Part 17

232 35 53
                                    

Beberapa hari berlalu. Sejak kejadian itu, Yas memilih untuk pergi dari rumah. Dia memilih menyewa apartemen sederhana untuk tempat tinggal sementaranya. Biarlah tinggal sendiri daripada harus tinggal bersama penghianat. Setidaknya itu penilaian yang dia sematkan untuk Nadine.

Wajarkah Yas marah karena itu? Memang Yas siapanya Satria?
Tapi jika dilihat dari sudut pandang seorang teman, ah tidak. Lebih tepatnya mantan Satria.
Tentu saja berpengaruh.  Bukankah selama ini Yas menilai bahwa Nadine adalah gadis yang tepat untuk Satria sebagai penggantinya.
Lalu alasan apalagi selain itu?
Oh ya, satu lagi. Di mata Satria, Nadine memang sosok spesial. Yas bisa melihat itu dan meyakini jika perjalanan cinta mereka akan berakhir indah.
Tapi apa?
Nyatanya itu semua tidak terjadi.
Nadine berkhianat dan meninggalkan Satria begitu saja.
Sangat jauh dari harapan bukan?

Kata maaf saja tidak akan cukup meluluhkan hati Yas saat ini.

******

Sebelumnya tidak pernah ada rencana untuk makan malam bersama Mandala jika saja Mandala tidak meminta dengan memohon pada Nadine . Tenang saja, bukan makan malam sungguhan. Karena pada kenyataannya hubungan yang mereka jalinpun hanya kepura-puraan. Mereka saling diuntungkan. Jika kemarin Nadine meminta tolong pada Mandala agar mengakui bahwa mereka sudah bertunangan, maka malam ini,  Mandala meminta bantuan. Lebih tepatnya timbal balik.
Nadine tidak keberatan, karena setidaknya dengan memenuhi permintaan ini, Nadine sudah membayar jasa Mandala.

Penampilan sudah sangat mendukung. Dari atas hingga bawah tidak ada cela untuk mengatakan bahwa Nadine sosok yang biasa.
Dia begitu cantik. Wajar bukan jika Satria mencintainya. Ah, tapi bukan hanya itu.Cinta Satria tidak diukur hanya dengan kecantikan saja.

Waktu yang ditentukan memang masih lima menit lagi, tapi Mandala sudah tiba di kediaman Nadine.

" Kamu sudah siap Nad?"

Nadine mengangguk seraya tersenyum. Mereka memasuki mobil dan mulai berjalan membelah jalanan yang cukup ramai di malam hari itu.

" Nad, saya sendiri tidak pernah menyangka akan melakukan hal seperti ini. Masuk dalam sebuah permaianan yang juga memakan banyak korban.! "

Nadine hanya tersenyum, matanya tetap fokus pada jalanan di depan.

" Kamu rela jadi orang jahat di depan Satria cuma untuk buat dia balikan sama mantannya.! "

" Saya hanya melakukan apa yang saya bisa, Pak. Hati saya juga sakit. Saya hanya tidak ingin jadi orang yang egois. Mendengar tangisan patah hati Yas malam itu sudah memberikan saya kekuatan dan keberanian untuk memilih jalan ini. "

" Apa nanti jika mereka benar-benar bersatu, kamu akan bahagia? "

" Saya tidak tau Pak. Mungkin tawaran Bapak untuk saya akan saya pikirkan. "

" Tawaran itu? Apa kamu yakin?!"

Nadine tersenyum.

" Kenapa tidak? Lagipula, ayah saya sudah menyetujui kerja sama itu, kan? "

" Ya, kamu benar. Tapi apa itu bisa menjamin kamu untuk melupakan Satria! "

" Untuk ke sekian kalinya, saya tidak bisa menjawab saya bisa. Tapi saya akan coba! "

" Kamu begitu tegar, Nad. Saya hanya bisa mendo'akan, semoga kelak, kamu mendapatkan yang terbaik."

" Terima kasih, Pak. Saya juga berharap setelah ini, Bapak puas dan benar-benar melupakan mantan Bapak itu.! "

" Saya janji.! "

******

Mereka sampai pada sebuah resto ternama. Dengan suasana yang santai dan nyaman mereka berjalan bersamaan. Bagai artis yang harus total mendalami peran, kali ini Nadine dan Mandala pun demikian. Berjalan bergandengan tangan dengan wajah meyakinkan.

" Maaf sudah merepotkanmu Nad! " ucap Mandala tak enak hati.

Nadine menggeleng.

" Santai saja Pak. Fokus sama tujuan kita! "

Nadine berbicara seolah hatinya baik-baik saja. Tapi, nyatanya saat ini hatinya sangat tidak nyaman. Entahlah, saat ini pun feelingnya tidak enak.

Semoga semua baik-baik saja.

******

Kejadian malam ini sudah cukup membuat Mandala bersorak bahagia. Melihat mata cemburu dan raut tidak suka mantan kekasihnya bersama kekasih barunya tadi sangat memuaskan hatinya. Tujuannya terpenuhi dengan membuat gadis tidak tahu diri itu iri setengah mati.

" Aku nggak tau lagi gimana jelasin perasaan aku sama kamu Nad. " kedua tangan Mandala menggoyangkan bahu Nad dengan begitu semangat tanpa melihat di sekelilingnya.

" Iya, Pak. Saya bisa liat dari wajah Bapak. " jawab Nadine sekenanya .

Mereka melangkah pelan menyusuri sebuah area dimana masih banyak sekali orang-orang berjalan menikmati keindahan malam ditemani terang cahaya rembulan. Jika bisa dikatakan, suasana seperti ini sangat mengingatkan Nadine akan sosok Satria. Lelaki hitam manis itu amat menyukai suasana tenang seperti ini. Jika saja ada Satria di sini, dan hubungan mereka baik-baik saja, ingin rasanya Nadine merasakan pelukan hangat serta kasih sayang dari tubuh itu. Ingin merengkuhnya dengan  erat dan tidak ingin melepaskannya begitu saja.

Apa aku mulai menyesal sekarang?
Jika di awal aku begitu menginginkan Satria bersama Yas, kenapa sekarang aku ingin berbalik arah?
Ingin rasanya bertemu dan mengadu bahwa jauh darinya hanya menghasilkan penyiksaan untukku, untuk hatiku dan hidupku.
Bahagiakah kau di sana?
Dengan segenap kepercayaan diri, aku mencoba memalingkan wajah darimu. Dari orang yang selalu membuat candu dalam diriku.

Terlambat. Semua sudah terjadi.
Apa mungkin bisa kembali?
Terlalu dalam luka yang aku beri, tidak akan mungkin bisa kering begitu saja. Terlebih, luka itu selalu aku buat berkali-kali.

Satria, maafkan aku yang bodoh ini. Sejuta kali hati terdalamku menolak dirimu, sebanyak itu pula harusnya aku menerimamu. Memperjuangkanmu dan mempertahankan cinta kita. Seperti kau yang dulu memperjuangkanku dengan segala keapaadaanmu.

" Nad, kamu okay? "

" Ya? " jawab Nad terkesiap. Pikirannya terlalu jauh menerawang hingga tanpa sadar mereka sudah berada di depan mobil Mandala.

" Maafkan saya Pak.! " ucap Nadine merasa bersalah. Mungkin saat dia memikirkan banyak hal tadi, banyak pula ucapan dari Mandala yang tidak dia dengar.

Mandala mengangguk memaklumi, lalu membuka pintu mobil untuk mempersilakan Nadine untuk masuk terlebih dahulu.
Perlakuan berlebihan, tapi Mandala punya alasan.

******

Suasana tidak sehangat sebelumnya. Nadine lebih memilih memejamkan mata saat di perjalanan pulang. Tidak bertanya bahkan berkomentar apapun. Tubuhnya bersender pada kursi mobil. Terlihat sangat tidak bersemangat.

Ketika mobil sudah sampai di depan rumahnya, Nadine melihat Yas baru saja keluar dari rumah dengan menenteng sebuah paper bag di tangannya .

Untuk sesaat Nadine tersenyum melihat Yas ada di sana, tapi selanjutnya senyum itu memudar saat seseorang yang baru saja turun dari sebuah mobil yang begitu dia hafal milik siapa mendatangi dan menggandeng tangan Yas untuk segera masuk mobil.  Dia orang yang sejak tadi Nadine pikirkan. Orang yang memenuhi hati dan pikirannya hingga sesak. Satria.



Kesakitan sesungguhnya baru saja dimulai.


Tbc


Confused (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang