Part 1 : The first Disease

22 4 0
                                    

"Lucy! Mari sini, uncle, aunty, dan saudara kamu datang,".
Aku berhenti bermain boneka-boneka ku. Aku segera turun kebawah, melewati tangga-tangga yang dihiasi lampu-lampu natal. Kakiku berhenti, terdapat banyak orang di ruang tamu, ada mommy, daddy, grandma, grandpa, uncle, aunty, dan sepupu-sepupuku. Salah satu orang menarik tanganku menuju meja ruang tamu, badanku juga ikut tertarik. Di meja, terdapat sebuah kue tar, dengan hiasan 6 buah ceri merah diatasnya. Terdapat tulisan, Merry Christmas & Happy Birthday Violetta Alexandra Lucy. Terdapat lilin dengan angka 10. Terdengar seruan sekeluarga dengan hadiah diatasnya masing-masing tangannya dengan menyanyikan lagu happy birthday. Happy Birthday Lucy, happy birthday Lucy, happy birthday, happy birthday, happy birthday Lucy. Aku sangat ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang disini. Seketika, tubuhku ambruk ke lantai. Aku tidak bisa merasakan tubuhku ini. Mataku hanya bisa melihat hitamnya dunia ini.

Kubuka mata ini dengan perlahan. Terlihat cahaya sebuah lampu yang silau. Ditangan kananku, terdapat sebuah impus. Aku dipasangkan sebuah pulmotor, alat bantu pernapasan. Pikiranku berputar hingga 180°. Apa yang terjadi padaku? Kenapa rasanya aku seperti tertidur selama 1 minggu? Seorang perempuan berjas putih dengan stetoskop yang dikalungkan dilehernya, masuk dan segera memeriksaku. Setelah memeriksaku, dokter tersebut keluar dan hanya mengucapkan 1 kalimat kepada seorang perawat.
"Biarkan dia beristirahat,". Perawat itu memberikanku dan menyuapkanku 1 mangkuk sup jagung yang masih hangat. "Suster, aku sakit apa? Sudah berapa hari aku dirawat?". Ucapku secara tidak disadari. Perawat itu menjawab sambil menyuapkanku 1 sendok sup jagung ,"Lucy, makanlah dulu sup jagung ini, jangan terlalu memikirkan hal yang lain. Kamu sudah dirawat 2 minggu disini. Ayah dan ibu kamu sangat khawatir. Mereka tetap bekerja. Setau saya, ayah dan ibu kamu adalah pemilik sebuah perusahaan besar. Mereka sangat sibuk. Mereka menitipkanmu kepadaku dan datang pada saat malam hari,". Dalam pikiranku, mengapa mereka lebih mementingkan pekerjaan mereka? Apakah mereka tidak peduli denganku? Sekarang sudah pukul setengah 8. Bahkan batang hidung merekapun belum terlihat. Terdengar salah seorang suara yang kukenal di luar ruangan ini. Tidak salah lagi itu mommy. Mommy segera masuk dan memelukku. Matanya berlinang air mata sambil berkata ,"Lucy, akhirnya kamu sadar juga,". Aku hanya diam. Tidak tahu apa yang harus kulakukan. Dokter mengajak mommy untuk keluar sebentar dan berbicara suatu hal yang tidak kutahu.
Sekitar 5 menit kemudian, daddy datang sambil membawa boneka kelinci kesayanganku. Boneka itu bewarna putih dengan bulu-bulu panjang disepanjang tubuhnya. Boneka ini adalah pemberian kakak laki-lakiku, bernama Aiden Alexander. Aku sangat menyayanginya, karena dialah yang selalu ada saat aku sedih. Dia selalu menghiburku. Aku beda 4 tahun dengannya. Sekarang, dia lagi bersekolah di Inspiration Senior High School. Sekolahku dengannya sama. Hanya, berbeda tingkatan. Berhubung IQ ku 145 dan bisa mengikuti pelajaran murid SMP, aku dipindahkan ke Motivation Secondary School. Sedangkan kakakku, IQ nya lebih tinggi daripadaku. Dia mencapai 165 dan dipindahkan ketingkat anak SMA.

"Syukurlah kamu sudah siuman. Aiden lagi dalam perjalanan menuju kesini,". Daddy berkata sambil menggantikan perawat menyuapkanku sup jagung ini. Sama seperti terhadap mommy. Aku tetap diam dan bingung harus berkata apa. Bagiku, kepintaran bukanlah segalanya jika sekarang aku harus menghadapi sebuah penyakit. Penyakit yang belum kuketahui.

Lucy's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang