Part 12

239 44 7
                                    

Gadis cantik yang biasa aktif itu kini terlihat lebih lesu. Pikirannya melayang entah ke mana. Bahkan, beberapa pelanggan mengeluh mendapat pelayanan yang tidak biasanya. Mereka tidak marah, hanya saja merasa aneh melihat anak pemilik toko roti itu tidak fokus pada pekerjaannya.

" Mba Nad, aku perhatiin dari tadi pagi, Mba lemes gitu. Ada masalah ya? " tanya seorang lelaki penjaga warnet di samping toko roti milik ayah Nadine. Lelaki berusia lebih muda darinya yang sedari tadi bolak balik di depan toko tanpa sengaja memperhatikan wajah Nadine yang muram hari ini . Ia berhenti di depan etalase berisikan beberapa jenis roti manis yang kebetulan dekat dengan meja kasir tempat Nadine duduk. Nadine tersadar, lalu tersenyum sembari menggeleng.
" Nggak kok Mas. Saya lagi kurang sehat aja hari ini. " jawab Nadine ramah. Lelaki itu mengangguk,
" Oh ya Mba, temen Mba yang cantik itu kemana? Kok nggak keliatan hari ini? " sambungnya lagi. Nadine tahu siapa yang lawan bicaranya maksud. 

" Oh, Yas?  Iya nih Mas. Dia kan mau pulang, jadi udah nggak bantuin saya lagi di sini. " lelaki itu mengangguk
" Oh gitu ya Mba, jadi Mba nggak ada temennya dong.
Yaudah, saya balik ke tempat saya lagi ya mba!." lelaki itu melangkahkan kembali kakinya. Nadine mengetuk meja dengan kedua jarinya, matanya terpejam memikirkan sesuatu.
" Gimana kalo Yas bener-bener pergi dan nggak balik lagi?  Apa Satria akan diem aja? " monolognya pelan.

Nadine menggeleng,
" Gue akan pastiin sendiri besok"


*****

Yas tengah beres-beres, memasukkan pakaiannya kembali pada koper untuk ia bawa nanti. Tinggal beberapa waktu di rumah keluarga Nadine tidak seburuk yang ia pikirkan. Dulu ia ragu harus kembali ke tempat dengan banyak kenangan ini, tapi karena permintaan opanya, akhirnya ia menurut.

Kembali ucapan sang Kakek terbayang di otaknya.
" Kembalilah ke Jakarta, jemput Satria dan katakan padanya Opa ingin bertemu"

Yas tersenyum getir.
" Opa, maafin Yas karena Yas gagal bawa Satria ke hadapan Opa. "

" Yas terlambat Opa. Jika saja Yas datang lebih cepat, mungkin kisah kami akan berakhir dengan bahagia.  "

" Tapi Yas bisa terima ini semua. Bukankah yang terjadi atas kehendak Tuhan. Suatu saat Yas pasti bisa dapet pengganti Satria dan ngelupain dia. "

Yas menghapus air matanya, lalu mengambil sebuah album mini. Di dalamnya begitu banyak tersimpan kenangan dengan Satria.

" Ini akan jadi kenangan terindah yang nggak akan aku lupain gitu aja Satria. " Yas membuka lembaran pertama yang menampakkan sebuah foto kencan pertama mereka.

" Lelaki yang paling manis, paling jail dan berisik. Cerewet tapi perhatian"
Lembar selanjutnya yang menampakkan foto mereka yang diambil saat liburan.

" Kamu yang nggak akan tega ngeliat aku luka walau sedikitpun. " ucapnya lagi saat foto menampilkan Satria yang mengelus kepalanya dengan raut khawatir.


" Tapi ini berakhir dengan aku yang jadi pecundang. "

" Aku nggak akan nyalahin kamu apalagi Nadine. Ini sepenuhnya salah aku. Dan aku sendiri yang akan terima akibatnya! "

Yas menutup kopernya dengan sempurna. Koper berwarna merah keungu-unguan itu ia letakkan di samping ranjang.

Malam ini akan jadi malam terakhir untuknya menikmati tidur di rumah keluarga Suryono. Anggota keluarga sempurna dengan sejuta kebaikan. Keluarga hangat yang menerimanya dengan sepenuh hati tanpa tuntutan. Rasanya Yas sangat merindukan suasana seperti ini. Komplit tak kurang apapun.
Dulu ia pernah merasakan, namun hilang karena Tuhan lebih dulu mengambil kedua orangtuanya.

*******


" Maaf aku mendadak ngajak kita ketemu. Ada satu hal yang pengen aku kasih tau ke kamu! "

Nadine duduk di hadapan Satria dengan raut serius.

" Nggak papa Nad. Emang ada apa? "

" Maaf, selama ini aku udah nutupin sesuatu yang sangat penting dari kamu." ucapan Nadine membuat Satria khawatir,

" Kamu jangan buat aku takut Nad. "

" Aku selingkuh. Dan ini sudah berlangsung satu bulan"

Satria menggeleng, lalu tertawa.

" Apa deh. Ngerjain aku ya? Aku lagi nggak ultah loh. "

" Aku serius! "

Raut muka Satria berubah.

" Sama siapa? Raffi? "

Nadine menggeleng.

" Mandala. Kamu nggak kenal dia " jawab Nadine singkat.

" Kenapa? "
Mata Satria berubah merah, amarahnya terlihat nyata.

" Kamu lupa dulu kamu perlakuin aku seperti apa? "

" Itu bukan alasan. "

" Lalu apa? Aku nggak tahan sama orang yang suka main kasar Sat. Aku bahkan udah kasih peringatan ke kamu soal itu. Tapi kamu abaikan semuanya! "

" Kasar? Oke aku minta maaf. Tapi itu bukan alasan untuk kamu selingkuh dari aku. Harusnya kamu minta putus saat itu juga. Bukan pura-pura cinta tapi di belakang kamu pacaran sama orang lain! "

" Aku udah pernah minta, tapi kamu nggak pernah mau. "

" Dan Mandala udah lamar aku! "

" Apa?"
Tanya Satria tidak percaya.
Nadine tersenyum mengejek.
" Hal yang belum pernah kamu lakuin! "

Satria terdiam. Ia marah, kecewa dan patah hati. Hatinya amat sakit mendengar setiap ucapan menusuk dari mulut orang yang ia cintai itu. Rasanya seperti mimpi, sungguh ini tidak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya.

" Satria, aku minta maaf. Bahkan Raffi pun nggak tau. Kami backstreet. "
Akunya lagi.

" Kamu udah rusak semuanya Nad. Kenapa kamu lakuin ini? "

Satria terisak,

" Satria, ini bukan akhir dari segalanya. Kamu masih punya masa depan. Bahkan jika kamu mau noleh ke belakang, ada orang lain yang masih nunggu kamu! "

Satria menggeleng.

" Hati aku patah untuk kedua kalinya, gimana bisa aku nyembuhin ini dengan mudah Nad? "

" Nad, apa kamu nggak mikirin perasaan aku?, "

Nadine menghela napasnya.
" Semua udah terjadi, dan aku pilih Mandala. Maaf, tapi hubungan kita harus berakhir sampai di sini! "

Nadine berdiri dari duduknya, namun terhenti saat Satria menarik tangannya.
Nadine menoleh,
" Apa kamu udah nggak cinta lagi sama aku? " tanya Satria menatap Nadine dalam. Dari tatapan mata itu, Nadine tahu Satria amat terluka.

" Lepasin aku Sat. Aku harus pergi sekarang! "

" Jawab Nad, aku janji setelah aku dapet jawaban dari kamu, aku akan lepasin kamu"

Nadine masih terdiam.

" Nggak semua pertanyaan dapet jawaban. Dan tentang itu, biarlah jadi urusan aku dan Tuhan "
Nadine melepaskan dengan paksa genggaman tangan Satria.
Tangan yang dulu selalu menggenggam tangannya lembut kini tinggal sebuah kenangan. Kenangan menyakitkan.

Rencana Tuhan itu indah, tapi tidak untuk saat ini. Masih banyak hal yang harus dilalui dengan kekuatan lebih. Nadine memilih jalannya walau dengan melukai hati Satria. Satria bisa apa selain pasrah?
Tidak mungkin dia memaksakan Nadine untuk tetap tinggal jika pemiliknya tidak menginginkannya.

Tbc

So sweet ya si Nadine. Mudah banget bilang putus.
😬😬😬

Cerita ini memang sepi peminat, tapi mudah2an bisa selesai sampai tamat. 😊😊😊

See u dadahhh 👋👋👋

Confused (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang