Bab 5

5.1K 287 38
                                    

Makan Malam Itu

Aku kembali ke dalam dan melihat Brian sudah datang. Ia tak sendiri, bersamanya seorang pria berambut sedikit keriting yang rasanya familiar sedang tersenyum sambil mengangkat gelas minuman. Aku tersadar jika dia adalah Galih, seorang Photographer yang pernah kutemui dua minggu lalu. Kubalas senyumnya sepintas sampai kemudian Anggi datang merangkul tangannya dengan mesra. Kualihkan perhatian dan menemukan suami Caroline, Adnand Atmaja menatapku lekat. Aku masih ingat sisa obrolan kami beberapa hari lalu, dan mungkin dia tak menduga jika aku sungguh akan datang.

"Ayo, makan malam sudah siap!" ucap Caroline menyilahkan pada semua orang.

Muncul Adri dari belakangku yang meraih lengan istrinya. Aku berjalan seorang diri, melintas beberapa pintu menuju sebuah ruang makan luas, mewah bergaya modern dengan meja dihias lilin-lilin besar, piring-piring keramik, gelas kristal dan kursi dari kayu jepara yang diukir, mengilat terkena cahaya lampu benderang. Beberapa detik kemudian aku baru tersadar, jika tak ada yang menyapa selama aku berada di sini, selain Anggi yang menyambut ketika baru tiba barusan.

Aku duduk di salah satu kursi berhadapan dengan Caroline yang duduk bersama suaminya. Aku mengalihkan tatap muka jauh dari mereka dan lebih memusat pandangan pada makanan yang tersaji di atas meja seperti, steak, sosis, aneka salad, buah-buahan dan minuman. Meski nampak lezat aku tak yakin bisa makan dengan baik, karena muka mengesalkan Caroline membuat selera makan di tenggorokanku hilang.

Suasana hening, semua orang sibuk menyantap makanan. Aku yang telah kehilangan selera makan hanya meminum bergelas-gelas air putih dan segera menyambar wine putih yang baru saja disajikan pelayan untuk menghilangkan dahaga. Aku terus memintanya sampai menghabiskan tiga gelas minuman beralkohol terus menerus, sampai mata semua orang melirikku. Kuletakkan gelas wine itu ke meja sambil bersikap biasa.

"Aku kira kau tidak akan datang, hampir saja aku tidak melihatmu kalau kau tidak duduk di depanku!" aku tersenyum melihat Caroline mulai membuka mulutnya yang bergincu merah dengan omongan tajam. Aku bersandar ke belakang kursi, mencoba membuat diriku nyaman.

"Jadwal syutingku sedang kosong. Aku menghormati undangan kalian walaupun aku pikir kau mungkin sedikit terpaksa mengundangku!" sambil meraih gelas wine ia tersenyum tipis.

"I'm not sure when every people thoose worked for art indusrties is a bad person. They have own sanse to created any brilliant idea. Maked biggest film's and wonderful book. Do you think how could this happen if they have lack education, and bad manners. I always think you're class isn't enought for us! How do you think, could you know what i mean?"

Aku mengerti kenapa ia melontarkan omongan dalam bahasa asing, Caroline tahu betul cara mempermalukanku, karena di matanya seseorang yang hanya berpendidikan setingkat SMP tak akan mampu mengalahkan pesona kecerdasan yang dimilikinya dan keluarganya yang lulusan sekolah luar negeri dengan tempelan gelar Cum Laud, yang akan membuat mereka terlihat pantas menjadi angkuh.

"Mam... kita lagi makan malam" Caroline melirik Anggi yang keberatan. Aku mengambil gelas wineku sendiri yang masih bersisa beberapa teguk dan menngangkatnya di depan Caroline.

"I learn a lot doesn't like you think mam... let's cheers for our dinner tonight!" ia tersenyum dengan muka masam.

"Hmmm, kamu belajar cukup keras! Boleh aku tahu pendidikan terakhir kamu? Kita pasti akan senang mendengar bincang eksklusif seorang seleberitis ..."

"Kita makan malam untuk membahas rencana pertunangan Anggi dan Galih! Kenapa membahas hal tidak perlu di meja makan!" ucap suaminya dengan tatapan mata tajam pada Caroline yang menelan ludah. Kami semua diam dalam kekakuan. Aku tahu suasana jadi terasa canggung selama beberapa saat akibat ulahnya.

Perempuan Ke Dua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang