Namaku Margosha Ivanov, lahir dan besar di Kazan, sebuah kota di bagian Rusia yang begitu tentram serta rukun antar agama, membuatku tumbuh menjadi sosok yang berpikiran postif. Hidup di dalam keluarga yang beranggotakan 4 orang, yang terdiri dari ayah, ibu, kakak laki-laki dan aku, si bungsu, membuatku mendapatkan limpahan kasih sayang. Terutama dari kakakku, Dimitri.Keluargaku menganut Katolik dan taat. Namun kami, -aku dan kakak laki-lakiku-memiliki banyak teman dari kalangan muslim, dan orang tua kami tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Seperti yang dilaporkan dari badan statistik negara Rusia, Kazan memiliki 45% penduduknya beragama Islam. Bisa ku katakan bahwa ini adalah kota yang aman dan sangat rukun. Kami tidak pernah memiliki batasan dalam apapun, baik dalam beragama maupun bergaul. Semuanya sama dan aku selalu bangga berada di sini, di kotaku, tetapi aku memiliki sebuah mimpi yang besar.
Aku mengenal dunia fotografi sejak di usia belia. Ketika itu aku berusia 10 tahun dan melihat sebuah kamera berlensa panjang tergeletak di atas meja belajat kakakku, Dimitri Ivanov. Dia merupakan siswa kelas 12 dan mengambil jurusan fotografi.
Aku mengambil kameranya dan mulai bereksperimen dengan benda itu. Aku memotret apa saja yang kulihat dan ketika Dimitri melihat apa yang kulakukan, dia merampas kamera itu. Dia memarahiku dan berkata aku seharusnya tidak menyentuh barangnya.Tentu saja aku menangis. Dimitri tidak pernah memarahiku. Dia nyaris selalu memanjakanku. Usia kami terpaut 7 tahun. Tetapi kali ini dia marah besar padaku. Ibu muncul dengan tergopoh-gopoh dan bertanya apa yang terjadi. Kakakku mengatakan bahwa aku nakal dan memainkan kameranya. Aku membela diri dan mengatakan bahwa aku hanya memotret seisi rumah dengan kameranya. Aku berharap ibu membelaku dan memarahi Dimitri. Tetapi ibu justru tersenyum padaku dan mengatakan bahwa aku harus meminta ijin kakakku jika ingin menggunakan kameranya.
Setelah itu yang ku dapatkan adalah sebuah kamera polaroid berwarna pink keesokan harinya. Dimitri mengatakan bahwa benda itu untukku dan aku bebas melakukan apapun dengan kamera imut itu.
Aku menerima kamera pertamaku dan mulai melakukan pengambilan gambar apapun melalui benda itu. Karena itu adalah polaroid, maka aku dapat melihat langsung hasilnya. Di luar dugaan, semua objek yang ku foto menghasilkan sesuatu yang indah. Dimitri begitu terkesan dan mulailah dia mengajariku cara memotret dengan menggunakan sudut pandang tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GENIE OUT OF THE BOTTLE (SERI PERTAMA) ✅
RomanceGenie out of the bottle adalah kisah dari sudut pandang Margosha Ivanov, gadis muda dari Kazan, Rusia yang jatuh cinta pada pria bangsawan dari Timur Tengah yang sudah memiliki tunangan semenjak kecil. Seri pertama dari Heroin Series.