Malam ini Sakura merasa benar-benar tidak baik. Terlalu banyak beban dalam pikirannya. Mungkin rasa rindunya pada Sasuke sudah mencapai puncaknya. Terlebih mengingat perkataan teman-temannya yang juga mencemaskan dirinya. Meski Sakura akui pernyataan itu benar, bahwa kisah cintanya yang paling mengkhawatirkan.
Begitu pun pertemuannya dengan Korosuke tadi pagi, benar-benar mengingatkannya pada sosok Sasuke.
“Oh, ada apa denganku? Bukankah aku sudah terbiasa dengan semua hal ini?" ungkapnya.
Sakura terus melangkahkan kaki untuk segera pulang kerumah, tapi langkahnya terhenti ketika berada di depan rumah gurunya. Guru yang telah menjadi inspirasinya. Sakura berdiri dihalaman rumah sang guru, tapi ragu mengetuk pintu. Namun sedetik kemudian dan merasa yakin, “Lebih baik aku menemui Tsunade-sama, mungkin dengan sedikit konsultasi aku akan menjadi tenang.”
Sakura memegang dahinya yang berkedut saat menuju kedepan pintu. Setelah tiga kali mengetuk pintu seraya menyebut nama gurunya, tak lama seseorang wanita bersurai kuning panjang berdiri digawang pintu.
“Sakura? Ada apa malam-malam begini?” tanya Tsunade.
“Etto, Tsunade-sama boleh aku masuk?”
“Tentu, masuklah!” Tsunade mempersilahkan Sakura duduk di sofa ruang tamu. Terlihat dimejanya berserakan beberapa botol sake dan cemilan, sepertinya Tsunade sedang minum-minum malam ini.
“Kebetulan Sakura, kau bisa menemaniku minum malam ini. Dan, ada apa? Tumben sekali kau mampir.” Tsunade mulai menyelidik, menatap dengan satu alis terangkat.
“Sebenarnya Tsunade-sama aku hanya membutuhkan teman bicara, dan sedikit nasihat, mungkin? Jika kau tak keberatan.” Kata Sakura ragu sembari menggaruk pipi yang merona.
“Ahaha, tentu saja Sakura. Kau adalah murid nomer satuku. Tentu saja kau boleh meminta saran apapun padaku.”
Sakura menarik napas perlahan dan menghembuskannya. Di tatapnya mata gurunya itu. “Tsunade-sama, bagaimana caranya memikat hati laki-laki?”
Tsunade agak terhenyak mendengar pertanyaan Sakura. Dengan seringai menggodanya, Tsunade mengibas pelan poninya yang tergerai dengan tangannya. “Tentu saja dengan ini,” ungkapnya sambil menunjuk kearah payudaranya, bangga.
“Ah? Dada?.” Sakura tertunduk lesu dengan raut kecewa sambil menatap kearah dadanya. “Begitu ya? Ternyata memang tidak ada harapan untukku.”
“Hahahahaha,,, aku hanya bercanda jangan muram begitu” ucap Tsunade dengan tawa yang terbahak-bahak membuat Sakura menatap kesal pada gurunya itu.
“Setiap wanita itu memiliki pesonanya sendiri Sakura. Kau tahu yang perlu kau lakukan hanyalah menjadi apa adanya dirimu dan mencintainya dengan tulus, itu cukup. Lagi pula siapa laki-laki yang ingin kau pikat eh? Bocah Uchiha itu?”
“Ehh??? B-bukan begitu maksudku…” Sakura menggeleng cepat dengan wajah yang sudah memerah.
“Lalu?”
“Huuh” Ditariknya napas lagi kali ini ini dengan dengusan kasar. “Apa Tsunade-sama tidak punya cinta sejati?”
Kedua alis Tsunade terangkat, tiba-tiba hati tersentak dengan pertanyaan itu. Lalu Tsunade tersenyum lembut sambil menatap lurus kedepan.
“Tentu saja punya. Tapi?” ucapannya terhenti. “Dia sudah berada di dunia yang berbeda. Aku tak mungkin bisa menggapainya?”
“Apakah dia mendiang Jiraya-sama?”
“Ah tidak, Jiraya itu teman terbaikku, bukan cinta sejatiku. Tapi tentu saja aku juga mencintainya, tapi hanya sebatas teman.” Senyum Tsunade berubah menjadi senyum kecut, kenangan masa lalunya mulai terbuka kembali. Perasaan yang selama ini ia pendam mulai dirasakannya lagi untuk laki-laki itu. Dan, nama lelaki yang dicintainya.
“Dan sampai kini aku menutup hatiku untuk pria lain.” Tsunade memejamkan matanya, mencoba menenangkan pikiran. Lalu ia beralih pada botol sake dan menuangkan isinya kedalam gelas.
“Apakah baik Tsunade-sama tetap begitu?”
Terlihat jelas kalau Sakura menyesali pertanyaannya, wajahnya juga terlihat ikut sedih.
Tsunade meneguk gelas sakenya lalu menatap Sakura sembari tersenyum dengan gigi.“Tentu saja itu buruk. Tapi, jika wanita sudah mencintai satu pria bukankah perasaan wanita tidak bisa berubah?”
Sakura terhenyak, bersamaan juga pada hatinya. Sakura paham bagaimana perasaan Tsunade, sama sepertinya. Cintanya pada Sasuke juga tidak akan mungkin berubah. Selama apapun ia menunggu, dan apapun yang telah Sasuke lakukan, cintanya tetap sama dan tak pernah berkurang. Mungkin seperti itulah perasaan Tsunade terhadap mendiang kekasihnya bagi Sakura.
“Aku yakin kau juga begitu, Sakura,” tambah Tsunade lagi.
“Benar juga,” sahutnya.
“Apa kah hal itu yang membuatmu cemas?” ucap Tsunade seraya menggoyang-goyangkan gelas sake ditangannya.
“Mungkin salah satunya begitu.” Ucap Sakura murung.
“Salah satu?”
“Dan itu, maksudku masalahnya teman-teman yang lain sudah mulai menjalani kisah cintanya masing-masing. Dan itu baik. Lalu mereka mencemaskanku yang sama sekali tak ada kemajuan dalam hal asmara. Memang benar prestasiku sebagai shinobi tidak diragukan lagi, tapi semakin aku menjadi kuat maka semakin takut laki-laki untuk mendekatiku.” Sakura menghela napasnya lagi, “Mereka bilang kekuatanku seperti monster yang sedang mengamuk.”
Tsunade tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa keras. "Huft, berarti aku adalah monster yang sebenarnya."
“Benar juga dia kan guru yang mengajariku.” Batin Sakura.
“Hm, dengar Sakura! Aku mengerti maksud teman-temanmu. Mereka tentu saja takut. Lagi pula siapa yang berani menggangu ‘milik’nya seorang UCHIHA SASUKE?”
Mata Sakura terbelalak mendengar ucapan gurunya.
Tsunade mengacungkan telunjuk di dada Sakura. “Hatimu itu ‘milik’ Uchiha Sasuke, dan tak ada yang berani mengganggunya. Mereka harus berpikir dua kali untuk memilikimu jika tidak ingin mati di tangan Sasuke.” Kata Tsunade.
Sakura masih mendengarkan dengan sangat serius.
“Jika dipikir-pikir hanya Naruto lah yang bisa menjadi rival sepadan untuk Sasuke. Kalau ada orang yang berniat merebutmu darinya mungkin orang itu adalah Naruto. Tapi Naruto sudah merelakanmu untuk Sasuke sejak awal, aku tahu itu. Dan akhirnya dia hidup bahagia dengan cinta sejatinya,” ucap Tsunade, panjang lebar.
“Jadi Sakura, kau jangan khawatir jika Sasuke yang terbaik maka dia memang pantas untuk di perjuangkan. Dan kau, jelas yang terbaik untuk Sasuke. Tetap lah seperti itu, dengan ketulusan cintamu.” Tsunade mengelus pucuk kepala Sakura, membuatnya tenang dan perasaannya kini mulai menghangat.
“Baik shisou, arigatou.” Sakura tersenyum lembut pada Tsunade. Benar diawal baginya untuk membicarakan masalah ini bersama gurunya. Tak ada waktu yang lebih asyik ketika kau mengobrol soal pria dengan wanita yang berpengalaman. Pikir Sakura.
Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan pamit untuk segera pulang. Sakura melambaikan tangan yang dibalas lambaian tangan juga oleh Tsunade.
Sakura melangkahkan kaki dijalan-jalan sepi Konoha menuju rumahnya. Dirasakannya angin malam yang menyentuh kulit lengannya. Angin musim semi memang tak terlalu dingin dimalam hari, pikir Sakura. Seperti hatinya, walaupun terasa hampa tanpa Sasuke disisinya, tapi tak terlalu buruk jika ia masih bisa tetap menunggu untuk ninja pengembara itu. Menagih janji Sasuke, menagih “lain waktu” nya itu.
Disentuhnya dahinya yang tertutup poni, dan mengingat-ingat bagaimana Sasuke mengetuk lembut tepat ditanda byakugou ditengah dahinya.
“Benar juga bagaimana bisa aku membiarkan laki-laki lain masuk kedalam hatiku?
Hati ini, perasaan ini hanya untuk Sasuke-kun. Perasaan ini sudah menjadi miliknya sejak lama, aku hanya perlu menunggunya sedikit lagi. Yah, sedikit lagi.
Cepat pulang Sasuke-kun aku masih menunggumu.”
To be continued..

KAMU SEDANG MEMBACA
SUNRISE DI MUSIM SEMI | SASUSAKU FF✔
Fanfic[ KARYA PERTAMA; PENULISAN MASIH BERANTAKAN ] Highest #332 in Fanfiction [Complete : 14 Chapters] Berkisah tentang kehidupan Sakura dan Sasuke setelah perang dunia shinobi ke empat. Sakura dengan penantiannya, tentu. Lalu bagaimana dengan Sasuke? Sa...