Part 4 : Broken Home

18 2 0
                                    

Menari dan menari. Kubiarkan kaki ini menari sesuai irama. Kubiarkan alunan musik ini mengatur hidupku. Gaun yang ikut melompat-lompat, seperti hatiku yang juga sedang bersorak-sorak. Sudah lama semenjak aku diketahui kena penyakit jantung koroner. Balet adalah salah satu caraku mengisi waktu luang. Penonton yang memberikan tepukan kegembiraan, itulah yang kuimpikan sejak kecil. Tapi, aku lebih tertarik menjadi seorang astronot agar bisa memgbanggakan negaraku, Indonesia.

Aku pulang bersama mommy,daddy,dan kakak. Awalnya emang kakak saja yang datang, hanya kakak memaksa mom dan dad ikutan nonton.

Kamar pinkku ini hening. Aku mengambil sebuah buku yang baru kubeli, Langkah Sejuta Suluh, berisikan perjalanan hidup Merry Riana. Buku ini sangat menginspirssiku untuk menjadi lebih kuat dan bangkit dari kesalahan yang kuperoleh.

Aku mendengar sebuah suara dari lantai bawah, sepertinya mom dan dad bertengkar lagi. Aku segera menuju ke bawah, bertemu kakak yang juga sedang turun. Kami mencari asal suara itu. Kakiku terhenti, jantungku seolah berdetak sangat cepat. Mataku terarah pada mom, dengan kepala yang bocor, tidak salah lagi, ini ulah dad. Kami berdua panik, aku segera menelpon ambulans, kakak menggendong mom ke sofa ruang tamu. 5 menit kemudian terdengar suara ambulans, aku langsung menyuruh para perawatnya mengangkat mom, kakak menghidupkan mesin mobil, dan papa hanya diam termenung. Aku dan kakak mengkikuti ambulans dari belakang. Jalanan malam ini sangat lancar, sehingga aku bisa sampai dengan cepat.

Perawat langsung membawa mom ke UGD, aku duduk di tempat duduk di depan ruang UGD. Dan kakak sedang membayar uang administrasi. Kakak menghampiriku,
"Lucy, kamu pulang aja, kakak sudah telpon supir buat jemput kamu, biar kakak disini, besok kamu masuk sekolah kan? Yaudah, besok kakak jemput,kita langsung ke rumah sakit,". Aku menyetujui perkataan kakak. Bukan karena aku tidak suka berada di rumah sakit, tapi emang aku harus pulang, aku takut terjadi sesuatu sama dad. Kenapa aku memikirkannya. Bukankah dia yang sudah buat mama terbaring di rumah sakit ini.

Aku membuka pintu rumah dengan perlahan. Lampu masih menyala. Aku berjalan menuju kamarku. Sesampai di tangga aku teringat, kakak menyuruhku membawa beberapa baju kakak dan mom. Aku beralih ke kamar kakak terlebih dahulu. Setelah mengambil baju kakak, aku beralih ke kamar mom dan dad. Perlahan kubuka pintu bewarna cokelat itu. Aku takut menganggu dad yang sedang tidur. Mataku tetap terlurus kedepan. Sedikit demi sedikit, pintu ini terbuka lebar. Jantungku seperti ingin copot, mataku tak berhenti menatap seorang perempuan bersama dad. Air mataku mulai meluncur, membahasi pipiku. Aku tidak tahan melihat ini semua. Dad dan kekasih barunya itu, sempat tersentak kaget melihatku. Dad lebih dulu membuka pembicaraan,"Lucy? Bukankah kamu akan pulang besok? Bagaimana keadaan mom?---". Dad masih berbicara hal-hal yang menurutku menyindir mom. Semakin lama semakin dekat aku bertemu dengan wajah perempuan itu. Kuhidupkan lampu kamar ini. Dalam hitungan 5 detik, tanganku berhasil mendarat di muka perempuan itu, tamparan sebanyak 3 kali. Dengan wajah merah padam, dad ingin berkata sesuatu, tapi aku sudah lebih dulu mengatakannya. "Dad, apa ini semua pengkhianatanmu yang kamu lakukan ke mom? Mom yang begitu mencintaimu? Disaat mom sedang terbaring tak berdaya, kau asik bersama perempuan tak tahu diri itu? Dan kau perempuan gatau diri, pergi dari sini sekarang juga!----" Aku ingin memaki mereka berdua lebih panjang, tapi jantungku tidak mendukung, pelan-pelan menancap, aku tidak tahan lagi, pandanganku kabur, aku madih bisa mendengar dad yang menanyakan keadaanku. Pandanganku gelap seketika.

Aku membuka mataku. Hari sudah pagi. Aku sudah berada di tempat tidurku. Aku melihat kakak yang tertidur di samping tempat tidurku. "Kak, kok kakak bisa disini? Yang jaga mama siapa?" Kataku sambil berusaha membangunkan kakak. Dia mengangkat wajahnya, berhadapan denganku,"Kemarin bibi telpon kakak,ceritain semuanya, kakak memang marah sama dad, kakak tidak tahan, kakak tidak mau melihat mom terbaring disana, kakak mengurungkan niat kakak. Bagi kakak, yang penting sekarang kamu. Kamu yang harus diobati. Kakak langsung manggil dokter buat diperiksa. Kata dokter, kamu tidak boleh terlalu emosi, itu akan membuat jantung kamu semakin lemah. Dad sudah pergi. Kakak tidak tahu kemana. Sekarang kamu diam saja. Kamu mau sekolah kan? Yaudah ayok kakak anterin,". Satu-satunya ornag yang selalu berada disampingku. Aku langsung memeluk kakak. Kakak memelukku balik. Kutarik bibirku ini, sambil membentuk sebuah senyuman. Aku segera mandi, sarapan, menyiapkan keperluanku, dan berangkat.

Lucy's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang