2. Fear

74 4 0
                                    

~Starla De'Sandra~

Shinta pingsan di gang Lima simpang. Dan itu tempat yang sangat berbahaya, aku harus menyelamatkannya. Kata Airin, sehabis pulang kerja kelompok ia menemukan Shinta pingsan di gang Lima simpang, dia mencoba menolongnya namun berhenti karena di sana tempat yang sangat berbahaya untuk gadis seperti dirinya dan dia langsung lari menemuiku.

Aku tak bisa menyalahkannya, jika tadi ia tidak menolong Shinta terlebih dahulu lalu memberitahukanku. Ini bukan kesalahannya dan aku juga tahu jika ia masih remaja, dan aku juga tidak mau mengambil resiko nanti terjadi apa-apa dengan Airin.

Aku menatap sekeliling mencari dimana letak keberadaan Shinta. Airin bilang dekat ruko penjual barang bekas dan itu sangat sulit. Kebanyakan para penjual di wilayah kami yaitu penjual barang bekas.

Dua kali aku berkeliling sambil mataku menerawang di setiap sudut ruko yang terbengkalai. Dan aku menemukannya yang sedang meringkuk menangis di samping tempat sampah. Ku dekati dia dengan perasaan kacau. Tanganku gemeteran sedangkan pikiranku menuju ke hal-hal yang tidak-tidak.

Langkah kakiku yang lambat dengan sekuat tenaga ku gerakkan membuatku ingin cepat sampai padanya. Kesadaraanku kembali saat beberapa detik terpaku pada tubuh yang ketakutan itu.

"San... Akh-ku di perkosa" Tangisannya pecah kembali dan syok berat. Aku mematung dengan pandangan menerawang, tatapannku tertuju pada pakaiannya yang robek di mana-mana. Terutama bagian dada. Wajahnya lebam dan bibirnya robek.

"Baw-aa aku pergi" Aku langsung merangkul pundaknya dan membawanya pergi sebelum salah satu dari preman itu kembali lagi ke sini. Aku tahu ini pekerjaan para preman yang sering mondar-mandir di jalanan. Sungguh air mataku tak henti-hentinya menangis. Apa mereka tak punya hati hah?! Memperkosa gadis yang sedang menghidupi adiknya dan ibunya yang sedang sakit.

Mereka hanya mementingkan nafsu bejat mereka. Aku menatap seorang warga yang sedang mengintip dari balik bilik ruko, rambut panjangnya ia gunakan untuk menutupi wajahnya yang penasaran akan apa yang terjadi.

Warga sekitar sini memang tak berani melaporkan mereka ke polisi karena tak ingin anak gadis atau keluarganya terkena balas dendam mereka. Dan aku tak peduli harus mengorbankan nyawa sekalipun aku tetap akan lapor polisi.

"San..." Ucapannya menggantung.

"Ya?" Aku menjawabnya pelan.

"Tolong... jangan laporkan... masalah ini pada polisi... aku takut adikku atau Airin yang kena. Atau malah kamu" Ucapnya lirih. Aku terhentak akan ucapannya. Baru saja aku memikirkan tentang pelaporan ini pada polisi. Benar juga, aku harus memikirkan mereka juga bukan hanya aku saja, aku memang tak bisa apa-apa! Aku pengecut.

Pernah ada salah seorang gadis SMA yang melaporkan ke polisi bahwa kakaknya telah di perkosa. Polisi menggrebek geng itu dan hari berikutnya 5 orang menggilir gadis SMA malang itu. Aku takut harus membayangkannya.

~○~●~○~●~

POV3

"Kak Shinta!!" Leanna, adik Shinta berteriak memanggil kakaknya yang sedang berjalan terpincang di bantu Sandra. Dia menangis melihat keadaan kakaknya yang kacau.

"Kak Sandra, jangan bilang kak Shinta? ..." ucapannya menggantung seakan memeriksa bahwa pikirannya itu salah. Namun setelah itu bahunya merosot dan ia terduduk dilantai saat Sandra menganggukan kepala sambil menangis juga.

Sandra membawa Shinta masuk ke kamarnya setelah dibantu untuk membersihkan tubuh Shinta. Air matanya keluar melihat bekas luka yang lebam memenuhi tubuh Shinta. Sedangkan Shinta masih diam, tanpa mengeluarkan suara sejak permintaannya pada Sandra untuk tidak lapor pada polisi.

Shinta menatap kosong mangkuk berisi bubur yang dihidangkan oleh adiknya. Tatapannya masih tertuju pada tembok yang dihiasi foto-foto dirinya. Keadaan nya mulai membaik meski kadang semenit berikutnya berteriak histeris.

"Jangannn!!! Brengsekk!!"

"Jangann sentuh akuu!!"

Sandra yang mendengar teriakan Shinta bergegas menuju kamar Shinta. Beberapa menit lalu setelah ia mengganti pakaian Shinta dia kembali histeris. Setela 1 jam tenang ia kembali histeris lagi.

"Ada apa?"

"Kak Shinta histeris lagi kak!" Leanna berusaha menenangkan kakaknya sedangkan Sandra mengelus puncak kepala Shinta dan mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja. Setelah keadaan Shinta tenang, Sandra memberitahukan Leanna kalau ia akan pulang, ini sudah terlalu larut malam dan budenya pasti khawatir.

Sandra meminta bantuan ibu Rara, tetangga yang juga sering membantu Shinta menjaga adiknya untuk menemani mereka.

"Kakak pulang, kalo kak Shinta histeris lagi, kamu lakuin apa yang kakak lakukan tadi yah?" Sandra memberi nasehat pada Leanna. Tiba-tiba tangan mungil memegang bajunya.

"Jangan khawatir Dean, kakakmu akan baik-baik saja ok?" Sandra mengelus puncak kepala bocah 5 tahun itu. Tatapannya sendu dan ia merasa kasihan harus meninggalkan mereka berdua.

"Jaga diri kalian dan kunci pintunya, kakak akan kembali besok." Sandra memberi nasehat kembali kemudian dengan perasaan enggan meninggalkan dua anak yang masih saja meneteskan air matanya. Sebenarnya ia ingin menginap namun apa daya, dia harus pulang dan memastikan orang rumah baik-baik saja dan akan kembali esok pagi.

Diperjalanan ia merenung. Bagaimanapun Shinta telah banyak menolongnya, ia gadis baik-baik yang tulus berteman dengannya. Tak dipungkiri beberapa kali Shinta menolongnya saat ia sedang sangat kesulitan ekonomi. Meski Sandra tahu, Shinta sendiri juga sedang butuh uang untuk membiayai perawatan ibunya dan kebutuhan dia dan adik-adiknya sehari-hari.

Sampai rumah Sandra menceritakan apa yang terjadi pada shinta ke budenya, dan budenya hanya mengelus pundaknya pelan dengan rasa prihatin. Airin yang sedari tadi diam kini mulai mendekati Sandra.

"Kak... Seharusnya aku... aku menyesal kak. Aku bodoh!"

"Ssstt... tak apa, itu bukan salahmu" Sandra memeluk tubuh Airin lalu menyuruhnya kembali ke kamar.

"Sana masuk ke kamarmu dan tidur Airin. Ini sudah malam." Airin melangkah dengan enggan memasuki kamarnya. Ia merasa sangat pengecut malam ini. Jika temannya sampai tahu bahwa ia lemah seperti ini, ia akan diolok habis-habisan.

'Mana gadis pemberani yang suka main tantangan ekstrim?' Batinnya berteriak sedih. Dia dengan gontai merebahkan diri di tempat tidurnya. Wajahnya lelah namun matanya tak mau terpejam. Pukul 02.00 matanya masih nyalang kemana-mana. Dengan bosan ia arahkan matanya ke balkon kecil yang menjadi tempat perebutannya dengan Kak Sandra. Kamar kak Sandra di sebelah samping kamarnya namun ada yang aneh.

Dengan tergesa ia melangkah ke balkon kecil dan tidak menemukan apa-apa. Tadinya ia merasa melihat siluet seseorang tapi setelah di periksa tidak ada tanda bahwa ada orang di sekitar sana.

"Aneh..." Ucapnya lalu mengangkat bahu acuh dan kembali memaksa matanya untuk terpejam. 30 menit kemudian ia baru bisa tertidur.

○○○○●●○○○○

Sandra terbangun tangannya menekam alarm yang terus berbunyi menyuruhnya untuk segera beranjak dari kenikmatan benda empuk berbentuk persegi panjang. Direnggangkan kedua tangannya yang terasa kaku, sampai kemudian matanya menatap sosok yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Airin? ada apa?"

Baju seragamnya sudah rapi meskipun tetap saja anak itu bandel dengan masih menggulung lengan bajunya dan mengeluarkan baju bawahnya. Sekarang bukan itu yang harus dia pikirkan melainkan tatapan kosongnya yang datar.

"kak?" Airin spertinya ragu mengataan apa yang diinginkannya, terlihat jelas dari matanya.

"Bagaimana keadaan kak Shinta?" Aku menghela napas, sepertinya ia merasa bersalah dengan kejadian itu.

"Jangan merasa bersalah, hiduplah seperti biasanya. Shinta baik-baik saja" Aku mencoba menenangkannnya.

Dia mengangguk dan aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan kembali bekerja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang