka bicara."Sorry! Gue ga maksud! Lagian lo apa-apan sih ujanan malem-malem gini, ga guna banget!"
Ify menghela nafas. Mendengar kata-kata itu membuatnya teringat lagi kenapa ia sampai begini, padahal tadinya ia sudah lupa.
Coba lo jadi gue. Kuat ga!
Kata-kata itu, tentu saja hanya ia gumamkan dalam hati. Jika sedang begini, Ify benci ditanya-tanya. Walaupun memang sih Raka bukan tipe cowo kepo, tapi ga masalah kan jika Ify hanya ingin berjaga-jaga.
Setelah itu Raka ataupun Ify tak berbicara lagi, mereka hanya berjalan dalam diam. Membiarkan rintik yang jatuh diatap pertokoan menemani keduanya. Pikiran Ify dipenuhi Lintang. Sementara pikiran Raka dipenuhi perasaannya.
Raka bingung. Ify tidak tau, tapi Raka menyaksikan dengan jelas kejadian di cafe tadi, ia melihat Ify sejak gadis itu muncul dibalik pintu hingga akhirnya ia lari begitu saja, Raka juga melihat bagaimana es krim yang tadinya Ify pegang jatuh dengan cara yang dramatis setelah gadis itu bersitatap dengan seseorang. Seseorang yang Raka tau seorang pengisi acara di cafe favoritnya. Raka tau, tapi Raka tetap diam. Biarlah, ia tidak ingin bertanya, ia tidak ingin mengusik. Toh kalaupun merasa perlu, Ify akan cerita padanya.
Biarlah keberadaannya sekarang hanya dianggap sebagai kebetulan semata, biarlah! Selama Ify nyaman, selama Raka bahagia untuk itu. Tak apa! Raka bertanya-tanya. Jenis perasaan apa ini? Raka pun tak tahu."Fy!"
Panggil Raka memecah keheningan.
"Hm!"
Ify menjawab tanpa menoleh pada Raka.
"Jangan sakit!"
Ify berhenti melangkah. Matanya membelakak maksimal. Tak menyangka dengan apa yang baru saja Raka ucapkan. Raka kesambet!
"Maksud lo!?"
Raka menarik ujung bibirnya. Membuatnya terlihat yang memang tampan terlihat lebih tampan. Ify saja sempat terpesona selama sesaat.
"Jangan sakit!" ulangnya lagi.
"Entar gue sedih!"
"HAH!!??" Ify shock.
"Jangan ga masuk sekolah!"
"Entar gue kangen!" kepala Ify pening.
"Jangan bertingkah aneh-aneh!"
"Entar gue suka!"
"APAA!!?"
Percayalah, rasanya tubuh Ify serasa tersengat listrik detik itu juga. Kikuk akhirnya Ify pun hanya menjawab.
"Haha! Lo becandanya ga kira-kira bung! But it's okay! Gue terhibur dikit!"
Canggung. Ify tertawa dipaksakan. Raka mengusap tengkuknya sembari tersenyum, sementara hujan menjadi saksi bisu tentang setitik perasaan yang lama kelamaan membesar seiring berjalannya waktu. Tanpa mereka ketahui.
Dan diwaktu yang bersamaan pula, mereka tidak tau jika sepasang mata tengah mengawasi mereka.
Tbc...
***
Hallo:D
Gimana???????
Komen atuhlah. Hehe.
Terimakasih untuk kalian yang senantiasa menunggu kelanjutan cerita ini (terutama anaknya bapa bajing) *eh! Hehe pisssss :v . Mudah-mudahan alurnya ga berbelit-belit yaa. Mudah-mudahan kalian suka dan terhibur. Mudah-mudahan saya diberi kelancaran dalam menulis cerita ini. Mudah-mudahan Detik bisa sampe selesai. Mudah-mudahan kita semua bahagiaaaaa:D (Semua bilang Aamiin...) *deh! Apa cenah hehe
Gatau harus bilang apa lagi. Pokonya.
Makasih kalian, udah bersama-sama aku selama ini. Eaakkk! Aku terharu, aku udah lama ga up date, makasih untuk tidak meninggalkan aku:')
Makasih. Makasih. Kalian semua memang sesuatu.
Luv u:*:*:*
XOXO
-Aku
Selamat pagi! :D semoga harimu menyenangkan:D:D :*:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik
Teen FictionSama seperti hitam yang tetap bagian dari warna. Rasa sakit juga tetap bagian dari hidup. Semua itu hakiki. Gaakan ada yang berubah sekalipun lo mengemis pada semesta.