Bagian 00 (revisi)

453K 12.7K 86
                                    

"Mora, Mama dan Papa akan pindah ke London pertengahan bulan depan." Kata seorang pria berusia sekitar 40 tahunan pada putrinya.
Gadis yang sejak tadi diam saja menikmati hidangan makan malamnya mendongak menatap Papa dan Mamanya.

"aku juga ikut pindah dong Pa..?" Tanya gadis bernama Mora.
Sang Mama menggelengkan kepalanya pelan, "ngak usah sayang. Kamu disini saja. Lagipula kamu bentar lagi ujian kenaikan kelas 12 sayang. Kalau kamu pindah, sekolah kamu gimana.?"

Mora menatap Mamanya memelas. "kan Mora baru masuk semester genap Mama. Ujian kenaikan masih lama. Mora ikut Mama sama Papa ya?"

Papa Menggelengkan kepalanya tak setuju. "Kamu tetap disini. Papa sama Mama harus ngurus perusahaan yang ada di London sayang. Kamu disini aja ya. Kamu ngurus perusahaan sama sekolah Papa disini. Kan kamu anak Papa sama Mama satu satunya sayang." Bujuk Revan -Papa Mora- pada putrinya.

Gadis itu mengecurutkan bibirnya seperti bebek. Dengan terpaksa Mora menganggukkan kepalanya.
"Nah gitu dong, itu baru anak Papa sama Mama."
Melihat putrinya murung sebenarnya Nia - Mama Mora - tak tega juga, Tapi apa daya ini semua untuk kebaikan Mora juga.

"Jangan sedih dong sayang. Mama sama Papa ngak ninggalin kamu sendirian kok. Mama kasih kamu teman." Kata Nia semangat.
Mora menatap Mamanya penasaran. Teman? Mora terlihat semangat mendengarnya.

"Siapa Ma..?"

"Besok kamu juga tau sayang. Besok kita makan malam sama keluarga teman Papa. Nanti kamu bisa kenalan sama dia disana."

===0o0o0===

Esok malamnya seperti yang dikatakan Nia dan Revan, Mora serta Papa Mamanya sudah siap dengan pakaian rapi mereka menuju rumah ‘teman’ yang dimaksud Nia.
Mora dan kedua orang tuanya sudah sampai disebuah rumah bergaya erOpa klasik yang megah. Mora tak henti takjub dibuatnya. Kedatangan Revan sekeluarga disambut hangat oleh sang Nyonya rumah.

"Ayo masuk. Aduh... Ini anak kamu Ya...?" Tanya nyonya rumah pada Nia. "Iya Lus, dia Mora anak aku." Jawab Nia seKenanya pada Lusi.
Mereka berjalan menuju ruang makan, disana sudah ada seorang pria yang sebaya dengan Revan. "Udah dateng Van. Wih... Anak kamu cantik juga." Kata pria sebaya Revan sedikit menggoda.

"jelas dong Nan. Siapa dulu Mamanya?!" Bangga Nia. Empat orang dewasa itu tertawa kecil. Tanpa menghiraukan Mora yang sedang kesal.
"Yaudah yuk duduk. Aku panggil anak-anak aku dulu." Lusi meninggalkan ruang makan menuju lantai dua rumahnya.

"Mora sekolah dimana.?" Tanya Kenan pada gadis itu. "SMA Bina Bangsa, Om." Jawab Mora seadanya.
"Kamu satu sekolah dong sama anak Om yang kedua. Dia juga sekolah disana, sekarang kelas 11. Kamu juga kelas 11 kan?" Mora menganggukkan kepalanya.

‘apa anak Om ini yang dimaksud Mama kemarin?.’ Tak lama suara langkah kaki terdengar begitu banyak ditelinga Mora.
"Maaf ya lama. Anak-anakku ribet semua." Kata Lusi meminta maaf pada Revan sekeluarga.
Lusi duduk disebelah Kenan, suaminya. Diikuti dua remaja laki-laki kembar dan juga satu gadis cantik. Mora menatap dua cowok kembar identik didepannya, wajah keduanya tak asing dengan Mora. Dan ternyata salah satu dari dua cowok itu juga menatap Mora.

Makan malam selesai, mereka semua beranjak dari sana menuju ruang keluarga yang cukup luas. Mereka bercakap cakap ringan, mulai dari mengenalkan anak anak mereka. Dan baru Mora tau ternyata mereka bertiga itu kembar dan seumuran dengannya.

"Sebenarnya ada yang mau Ayah dan Om Revan bicarakan pada kalian semua." Nada bicara Kenan berubah serius. Keempat anak remaja itu menatap Kenan dan Revan binggung.

"Kami akan menjodohkan Arka dengan Mora." Sontak Mora menatap Papanya kaget.
Mora ingin protes tapi Nia menyela ucapan Mora. "Mama dan Papa akan ke London Mora. Dan kami tidak mungkin meninggalkan kamu dirumah sendirian. Terlalu berbahaya!.”

"Jadi kami memutuskan untuk menjodohkan kalian berdua. Ingat yang Mama bilang kemarin Mora. Mama akan kasih kamu teman yang akan menemani kamu dirumah. Itu nak Arka. Mama ngak mungkin biarin kamu sama Arka tinggal satu atap tanpa ikatan." Lanjut Nia penuh harap agar putrinya mengerti.
Mora menunduk. Dia tak mau menikah diusia mudanya ini. Bahkan dia baru beberapa minggu lalu merayakan ulang tahun ke 17nya. Dia belum siap menjadi Istri.

"Ayah, Bunda, Om dan Tante... Bisa aku bicara dengan Mora dulu?" Tanya Arka pada empat orang dewasa itu. Keempatnya mempersilakan. Arka mengajak Mora ketaman belakang.

"Gimana lo?" Tanya Arka datar pada Mora begitu mereka sampai dihalaman belakang, tanpa Basa basi. "Ngak tau, gue ngak kenal sama Lo, gue baru 17 tahun dan gue harus nikah? Yang bener aja sih." Kata Mora yang masih diliputi rasa terkejut, kesal dan biggung.

"Tapi gue ngak bisa nolak keinginan Mama sama Papa. Karena gue yakin mereka pasti udah mikirin ini baik baik sebelumnya." Tambah Mora. Dia mendongak menatap anak laki-laki didepannya – Arka. "Lo gimana...?" Tanya Mora pada Arka. Anak itu menghela nafas. "Gue bakal terima. Toh keputusan Ayah sama Bunda gak bakal bisa gue bantah juga." Jawab Arka dengan santainya.

Mendengar jawaban Arka yang terkesan santai dan menerima perjodohan itu membuat Mora mau tak mau menghela nafasnya. "Jadi kita nikah ini?" Tanya Mora pada Arka. Anak itu menganggukkan kepalanya.

"Okay... Kita balik kedalam.” Dengan berat hati Mora harus mau tak mau mematapkan hatinya menerima perjodohan yang menurutnya tak masuk akal.

===0o0o0===

Hallo... Gue balik bawa cerita yang sama cuma ini udah gue revisi. Ceritanya gue tambahin dikit tapi ngak bakal ngerubah alur utamanya kok. 

Too Young [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang