Bab 1

8.1K 160 4
                                    

***

Biarkan aku memelukmu lewat doa, biarkan aku hanya mengagumimu dari jauh.

***

Sinar sang mentari yang muncul dipagi hari, membuat semua orang yang tertidur dengan lelap terbangun oleh sinarnya nan indah. Berwarna cerah serta menyilaukan mata, awan yang begitu indah serta warna langit yang amat biru itu membuat mata tertuju padanya.

 Cahayanya memasuki setiap ruangan dan rumah semua manusia, termasuk kedalam kamar sang wanita berambut ikal, berwarna pirang, panjang sepunggung. Wajahnya ia tutupi dengan selimut tatkala sinar matahari masuk ke dalam kamarnya.

Tampak sang wanita muda itu mulai resah akan panasnya sang cahaya matahari, ia mulai berputar kesana dan kesini sampai pada titik ia menghadap jendela besar yang tertutupi gorden putih tipis itu. Ia buka matanya nan indah berwarna pirang lalu menatap ke arah cahaya sang mentari di jendela besar. Tampak tangannya ia ulurkan dan bayangan tangannya itu menutup sebagian dimatanya.

Tampak jelas ia mulai membuka mata dengan lebar menandakan ia sudah bangun dari mimpi yang indah.

“Sayang, ayo bangun. Sudah waktunya kamu bangun mandi dan sarapan sekarang sudah pukul 08.30 pagi.”

Mendengar sorakan seorang wanita tua yang nerada tepat dilantai bawah. Ia mulai bangun dan melihat jam di dinding kamarnya, betul saja sudah menunjukkan jam 08.30 pagi. Ia bergegas ke kamar mandi dan langsung bersiap untuk memulai aktifitasnya.

“selamat pagi anak papah..” sapaan seorang ayah kepada anaknya yang baru turun dari tangga.

“Pagi papa, pagi mama” jawab sapaan Aisyah terhadap orang tuanya, Ibu Aminah dan Bapak Burhan.

Aisyah Khumaira, ia adalah anak tunggal dari pernikahan yang sah antara Ibu Aminah dan Bapak Burhan. Ia adalah anak tunggal satu-satunya yang dimiliki oleh sepasang suami istri ini. Aisyah memiliki wajah nan cantik perpaduan kedua orang tuanya. Kulit yang putih cerah, rambut yang ikal berwarna pirang, mata yang berwarna pirang, tubuh yang tinggi dan proposional bisa dibilang idaman lelaki.

“sayang, ayo makan. Sarapan” kata Ibu Aminah sambil memberikan sepotong roti dan segelas susu kepada Aisyah.

Aisyah menerima pemberian sang ibunda tercinta dan memakannya dengan khidmat.

“Ikut papa ya nak ke kantor? Daripada melamun di rumah, bagus ikut papa ke kantor” pujuk sang Papa dengan lembut.

Aisyah memang tidak berkerja semenjak kronologi yang menimpanya saat ia berkerja.

No papa, sorry. Bukannya Aisyah tidak mau papa.. Aisyah butuh waktu, semenjak kejadian itu. Aisyah tidak bisa move on dari kejadian itu, itu membuat Aisyah terpuruk papa.” Jawab Aisyah dengan wajah yang sedih.

Sang Papa memaklumi apa yang Aisyah rasakan saat ini. memang tidak mudah bagi Aisyah yang super perfeksionis dan penuh ambisius untuk menerima suatu kejadian yang menimpanya.

“oke, gak papa tapi setidaknya keluarlah nak dari rumah ini. Aisyah jalan kah pergi ngedet dengan pacar Aisyah atau teman Aisyah jangan di kamar terus sayang, hmm” pujuk sang papa yang khawatir dengan kondisi sang anak.

Aisyah hanya diam dan langsung naik ke kamar dan mengunci pintu kamarnya, tak sepatah kata pun Aisyah ucapkan kepada kedua orang tuanya.

“sudah, papa sekarang pergi saja kerja nanti biar mama saja yang bicara dengan Aisyah.” Sambil memakaikan jas putih dinasnya.

Cinta sang Aisyah (Revisi Aisyah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang