(Chapter 1) Prolog/Pembuka

80 36 50
                                    

_PROLOG/PEMBUKA_

Aku meringis melihat sejumlah orang yang mentertawakan ku. Aku tahu aku terlalu bodoh untuk tetap berdiri tegap sembari menutup mata, telinga, dan mulut bergantian. "Hahaha, sedang apa dia? Pasien rumah sakit jiwa pasti," Terka seseorang yang membuat hati ku retak. Tidak ada yang bersimpati. Aku diam dan terus melakukan apa yang kulakukan tadi.

"Agassi apa yang sedang anda lakukan? Rumah sakit jiwa anda di mana?"

"Nona muda, apa kau takut atau apa? Aku tak mengerti. Yak! Jawab!" Teriak orang itu lagi sambil memasang smirk mengerikan. Aku masih bisa menatapnya dari sela-sela mata ku. Seorang gadis ber-rok mini menatap ku sinis dengan beberapa anak buahnya. Mereka sedang mempermalukan ku ditempat umum ini. Entah ini dimana, mata ku sudah kabur. Darah di baju ku belum begitu menghilang. Tidak ada yang takut akan penampilan ku. Mereka semua menatap ku geli, seakan-akan aku adalah seseorang yang tengah menggelar pertunjukkan disini. Padahal nyatanya aku telah berbuat hal yang di luar dugaan. Dan aku tak yakin aku bisa selamat setelah ini.

"Pergi!!!" Teriak ku histeris ketika mereka semua semakin tertawa terbahak-bahak. Melihat respon ku yang spontan membuat mereka agak terdiam. Namun, masih banyak yang tertawa. Dan itu banyak yang memaksa untuk terus membuat ku syok disini.

Hingga... "Uhuk!!! Uhuk!!! Ukkk!!!" Aku terbatuk. Refleks tangan ku menutup mulut ku dan memegang dada ku yang terbalut dress putih panjang lusuh. Dada ku sakit sekali. Bukan, bukan karena sakit hati. Tapi ini sungguh sakit, sakit karena sebuah penyakit. "Uhuk!!!" Aku semakin menggila saat batuk ku tak berhenti.

Orang-orang yang awalnya tertawa. Kini meringis melihat ku. Senyum sinis itu pudar dan tergantikan dengan wajah pucat. Mereka sungguh terkejut ketika batuk ku tak kunjung berhenti dan malah semakin bertambah. "Hiks..." aku terisak.

"Hey! Nak k... k... kau jangan berakting," bentak bapak-bapak yang tadi tertawa paling keras. Ia sekarang memasang tampang tidak percaya dan matanya menyiratkan sebuah kekhawatiran. Aku tak peduli. Rasanya benar-benar sakit. Aku mulai merasa mata ku berkunang-kunang, kepala ku pusing, dan tubuh ku lemas.

BRUK ....

Aku terduduk ditengah keramaian itu. "Uhuk!" Batuk itu lagi dan kini dua tangan ku yang menutupi mulut ku. Karena ada banyak cairan merah pekat yang keluar dari mulut ku. Sayangnya tangan ku tidak bisa membendung seluruh cairan tersebut. Cairan itu perlahan membasahi baju ku, kedua lengan panjang ku, dan jalanan ini. Orang-orang berteriak histeris. Suasana berubah panik dan bising. Apa mereka menyadari kesalahan mereka? Aku tak tahu. Aku sibuk menerka-nerka apa yang terjadi selanjutnya. Aku mengelap ujung bibir ku yang penuh akan cairan itu dengan telapak tangan ku. Aku mengelapnya agak kasar sehingga membuatnya menjadi berantakan di sekitar mulut. Aku melihat kearah telapak tangan ku.

"D... d... darah? Darah?!" Aku kembali terpekik. Kini aku menangis meraung-raung. Kenapa? Kenapa harus disaat seperti ini?

Tes... tes...

Semesta memuntahkan airnya. Oh astaga, hujan turun. Tetapi, melihat suasana yang berubah dalam sekejap karena ulah penyakit ku. Membuat semua orang tak ingin beranjak. Walau ada juga yang telah lari ketakutan. Air hujan terus turun bersama air mata ku yang kian deras membasahi seluruh tubuh ku. Aku juga merasakan bahwa kini semua orang menatap ku nanar. Penuh dengan kebencian. Entah sekarang apa yang harus ku perbuat.

Tiba-tiba suara sirine mobil polisi dan ambulan datang. Aku yang terduduk dan memuntahkan darah dijalan sebanyak yang aku mau. Menoleh ke arah sumber suara. Akh, polisi berseragam lengkap menatap ku. Aku ingat. Aku ingat. Kenapa aku disini. Kenapa semua ini bisa terjadi.

Para pria berseragam lengkap itu membubarkan kerumunan sembari meminta penjelasan kenapa aku jadi seperti ini. Mereka hanya mengangkat bahu santai, bingung. Cih. Tipe orang yang paling aku benci. Tidak bertanggung jawab, pembohong.

Ekor mata ku menangkap sebuah bayangan seseorang yang membuat jantung ku berpacu cepat. Dia? Dia?! Seorang wanita muda dengan baju khas rumah sakit dengan kepala dibalut perban, menatap ku. Tatapan benci, sangat benci.

"Itu!" Teriak wanita itu sambil menunjuk ku. "Dia!! Dia!!! Yang kita cari tuan!!!" Ia terpekik kembali membuat mata ku membulat sempurna.

"Baek Hye Jung! Agassi!" Teriak mereka bagai monster yang bersiap memakan ku. Aku mundur, tetapi tetap pada posisi ku. Merangkak, hanya itu cara yang ku mampu untuk menjauhkan diri ku dari mereka. "Nona Baek, Tenanglah kami bukan orang jahat," bujuk mereka seperti rayuan setan kejam di telinga ku. Mereka mengulurkan tangan dan bersiap untuk menangkap ku.

"Menjauh! Pergi!" Bentak ku tetapi hanya dibalas seringaian kotor dari mereka. Aku terus merangkak mundur. Hingga...

DUAR!!!

Petir menyalak di atas kepala ku. "Aaaa!!!" Teriak ku nyaring sambil menutup kedua telinga ku.

DUAR!!!

Aku menendang-nendang tak keruan. Tak tentu arah ku merangkak, sedangkan orang yang berada disekitar ku berusaha untuk menenangkan amukan ku. Aku mengacak-acak rambut ku kasar. Petir terus bersahutan tanpa henti. Seakan... akan...

DUAR!!!

Aku... yang... salah...

Aku yang... salah...

Aku yang salah...

Aku yang salah!

AKU YANG SALAH!!!

Tbc....

Huwa buat cerita baru lagi deh... soalnya mana tahan coba enggak nulis. Pengen cerita baru terus. Terus cerita yang lain terbengkalai. Typo is my best friend. And cerita gaje is my world. LOL.

Vomment juseyo~

Sorrow About Day (SAD) On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang