WAKTU TERAKHIR

136 13 13
                                    

Mike menggenggam erat tangan dingin milik kekasih hatinya. Tangan yang dulu menggenggamnya erat, sekarang tak tergerak tuk membalas genggamannya. Lelaki itu beralih mengusap bibir kekasihnya yang dulu merona, tapi sekarang terlihat pucat. Kata-kata yang membuat hatinya bergetar, tak lagi terucap tuk sekarang. Lelaki itu mengusap pipi tirus itu, dulu selalu merona ketika digodanya tapi sekarang terlihat begitu pucat tanpa warna kemerahan. Lelaki itu mengusap kelopak mata yang terpejam dengan rapat, dulu mata itu selalu menatapnya dengan teduh dan membuatnya seakan merasa tenang. Wajah itu terlelap begitu damai tanpa beban. "Semusim tlah kulalui bersamamu, tapi hanya bersama ragamu. Aku menginginkan raga dan jiwamu, bukan salah satunya." Lelaki itu mengecup lembut tangan kekasihnya dan menyesapinya dalam-dalam. "Aku tak tau bagaimana cara kamu melalui hari mu sendiri, tanpaku. Tapi yang ku tahu, ini ternyata menyakitkan. Lalu, berapa musim lagi yang harus kulalui tanpa hadirmu? Aku akan menunggumu seperti ketika kamu menantiku." Lelaki itu menatap sendu kekasihnya dengan senyuman.

****

Mike terus berusaha untuk lepas dari kegelapan yang pekat itu, entah kenapa dirinya berada disini. Tapi yang diingatnya, dirinya masih berada di ruang rawat Valen. Sedangkan sekarang, dirinya berada di ruangan tanpa ujung ataupun cahaya. "Tolong.." rintihan itu terdengar tak asing lagi ditelinganya, suara kekasih yang dirindukannya. "Tolong, Mike.."

"Valen? Apa itu kamu?" Mike semakin berusaha mencari cahaya walaupun hanya sedikit.

"Mike.."

"Valen?! Kamu dimana?" Mike berusaha meraba sekitarnya, tapi hanya ruangan hampa. Tapi, tiba-tiba sekelebat sinar yang menyilaukan datang tepat dihadapannya. Lelaki itu langsung menutup matanya.

"Mike.." Mike seketika berusaha membuka matanya, beruntung cahaya itu sudah pudar. Lelaki itu spontan terkejut melihat kekasihnya berada didepannya dalam keadaan meringkuk ketakutan.

"Valen?" Mike melangkah pelan menghampiri Valen, tapi langkahnya terhenti ketika membentur sesuatu yang rasanya seperti terdapat dinding kaca yang tembus pandang. Kekasihnya itu yang semula menenggelamkan kepala di pangkuan, mendongak dan menatapnya dengan tatapan terluka.

"Mike?"

"Ya, ini aku. Aku mohon biarkan aku menghampirimu," pinta Mike sambil berusaha memecahkan kaca itu, tapi terlalu tebal. Sementara Valen menggeleng-gelengkan kepala.

"Tak mungkin kamu berada disini, ini hanya khayalan ku." racau Valen. Mike menatap bingung itu.

"Maksud kamu?"

"Aku ketakutan, Mike. Disini sangat gelap. Aku sendiri. Tolong jemput aku, agar kita bisa bersama kembali." racau Valen membuat Mike semakin bingung karena tak mendapat tanggapan darinya. "Aku ingin pergi dari sini. Tapi, aku tak bisa. Di satu sisi aku melihat bayangan kamu sedang menantiku dengan sabar, tapi di satu sisi aku melihat sebuah pintu yang memperlihatkan sebuah dunia indah. Aku ingin memilih menghampiri bayanganmu, tapi tak bisa. Sebuah dinding tebal menghalangiku. Aku bingung harus bagaimana sementara jika aku terus berada disini, aku akan semakin ketakutan. Tolong jemput aku, Mike.." Lelaki itu terdiam sejenak.

"Valen? Kamu bisa mendengarku?" Valen tak menanggapi pertanyaan itu dan kembali menunduk. Sekarang, Mike tahu.

••••

Mike mengerjabkan matanya untuk beradaptasi dengan cahaya yang terasa menyilaukan. "Mike? Kamu sudah sadar?" tanya seseorang membuat lelaki itu langsung berusaha menatapnya.

"Tante? Om?" tanya Mike kembali sambil berusaha bangkit yang dibantu Winda. "Apa yang terjadi?"

"Kamu pingsan di ruang rawat Valen," terang Satradji. Mike seketika langsung teringat.

"Bagaimana keadaan Valen?" Suami-istri itu seketika berubah menjadi sendu.

"Tidak ada perubahan selain tubuhnya yang semakin lemah, itu kata dokter baru saja." terang Satradji kembali. Mike menghela nafas.

****

Mike menggenggam tangan kekasihnya untuk terakhir kalinya, sebelum dirinya benar-benar melepaskannya. "Apa benar Anda mau mengambil langkah ini?" tanya dokter itu.

"Ya, ini lebih baik untuknya."

"Baiklah," Dokter dan perawat itu bergegas melepaskan alat-alat penopang hidup Valen.

"Tunggu dulu Dok," pinta Mike membuat dokter dan suster itu berhenti. Lelaki itu mendekatkan diri ke arah Valen dan mulai membisikkan kata. "Pergilah, aku sudah merelakanmu. Jangan pikirkan aku yang akan kesepian tanpa hadirmu. Hampiri pintu itu. Tapi, jangan pernah lupakan aku yang akan mencintaimu selalu. Aku sangat mencintaimu, kekasih hatiku." bisik lelaki itu ditambah sebuah kecupan lembut di kening kekasihnya. Sebulir air mata menetes dari kedua kelopak mata kekasihnya. Lelaki itu berusaha tersenyum.

****

Mike terlihat sibuk mengemudikan mobilnya di deretan lalu lalang kendaraan lainnya, sementara tangan kanannya menggenggam ponsel yang sengaja ditempelkan ke telinga. "Ya. Hari ini aku akan kesana segera, sementara kamu menghandle berkas-berkas di atas mejaku. Semuanya, tanpa terkecuali. Mungkin ini akan lama, tapi akan aku usahakan lebih cepat. Handle saja terlebih dahulu, atau kamu bisa minta tolong Ane." Lelaki itu segera memutuskan sambungan dan melempar ponselnya ke tempat duduk di sebelahnya. Lelaki itu tanpa sengaja melirik foto berbingkai kayu yang menempel di dashboard. Sudah hampir dua tahun kekasihnya beristirahat dan membuat hidupnya terasa benar-benar kesepian. Lelaki itu selalu merindu, tapi dunia mereka berbeda. Lagipula, dirinya sudah mengatakan merelakan kekasihnya. "Di sana, kamu merasa senang? Aku di sini berusaha mencari kesenanganku sendiri, walau sulit tuk dilakukan." Lelaki itu membelai lembut foto itu sambil tersenyum. "Suatu hari nanti kita akan bertemu, laraku akan terobati. Aku tak sabar menunggunya." Lelaki itu terlalu fokus pada foto itu sampai tak menyadari bahwa mobilnya melenceng dari jalur. Keadaan memang tidak terlalu ramai.

Sampai sebuah truk melaju cepat menujunya. Tabrakan itu tak terelakkan lagi. Beberapa pengendara lainnya segera menghentikan mobilnya sendiri dan berusaha menyelamatkannya. Tapi, Mike memejamkan matanya sambil tersenyum dan menggenggam bingkai foto itu.

Kita bertemu di dunia yang lebih indah, dimana cinta kita takkan bisa terelakkan lagi. Dimana cinta kita tak membutuhkan penantian dan pengorbanan.

**SELESAI**

PENANTIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang