Setelah hari kemarin, gak ada apa-apa sih. Gue sama dia turun masing-masing, kita gak ada ngomongin apa-apa. Dia jalan sendiri, begitu juga dengan gue.
Sebenernya gue pengen ajak dia ngobrol, tapi rasanya...
Entahlah, gue ngerasa belum mau aja ngomong sama dia. Pengecut emang.
Tapi semenjak itu, frekuensi gue merhatiin dia makin bertambah. Kalau biasanya gue berangkat agak siang, sekarang gue memutuskan untuk berangkat lebih pagi.
Gue pengen duduk disamping dia, siapa tau sikutnya nyenggol dada gue lagi. Hahaha.
Parah, apa yang gue pikirin sekarang bikin gue yang baru masuk ke area stasiun senyum-senyum sendiri.
Pas gue ngelangkah buat isi ulang kartu ke counter, mata gue terus menelusuri keadaan stasiun yang masih rada senggang itu. Dia gak ada, mungkin dia udah sampai duluan.
Sekarang, kaya orang bodoh gue jalan ke gerbong yang masih rada kosong, iya bodoh banget, gue jalan dari ujung ke ujung gerbong, ngelewatin sembilan gerbong buat nyari dia.
Selama ini, gue selalu-kebetulan- masuk ke gerbong yang dimana, cewek itu udah duduk manis di samping pintu, dan sekarang kayaknya gue kepagian.
Gue juga gak paham betul sebenernya di gerbong keberapa dia suka duduk, yang pasti gue selalu satu gerbong yang sama kaya dia.
Akhirnya sekarang gue pun memutuskan untuk duduk di deket pintu, berharap mungkin dia bakal masuk ke gerbong in-
"Mas, ini kosong 'kan?"
Oke, gue lupa bilang kalau sekarang gerbong udah mulai rame, dan ada tempat kosong di samping gue, sempit sih, tapi gue yakin dia bisa duduk di situ karena tubuhnya emang mungil.
Iya, dia. Seakan hidup ini seperti skenario yang gue pinta, setelah gue mikrin dia, tiba-tiba aja dia datang ke hadapan gue.
Dia berdiri disana, natap gue kayak orang asing. Ya, meskipun kita udah berkali-kali berinteraksi, tapi tetep ajalah, kita emang orang asing.
Seperti hari-hari biasanya, dia selalu manis dan apa adanya.
"Kosong kok," seketika gue berdiri dan dia langsung lambain tangannya di depan gue.
"Eh-" dia keliatan mencegah gue buat berdiri, ya secara, gue juga gak harusnya berdiri 'kan?
"Kamu biasa duduk disini 'kan?" entah kenapa saat ngomong kaya gitu, kedua sudut bibir gue langsung melengkung. Gue liat dia senyum canggung.
"Um, tapi gak usah-"
"Ibu duduk di sini masih bisa kok," gue emang beralih buat mempersilahkan seorang ibu duduk di ruang kosong yang tadinya mau cewek itu dudukin, ibu itu langsung dengan senang hati duduk, sementara cewek itu masih ngeliatin gue.
Gue cuma menaikan kedua alis mata gue natap dia, mempersilahkan dia buat duduk di bangku gue.
"Thanks," dia bergumam sambil duduk dan tersenyum.
Gue udah sering bilang kan kalau dia itu manis?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Stranger » jimin
Short StoryShe always sit next the train's door, then listen the same songs with me. -AU/bahasa tidak baku. © sarcxsm- februari 2017